Pencarian Isi Blogg Ini

Kamis, 15 November 2012

Penguasaan Asing dan Pengkhianat

Intervensi Asing di Indonesia
 
 Tak cukup hanya itu, mereka juga membuat Indonesia sebagai pasar bagi produk-produknya. Disamping juga mendominasi antara lain, bisnis eceran, perbankan, telekomunikasi sampai pengiriman barang dan jasa.
Migas dikuasai Asing; Merdeka.com
Migas dikuasai Asing; Merdeka.com

Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dan Kerajaan Belanda mengkolonisasi sejumlah pulau di Nusantara dan Republik Indonesia dalam waktu yang begitu lama. Hal ini hanya bisa terjadi jika orang-orang Belanda itu menerapkan strategi yang jitu serta yang tak kurang pentingnya, dukungan para penduduk lokal terutama kalangan elitnya.


Banyak cara dilakukan VOC dan kerajaan dalam mengkoloni wilayah guna menguasai aspek produksi, penjualan rempah-rempah atau produk perkebunan pada umumnya. Di antaranya adalah menyogok elit lokal dengan berbagai barang mewah buatan Eropa, menerapkan politik adu domba, bertindak kejam terhadap penduduk yang tak mengikuti perintah kebijakan tanam paksa misalnya. Yang menarik, barang-barang mewah itu kemudian dikeramatkan.

Kerajaan Belanda juga memfasilitasi generasi muda belajar di Belanda. Tentu saja dengan harapan mereka menyerap ilmu pengetahuan, budaya, sikap hidup dan alam fikiran negara pengundang. Kelak mereka, diharapkan turut berperan melanggengkan kekuasaan kerajaan Belanda di Indonesia.

Ternyata hal yang terakhir ini merupakan bumerang. Eropa pada periode 1900-an masih dipengaruhi gagasan-gagasan yang terkandung dalam Revolusi Prancis (4 Juli 1789) yakni kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Di bidang politik revolusi ini antara lain mendorong berkembangnya nasionalisme, munculnya konsep demokrasi dan republika serta pembelaan terhadap rakyat jelata.

Para pemuda Indonesia terpengaruh dan kemudian membentuk organisasi-organisasi kebangsaan yang tujuannya utamanya melepaskan Nusantara dari genggaman kerajaan Belanda. Merekalah yang, bersama pemuda-pemuda yang tidak keluar negeri, melahirkan Sumpah Pemuda dan kemudian proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Yang menarik sementara generasi muda golongan tertentu belajar di Belanda, namun Sukarno yang sebelumnya bernama Kusno, tidak keluar negeri. Mondok di rumah aktivis partai Sjarikat Islam HOS Tjokroaminoto, di Jl. Peneleh VII No. 29-31 Surabaya, bersama puluhan pemuda lainnya seperti, Muso, Alimin, Semaun dan Kartosuwiryo.

Dia kemudian ke Bandung, melanjutkan pendidikan di THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi Bandung yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Tak akan dilepaskan
Pada mulanya, bangsa Eropa datang dari jauh hanya untuk rempah-rempah dan menyebarkan agama. Tetapi seiring dengan perkembangan teknologi, mereka mencari yang ada di dalam bumi Indonesia seperti Migas, nikel, pasir laut dan batubara.

Tak cukup hanya itu, mereka juga membuat Indonesia sebagai pasar bagi produk-produknya. Disamping juga mendominasi antara lain, bisnis eceran, perbankan, telekomunikasi sampai pengiriman barang dan jasa.

Penguasaan asing yang menggurita diterima begitu saja tanpa ada imbal baliknya. Bank-bank asing boleh menguasai saham mayoritas, namun apakah bank-bank Indonesia dapat memperoleh keleluasan di luar negeri ? Sejauh ini tidak diperoleh sebab pemerintah Malaysia dan Singapura misalnya, faham perbankan adalah darah perekonomian.

Singapore Airlines dan Malaysia Airlines (MAS) boleh menyinggahi dan mengambil penumpang di berbagai kota besar di Indonesia. Tetapi maskapai penerbangan Indonesia tak mendapat imbalan yang layak. Malaysia hanya mengizinkan Garuda dan lainnya singgah serta mengambil penumpang dari Kuching atau Kota Kinabalu, suatu jalur yang sepi dan ditinggalkan MAS. Singapura juga memberi imbalan yang tak sepadan karena negara pulau. Mana mungkin Garuda mendarat di Seletar, Paya Lebar atau Toa Payoh.

Ketidakseimbangan imbalan itu terjadi karena orientasi kebijaksanaan yang bersifat jangka pendek. Kini, perbankan nasional tidak bisa berekspansi karena tak ada asas resiprokal. Di mata Singapura dan Malaysia, itulah keteledoran Indonesia.

Ironisnya, para koruptor agung membeli properti atau tinggal di Singapura dengan amat nyaman. Lebih ironis lagi, Indonesia disalahkan karena tak memberlakukan hukum yang tegas.

Kegelisahan….
Dewasa ini, timbul kegelisahan atas keterlibatan asing yang berlebihan dan bangsa Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa dalam mengelola potensi nasionalnya. Di lain pihak, utang terus bertumpuk, dengan total sekitar Rp 3.000 triliun. Entah kapan bisa dilunasi.

Tuntutan 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan agar BP Migas dibubarkan, merupakan indikasi dari kegelisahan tersebut. Mujur Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui dan mengembalikan fungsi BP Migas ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Persoalannya sekarang, apakah bila fungsi BP Migas dikembalikan ke kementerian, bangsa Indonesia akan lebih berperan? Kemerosotan peran bangsa Indonesia, sebetulnya lebih banyak disebabkan kelakuan para pejabat yang gemar mengambil jalan pintas. Dengan dalih tak ada dana, kurang keahlian dan sebagainya, mereka membuat perjanjian yang menguntungkan asing.

Atas dasar itu, pengalihan fungsi tidak akan berarti bila pola pikir dan kerja para pejabat tak berubah, serta undang-undang yang mendasari pendirian BP Migas tidak direvisi. Sia-sialah perjuangan para pendiri bangsa baik yang belajar di Eropa maupun di dalam negeri. Mereka telah dikhianati.

Tidak akan mudah membalikkan keadaaan, mengingat sudah banyak yang diuntungkan investasi asing. Masyarakat juga diuntungkan namun tidak seberapa, dibandingkan dengan para pihak yang bersentuhan langsung dengan para investor asing itu. Merekalah yang akan terus menerus mempertahankan ketidakseimbangan, sekalipun merugikan bangsa sendiri.
Memang perekonomian Indonesia pada tahun lalu tumbuh mencapai 6,5% berkat sektor konsumsi (65%), pertanian dan pertambangan (27%) dan industri (25%). Sekalian persentase ini menunjukkan kualitas pertumbuhan tersebut.

Tidak ada komentar: