oleh : Ustad Husain Ardilla
Tidak ada dikotomi antara syi’ah dengan sebagian sahabat
ingatlah kepada kisah Harits di dalam perang Jamal.
Haris kebingungan, karena dua pihak yang hendak berperang itu adalah sama-sama orang yang dicintai nabi.
Harits tampak bingung dan bersedih, ia
berkata, “Wahai Amirul mukminin, saya jadi bingung, di satu sisi ada
Anda, menantu Rasulullah, Sahabat Rasulullah, sepupu Nabi saw,
sedangkan di pihak lain ada Aisyah, Ummul Mukimin, Istri Nabi, Putri Abu
Bakar, siapa yang benar dan siapa yang harus saya bela?”
Ali berkata, “Wahai Harits, cara berpikir mu itu terbalik! kebenaran tidaklah dapat dilihat dari siapa orangnya.”
bila wahabi mau menghimpun bersama 100 orang
syiah saja, lalu saya tanya satu persatu, apakah ada di antara mereka
yang menjadi syiah karena keturunan atau sejak mereka kecil? maka
jawabannya tidak ada. karena ketika kami berhimpun, masing-masing
seringkali menceritakan masa lalunya, di madzab mana dahulu mereka
berada dan sebagai apa. semuanya berasal dari mazhab non syiah. ada para
mantan dedengkot NII, ada dari Persis, Muhammadiyah, NU, LDII, dari
kelompok tarekat-tarekat, dan ada juga yang berasal dari kelompok
salafi. Demikian pula ketika saya berhimpun dengan sekelompok syiah
lainnya, tidak dapat saya temukan satupun yang bukan mantan sunni. dari
sini dapat dipertimbangkan bahwa mayoritas syiah di Indonesia adalah
mantan sunni.
diantara seribu umat, ada satu umat dari
keturunan habib. terkadang habib ini juga mantan sunni. tapi kebanyakan
habib memang syiah sejak kecil. tapi jumala habib dengan jumlah umat itu
1 : 1000. jadi, boleh dikatakan umat syiah yang bukan mantan sunni,
hanya 1 di antara 1000 orang syiah.
kaum wahabi kerap menyebarkan brosur yang memprovokasi masyarakat agar membenci dan menolak syiah di Indonesia
Dimanakah letak perbedaan dua mazhab besar
Islam, Sunni dan Syiah?. Ternyata, menurut Ketua Ikatan Jamaah Ahlul
Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rahmat, terletak dasar hadits yang
digunakan kedua aliran besar tersebut.
daan keduanya hanya terletak pada hadits.
Jika hadits Sunni paling besar berasal dari sahabat nabi seperti Abu
Hurairoh, maka hadtis Syiah berasal dari Ahlul Bait (Keluarga Nabi
Muhammad SAW). “
Perbedaan Sunni dan Syiah hanya soal jalur hadis semata. Kaum Muslim Syiah
(Mazhab Ahlulbait) meyakini hanya sunnah dan hadis Nabi yang berasal
dari keluarga Nabi dan sahabat tepercaya yang layak dijadikan pedoman.
Mazhab Ahlulbait selektif dalam menerima dan
meriwayatkan hadis. Tidak semua sahabat Nabi dianggap saleh dan adil.
Karena itu, riwayat-riwayatnya tidak sembarang diterima.
Meski memang tidak dipungkiri dalam sejumlah
kitab hadis masih ada yang harus dikaji secara kritis. Saya meyakini
bahwa sesudah wafat nabi, ada banyak hadits palsu yang disandarkan oleh
nabi oleh perawi sunni
Berikut saya sampaikan bahan bagi kaum ahlul hadits baik dari Suni maupun Syii yang masih malu-malu untuk mendiskusikannya.
Setidaknya ada 2 versi hadits yang relevan dengan judul yang diangkat:
1. Pedomanilah Rasulullah dan Sahabat
dalil-dalil ahlusunnah yang kontra terhadap
hadits tsaqalain itu secara makna, tidak lebih kuat dari dalil yang
tsaqalain yang diyakini oleh kaum syiah. Oleh karena itu, jika standar
keabsahan hadits itu mengikuti cara berpikir ahlu sunnah, maka
seharusnya imamah itu diyakini oleh ahlusunnah berdasarkan hadits
tsaqalain itu.
orang berkata, “jika Abu Bakar salah di mata Ali, mengapa Ali menjadi pengecut dengan tidak memerangi Abu Bakar?”
Abu Bakar itu muslim. dan menumpahkan darah
sesama muslim itu haram hukumnya, kecuali karena membela diri, bukan
agresi. Dengan naiknya Abu Bakar menjadi khalifah dan keengganannya
untuk memberikan tanah fadak kepada fatimah, bukan alasan yang tepat
untuk Ali memerangi Abu Bakar sehingga terjadi pertumpahan darah.
tetapi, anda dan orang-orang yang sefaham dengan anda menganggap sikap
itu sebagai bentuk kepengecutan.
Ali a.s memang memililki kekuatan yang
besar, tapi untuk memerangi suatu kelompok atau suatu pihak, tidak cukup
dengan memiliki kekuatan besar itu, tapi juga harus mendahulukan
KEBERLANGSUNGAN AGAMA ISLAM. Kaum muslimin pada masa Abubkar menolak
memerangi kaum murtadin jika Ali tidak mau membai’at Abubakar !
Ali a.s mengetahui siapa orang yang hendak
membunuhnya, dan kapan orang itu akan membunuhnya karena Nabi telah
memberi tau kepada Ali jauh-jauh hari, kapan dan siapa orang yang akan
membunuh ali. itu adalah keyakinan kaum syiah. Orang non syiah berkata,
“Kalau begitu, kenapa Ali tidak menangkap calon pembunuhnya sebelum
pembunuh itu membunuh dirinya, kenapa Ali tidak membunuh Muawiyah ketika
Nabi wafat ??”
untuk menangkap seorang pembunuh, tentu
diperlukan hujjah. sedangkan seseorang tidak dapat dihukum atau diqisas
hanya karena ia memiliki niat membunuh.
ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah,
muawiyahpun naik menjadi khalifah tandingan. dan keluarga rasulullah
mendapat tekanan yang lebih besar dari masa khalifah utsman. Sehingga
mimbar-mimbar jumat, tidak kurang dari 6.000 mimbar jumat di gunakan
untuk mencaci maki Ali bin abi thalib atas perintah Muawiyah. Ali sudah
dianggap kafir ole sebagai orang yang terkena provokasi. kebenaran
tertutup dari mata umat, sehingga ada seorang arab yang mendengar bahwa
syahidnya Ali adala ketika ia sedang melaksanakan shalat, si Arab ini
terkejut dan berkata, “Shalat? apa dia shalat? aku mengira dia tidak
perna shalat?”
selepas syahidnya Ali, Muawiyah mengundang
para ulama dan ahli hadits, serta mengundang Hasan a.s untuk
diperolok-olok dimajelisnya.
Husain putra Ali bin Abi Thalib di kepung di
Karbala, yang mengepung itu adalah kaum muslimin. mereka mengepung
Husain seperti mengepung orang kafir. sehingga imam Husain, mengangkat
bayinya yang menangis kehausan, “WAhai kalian semua! seandainya kalian
menganggap aku kafir, maka lihatlah bayi ini? berikanlah air kepadanya,
karena ia tidak berdosa!”
tapi seruan Husain a.s dijawab dengan anak
panah yang menembus leher Ali Ashgar, bayi tak berdosa itu. meminta
seteguh air saja, bagi seorang bayi yang tak berdosa, dijawab dengan
kebengisan, maka bagaimana menyodorkan al Quran yang tdak sesuai dengan
keyakinan mereka?
persatuan merupakan salah satu pokok ajaran agama mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Berpegang-teguhlah kalian dengan tali Allah, dan janganlah kalian berpecah-belah.” (QS. Ali Imran: 103)
Apa Sebab Perpecahan?
sebab utama perpecahan adalah sikap sektarian dan suka bergolong-golongan pada diri sebagian kaum muslimin terhadap suatu kelompok tertentu, jama’ah tertentu, atau sosok tertentu selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi bergolong-golongan. Maka engkau -wahai Muhammad- tidak ikut bertanggung jawab atas mereka sedikitpun.” (QS. al-An’am: 159).
“Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa agama memerintahkan untuk bersatu dan bersepakat, dan agama ini melarang tindak perpecah-belahan dan persengketaan bagi segenap pemeluk agama (Islam), dalam seluruh persoalan agama; yang pokok maupun yang cabang…”
Seorang muslim -apalagi penuntut ilmu dan da’i- semestinya memperhitungkan dampak dari pendapat atau ucapan yang dilontarkannya di hadapan manusia, apakah hal itu menimbulkan kekacauan di tengah-tengah mereka ataukah tidak.
Sebuah pelajaran berharga, bahwa perpecahan tidak akan teratasi dengan perpecahan pula. Perpecahan hanya bisa diatasi dengan persatuan yang sejati.
Barangsiapa mengira bahwa perpecahan bisa diatasi dengan sikap ta’ashub kepada sosok tertentu selain Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sungguh dia telah keliru!
Islam yang asli pada zaman Umayyah Abbasiyah telah dirusak, Syi’ah yang memurnikan islam justru dituduh sesat
“Nabi Muhammad saw menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin setelahnya
Nabi Muhammad saw datang membawakan ajaran mulia, Islam.
Sepanjang dakwahnya ia selalu mengenalkan Ali bin Abi Thalib kepada umatnya, bahkan menyatakan bahwa ia adalah pemimipin setelahnya.
Rasulullah saw meninggal dunia. Namun semua orang sibuk di Saqifah membahas siapakah yang layak menjadi pengganti nabi.
Ali bin Abi Thalib dan keluarganya dikucilkan.
Imam demi Imam silih berganti, sampai imam terakhir, Al Mahdi ghaib.
Kini kita tidak bisa merasakan kehadiran pimpinan di tengah-tengah kita. Ikhtilaf, perpecahan, perbedaan pendapat, permusuhan antar umat Islam… semuanya berakar di sejarah yang terlupakan.
Satu-satunya masalah yang paling besar yang memecahkan umat Islam menjadi Syi’ah dan non Syi’ah adalah kekhilafahan. Syi’ah meyakini Ali bin Abi Thalib adalah khalifah pertama, lalu Hasan dan Husain putranya, lalu Ali Zainal Abidin, dan seterusnya.
Apa Sebab Perpecahan?
sebab utama perpecahan adalah sikap sektarian dan suka bergolong-golongan pada diri sebagian kaum muslimin terhadap suatu kelompok tertentu, jama’ah tertentu, atau sosok tertentu selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi bergolong-golongan. Maka engkau -wahai Muhammad- tidak ikut bertanggung jawab atas mereka sedikitpun.” (QS. al-An’am: 159).
“Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa agama memerintahkan untuk bersatu dan bersepakat, dan agama ini melarang tindak perpecah-belahan dan persengketaan bagi segenap pemeluk agama (Islam), dalam seluruh persoalan agama; yang pokok maupun yang cabang…”
Seorang muslim -apalagi penuntut ilmu dan da’i- semestinya memperhitungkan dampak dari pendapat atau ucapan yang dilontarkannya di hadapan manusia, apakah hal itu menimbulkan kekacauan di tengah-tengah mereka ataukah tidak.
Sebuah pelajaran berharga, bahwa perpecahan tidak akan teratasi dengan perpecahan pula. Perpecahan hanya bisa diatasi dengan persatuan yang sejati.
Barangsiapa mengira bahwa perpecahan bisa diatasi dengan sikap ta’ashub kepada sosok tertentu selain Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sungguh dia telah keliru!
Islam yang asli pada zaman Umayyah Abbasiyah telah dirusak, Syi’ah yang memurnikan islam justru dituduh sesat
“Nabi Muhammad saw menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin setelahnya
Nabi Muhammad saw datang membawakan ajaran mulia, Islam.
Sepanjang dakwahnya ia selalu mengenalkan Ali bin Abi Thalib kepada umatnya, bahkan menyatakan bahwa ia adalah pemimipin setelahnya.
Rasulullah saw meninggal dunia. Namun semua orang sibuk di Saqifah membahas siapakah yang layak menjadi pengganti nabi.
Ali bin Abi Thalib dan keluarganya dikucilkan.
Imam demi Imam silih berganti, sampai imam terakhir, Al Mahdi ghaib.
Kini kita tidak bisa merasakan kehadiran pimpinan di tengah-tengah kita. Ikhtilaf, perpecahan, perbedaan pendapat, permusuhan antar umat Islam… semuanya berakar di sejarah yang terlupakan.
Satu-satunya masalah yang paling besar yang memecahkan umat Islam menjadi Syi’ah dan non Syi’ah adalah kekhilafahan. Syi’ah meyakini Ali bin Abi Thalib adalah khalifah pertama, lalu Hasan dan Husain putranya, lalu Ali Zainal Abidin, dan seterusnya.
2. Pedomanilah Kitabullah dan Ahlul bait
hadits tsaqalain yang berbunyi “Kitabullah wa Itrati” memiliki hadits “tandingan”yakni pedomanilah Rasulullah dan para Sahabat. Lalu kepada hadits mana kita harus berpegang ?? dan mana yang palsu ??
Mungkin sebagian orang menjadi bingung dan
menganggap ketiga hadits tersebut saling bertentangan, sehingga harus
dipegang salah satunya, dan ditinggalkan yang lainnya. Untuk itu
kemudian harus menguji satu persatu, mana hadits yang paling shahih.
Tapi pekerjaan ini bukanlah pekerjaan mudah. Jika setiap orang ingin
yakin sepenuhnya tentang mana yang paling shaheh, maka setiap orang
harus melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh para ahli atau
para peneliti hadits. Tidak akan selesai kita melakuan penelitian dalam
waktu satu atau dua bulan saja, untuk satu hadits ini saja. Bayangkan,
itu baru satu hadits. Padahal kita dihadapkan pada banyak hadits,
ratusan bahkan ribuan hadits yang dianggap memiliki pertentangan. Berapa
banyak umur yang akan kita habiskan untuk meneliti keshahehan
hadits-hadits ini satu persatunya? Itu karena orang awam, seolah-olah
ingin mengambil alih pekerjaan yang seharusnya hanya dilakukan oleh para
ahli.
Di tangan saya terdapat sebuah buku yang
berjudul “Dua Pusaka Nabi” yang isinya mengupas tuntas kajian matan dan
sanad hadits tsaqalain “Kitab dan Itrah”, berikut matan dan sanad hadits
yang dianggap berlawanan dengannya. Tebal buku tersebut adalah 684
halaman. Bayangkan, karena ingin meyakinkan keautentikan satu hadits
saja, penulisnya harus menguraikan fakta-fakta yang panjang lebar,
hingga mencapai 684 halaman. Coba renungkan, berapa juta lembar yang
dibutuhkan untuk menguraikan fakta-fakta keautentikan seribu hadits?
Akankah kita menghabiskan umur untuk menelaah seluruh kitab itu?
Dorongan untuk menelaah seluruh kajian sanad
dari suatu hadits tersebut, terutama karena ada pihak lain yang
meragukan keshahehannya, sementara pihak lainnya menyatakan dhaif, palsu
atau memaknainya dengan makna yang jauh berbeda bahkan bertentangan,
sehingga kita menjadi bimbang dan ingin memastikan keshahehannya, atau
karena kita ingin membuktikan kepada mereka yang tidak percaya
keshahehannya bahwa hadits tersebut memang shaheh.
“sunnah” yang di bawa sama “itrah” itu yang paling benar memadukannya,
‘itrah’ yang mana? tentu itrah yg dimaksud oleh Nabi saw,
itrah itu pengertiannya bisa ahlil bait artinya dari nasab keturunan
Keharusan berpegang dan mengikuti Kitabullah
dan sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bukanlah hanya
berdasarkan hadits2, akan tetapi berdasarkan firman Allah langsung di
dalam Al-Quran.
Diantaranya Allah berfirman :”Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah
sesat, sesat yang nyata.”(Q.S Al-Ahzab ayat 36)
Allah juga berfirman :”Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”(Q.S An-Nisa ayat 59)
inilah hadits nama-nama dua belas imam suci yang disebutkan oleh Rasulullah saw :
Dari Jabir Yazid al Ju`fy, ia berkata, “Jabir bin Abdillah Anshari berkata : ` Ketika Allah menurunkan menurunkan ayat :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu (Q.S 4: 59)”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Kami telah
kenal Allah dan RasulNya. Akan tetapi siapakah Ulil Amr yang ketaatan
kepadanya dihubugkan dengan ketaatan (kepada) Anda?
Beliau menjawab ,” Hai Jabir! Mereka adalah
para khalifah (penggantiku) dan pemimpin umat Islam setelahku. Yang
pertama (1)Ali bin Abi Thalib, kemudian (2)Hasan dan (3)Husain, kemudian
(4)Ali bin Husain, kemudian (5)Muhammad bin Ali, yang dalam Taurat
dikenal dengan al Baqir dan kamu, hai Jabir, akan menemuinya. Jika kamu
menjumpainya, sampaikan salamku atasnya! Kemudian (6)ash Shidiq Ja`far
bin Muhammad, kemudian (7)Musa bin Ja`far, Kemudian (8)Ali bin Musa,
kemudian (9)Muhammad bin Ali, kemudian (10)Ali bin Muhammad, kemudian
(11)Hasan bin Ali, kemudian yang kauniyahnya sama denganku, ia adalah al
Hujjah (bukti) Allah di bumi Nya, peninggalan Nya di kalangan (di
antara) hamba-hamba Nya, ia adalah (12) Putra Hasan bin Ali, Allah akan
menaklukan Timur dan Barat melalui tangannya, ia menghilang dari syiah
dan orang-orang yang mencintainya, sehingga tidak akan meyakini
imamahnya dengan teguh kecuali orang yang hatinya telah diuji oleh Allah
(dan berhasil dengan) keimanan.
Jabir berkata, `Aku berkata : “Wahai
Rasulullah, apakah pengikut-pengikut (syiah)-nya dapat mengambil manfaat
darinya pada masa ghaibnya?
Beliau menjawab “ Demi Dzat yang
membangkitkanku (mengutusku) dengan kenabian, mereka akan bersinar
dengan sinar cahayanya dan mengambil manfaat dengan wilayahnya pada masa
ghaibnya, sehingga manusia menarik manfaat dari matahari ketika
ditutupi awan tebal.” [41]
Selain riwayat-riwayat yang telah kami
sebutkan di atas, masih banyak riwyat lain yang senada dan memuat
kandungan serupa. Jumlah hadis tersebut mencapai ratusan, oleh sebab itu
tidak mungkin kami sebut semuanya dalam buku ini, bagi yang berminat
dapat merujuknya langsung ke buku yang secara khusus membahas
masalah-masalah tersebut, seperti : Muntakab al Atsar, karya Luftullah
as Shafi al Guybaygani, al Mahdi karya as Sayyid Shadruddin ash Shadr,
dan al Imam al Mahdi karya Muhammad Ali Dukhayyil.
[41] Ikmaluddin, I/365, Ilzam An Nashib, 55; Yanabi al Mawaddah, 465
Sumber : Ali Umar Al-Habsyi, Dua Pusaka Nabi, Hal. 319-320
hadith ” Tsaqalain” yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadith ahli Sunnah
Diantara hadithnya:
.
Al-Imam Abul Hussain Muslim bin Hajaj An-Naisaburi ( wafat 262 H) meriwayatkan dalam Shahihnya dengan sanadnya
(2408) حدثني
زهير بن حرب، وشجاع بن مخلد، جميعا عن ابن علية، قال زهير: حدثنا إسماعيل
بن إبراهيم، حدثني أبو حيان، حدثني يزيد بن حيان، قال: انطلقت أنا وحصين بن
سبرة، وعمر بن مسلم، إلى زيد بن أرقم، فلما جلسنا إليه قال له حصين: لقد
لقيت يا زيد خيرا كثيرا، رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم، وسمعت حديثه،
وغزوت معه، وصليت خلفه لقد لقيت، يا زيد خيرا كثيرا، حدثنا يا زيد ما سمعت
من رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: يا ابن أخي والله لقد كبرت سني،
وقدم عهدي، ونسيت بعض الذي كنت أعي من رسول الله صلى الله عليه وسلم، فما
حدثتكم فاقبلوا، وما لا، فلا تكلفونيه، ثم قال: قام رسول الله صلى الله
عليه وسلم يوما فينا خطيبا، بماء يدعى خما بين مكة والمدينة فحمد الله
وأثنى عليه، ووعظ وذكر، ثم قال: ” أما بعد، ألا أيها الناس فإنما أنا بشر
يوشك أن يأتي رسول ربي فأجيب، وأنا تارك فيكم ثقلين: أولهما كتاب الله فيه
الهدى والنور فخذوا بكتاب الله، واستمسكوا به ” فحث على كتاب الله ورغب
فيه، ثم قال: «وأهل بيتي أذكركم الله في أهل بيتي، أذكركم الله في أهل
بيتي، أذكركم الله في أهل بيتي» فقال له حصين: ومن أهل بيته؟ يا زيد أليس
نساؤه من أهل بيته؟ قال: نساؤه من أهل بيته، ولكن أهل بيته من حرم الصدقة
بعده، قال: ومن هم؟ قال: هم آل علي وآل عقيل، وآل جعفر، وآل عباس قال: كل
هؤلاء حرم الصدقة؟ قال: نعم
.
Telah meriwayatkan
kpd kami Zuhair bin Harb,dan Syuja`bin Makhlad kesemuanya daripada Ibnu
`Aliyah,kata Zuhair: telah meriwayatkan kepada kami Ismai`l bin
Ibrahim,telah meriwayatkan kepada kami Abuu Hayyan,meriwayatkan kepada
kami Yazid bin Hayyan,katanya: Aku telah bertolak bersama-sama Hushoin
bin Sabrah,dan `Umar bin Muslim menemui Zaid bin Arqam,apabila kami
duduk bermajlis bersamanya Hushoin berkata kepadanya: ” Sesungguhnya
engkau wahai Zaid telah mendapat kebaikan yang sangat banyak,engkau
pernah melihat Rasulullah sallallahu`alaihiwasallam,dan engkau telah
mendengar haditnya,dan engkau telah ikut berperang bersamanya,dan engkau
pernah solat di belakangnya dan sungguh enkau telah bertemunya, wahai
Zaid kebaikan yang banyak, khabarkanlah kepada kami wahai Zaid apa yang
telah engkau dengar daripada Rasulullah
sallallahu`alaihiwasallam,jawabnya: ” Wahai anak saudaraku,demi Allah
umurku telah tua,aku dah lama hidup,dan aku telah lupa sebahagian hadith
yang aku telah hafal daripada Rasulullah sallallahu`alahiwasallam ,maka
apa yang aku khabarkan kepada kamu maka terimalah,jika tidak aku ingat
maka jangan kamu memberat-beratkan aku,kemudian beliau berkata: ” Suatu
hari Rasulullah sallallahu`alaihiwasallam bangun beridiri berkhutbah
kepada kami disisi anak sungai yang bernama Khum yang terletak di antara
Makkah dan Madinah lalu beliau memuji Allah dan memberi nasihat serta
peringatan kemudian beliau bersabda: ” Amma Ba`d, ketahuilah wahai
manusia,maka sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia hampir-hampir
utusan tuhanku( malaikat maut) mendatangiku dan aku dimatikan,dan aku
meninggalkan kepada kamu tsaqalain( dua perkara yang berat): yang
pertamanya ialah Kitab Allah,padanya terdapat petunjuk dan cahaya maka
berpeganglah dengan Kitab Allah,dan berpegang teguhlah
dengannya”,kemudian beliau menggalakkan agar melazimi kitab Allah dan
memberi motivasi agar berpegang dengannya, kemudian beliau bersabda:
“Ahli Baitku, Aku mengingatkan kamu dengan Allah agar menjaga hak-hak
ahli baitku,aku mengingatkan kamu dengan Allah terhadap ahli baitku,aku
mengingatkan kamu dengan Allah terhadap ahli baitku..” Kata Hushoin
kepadanya: ” Dan siapakah ahli baitnya?,bukankah isteri-isterinya
termasuk ahli baitnya?, jawab Zaid: ” isteri-isterinya adalah ahli
baitnya,akan tetapi ahli baitnya adalah sesiapa yang diharamkan
sadaqah(zakat) selepas kewafatannya” dia bertanya lagi: ” Siapa mereka?”
Jawab Zaid: ” Mereka ialah aali( Keluarga) `Ali,keluarga `Aqil,keluarga
Ja`afar dan keluarga `Abbas”. Dia bertanya lagi: ” Kesemua mereka itu
diharamkan sadaqah(zakat)? ” Jawab Zaid: ” Y
.[ HR Muslim no:2408, Kitab Fadhail As-Sohabah Radiallahu`anhum, Bab Fadhail `Ali bin Abi Talib Radiallahu`anhu ]
.
Hadith berkenaan
Tsaqalain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah Hadith yang paling
shahih dalam bab ini,dan merupakan umdah(asas) pada masalah ini.Adapun
hadith-hadith lain yang shahih diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan
selainya seperti diriwayatkan beliau dengan sanadnya
3788 - حدثنا علي بن
المنذر الكوفي قال: حدثنا محمد بن فضيل قال: حدثنا الأعمش، عن عطية، عن أبي
سعيد، والأعمش، عن حبيب بن أبي ثابت، عن زيد بن أرقم قالا: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: ” إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا بعدي أحدهما
أعظم من الآخر: كتاب الله حبل ممدود من السماء إلى الأرض. وعترتي أهل
بيتي، ولن يتفرقا حتى يردا علي الحوض فانظروا كيف تخلفوني فيهما «هذا حديث
حسن غريب»
.
Telah meriwayatkan
kepada kami `Ali bin Munzir Al-Kufi katanya: Telah meriwayatkan kepada
kami Muhammad bin Fudhail katanya: Telah meriwayatkan kepada kami
`Al-`Amasy,daripada `Atiyah,daripada Abi Sa`id dan Al`Amasy daripada
Habib bin Abi Thabit,daripada Zaid bin Arqam katanya: Rasulullah
sallalahu`alaihiwasallam bersabda: ” Sesungguhnya aku telah meninggalkan
kepada kamu apa yang jika kamu berpegang teguh dengannya maka kamu
tidak akan sesat selepasku, salah satunya sangat agung daripada yang
lain: Kitab Allah tali yang dihulurkan daripada langit ke bumi,dan ahli
`itrah ahli baitku,dan tidak akan berpisah antara keduanya sehinggalah
disampaikan keduanya kepadaku al-haudh(telaga) maka lihatlah kamu semua
bagaiman kamu menggantikan aku dalam menjaga hak-hak keduanya
.
[ HR Tirmidzi
no:3786,3788, Bab Manaqib Ahli Baitin Nabi sallallahu`alaihiwasallam dan
At-Tirmidzi menyebutkan hadith ini hasan gharib,dan Syeikh Al-Albani
mensahihkannya
Selain itu perlu difahami bahwa bagi
kaum syiah, menggunakan redaksi bihi maupun bihima, tidaklah menyalahi
makna bahwa maksudnya adalah “Quran dan ahli bait nabi”. Kenapa? Karena
Quran dan Ahli Bait nabi dianggap sebagai satu. Sebagaimana Muhammad saw
dan al-Quran dianggap sebagai suatu kesatuan. Oleh karena itu, baik
Muhammad saw dan Ali disebut sebagai al-Quran Natiq, yakni al-Quran yang
berbicara.
Kitabullah dan Ahlul bait:
Muslim 4425.
Telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin
Harb] dan [Syuja' bin Makhlad] seluruhnya dari [Ibnu 'Ulayyah], [Zuhair]
berkata; Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ibrahim]; Telah
menceritakan kepadaku [Abu Hayyan]; Telah menceritakan kepadaku [Yazid
bin Hayyan] dia berkata; “Pada suatu hari saya pergi ke [Zaid bin Arqam]
bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk,
Husain berkata kepada Zaid bin Arqam. Hai Zaid, kamu telah memperoleh
kebaikan yang banyak. Kamu pernah melihat Rasulullah. Kamu pernah
mendengar sabda beliau. Kamu pernah bertempur menyertai beliau. Dan kamu
pun pernah shalat jama’ah bersama beliau. Sungguh kamu telah memperoleh
kebaikan yang banyak. OIeh karena itu hai Zaid. sampaikanlah kepada
kami apa yang pernah kamu dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam!
.
Zaid bin Arqam berkata; Hai kemenakanku, demi Allah sesungguhnya aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, apa yang bisa aku sampaikan, maka terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan. maka janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.” Kemudian Zaid bin Arqam meneruskan perkataannya.
Zaid bin Arqam berkata; Hai kemenakanku, demi Allah sesungguhnya aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, apa yang bisa aku sampaikan, maka terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan. maka janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.” Kemudian Zaid bin Arqam meneruskan perkataannya.
.
Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata; Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya.
Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata; Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya.
.
Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Kitabullah yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Kitabullah dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Kitabullah. Kedua, keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku.” (Beliau ucapkan sebanyak tiga kali). Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn; “Hai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu adalah ahlul bait (keluarga) nya?” Zaid bin Arqam berkata; “Istri-istri beliau adalah ahlul baitnya. tapi ahlul bait beliau yang dimaksud adalah orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggalan beliau.” Husain bertanya; “Siapakah mereka itu?” Zaid bin Arqam menjawab; “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.” Husain bertanya; “Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima zakat?” Zaid bin Arqam menjawab.”Ya.”
dst
Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Kitabullah yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Kitabullah dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Kitabullah. Kedua, keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku.” (Beliau ucapkan sebanyak tiga kali). Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn; “Hai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu adalah ahlul bait (keluarga) nya?” Zaid bin Arqam berkata; “Istri-istri beliau adalah ahlul baitnya. tapi ahlul bait beliau yang dimaksud adalah orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggalan beliau.” Husain bertanya; “Siapakah mereka itu?” Zaid bin Arqam menjawab; “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.” Husain bertanya; “Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima zakat?” Zaid bin Arqam menjawab.”Ya.”
dst
.
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin
Bakkar bin Ar Rayyan]; Telah menceritakan kepada kami [Hassan] yaitu
Ibnu Ibrahim dari [Sa'id] yaitu Ibnu Masruq dari [Yazid bin Hayyan] dari
[Zaid bin Arqam] dia berkata; Kami menemui Zaid bin Arqam, lalu kami
katakan kepadanya; ‘Sungguh kamu telah memiliki banyak kebaikan. Kamu
telah bertemu dengan Rasulullah, shalat di belakang beliau…dan
seterusnya sebagaimana Hadits Abu Hayyan. Hanya saja dia berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Ketahuilah
sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat
besar. Salah satunya adalah Al-Qur’an, barang siapa yang mengikuti
petunjuknya maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang
meninggalkannya maka dia akan tersesat.’ Juga di dalamnya disebutkan
perkataan; Lalu kami bertanya; siapakah ahlu baitnya, bukankah
istri-istri beliau? Dia menjawab; Bukan, demi Allah, sesungguhnya
seorang istri bisa saja dia setiap saat bersama suaminya. Tapi kemudian
bisa saja ditalaknya hingga akhirnya dia kembali kepada bapaknya dan
kaumnya. Yang dimaksud dengan ahlu bait beliau adalah, keturunan beliau
yang diharamkan bagi mereka untuk menerima zakat.’
.
Sunan Darimi no. 3182.
Telah menceritakan kepada kami [Ja'far bin
'Aun] telah menceritakan kepada kami [Abu Hayyan] dari [Yazid bin
Hayyan] dari [Zaid bin Arqam] ia berkata, “Suatu hari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdiri khutbah, beliau memuji Allah
dan memuja-Nya kemudian bersabda: “Wahai manusia, aku hanyalah seorang
manusia, hampir tiba masanya utusan Rabbku datang padaku hingga aku pun
harus memenuhi- Nya. Dan sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian dua
perkara yang berat. Pertama adalah Kitabullah yang
mengandung di dalamnya petunjuk dan cahaya maka berpegang teguhlah
dengan Kitabullah dan ambillah ia.” Maka beliau mendorong dan
menganjurkan untuk berpegang teguh kepadanya. Kemudian beliau bersabda:
‘Aku ingatkan kalian akan Allah pada Ahlu baitku.’ Beliau mengatakan tiga kali.”
.
Tirmidzi no. 3718 dan 3719
Telah menceritakan kepada kami [Nahsr bin
Abdurrahman Al Kuffi] telah menceritakan kepada kami [Zaid bin Al Hasan,
dia adalah seorang dari Anmath] dari [Ja'far bin Muhammad] dari
[ayahnya] dari [Jabir bin Abdullah] dia berkata; saya melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hajinya ketika di ‘Arafah, sementara
beliau berkhutbah di atas untanya -Al Qahwa`- dan saya mendengar beliau
bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah meninggalkan
di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegang kepadanya,
maka kalian tidak akan pernah sesat, yaitu; kitabullah dan sanak saudara ahli baitku.”
Perawi (Abu Isa) berkata; “Dan dalam bab ini, ada juga riwayat dari Abu
Dzar, Abu Sa’id, Zaid bin Arqam dan Hudzaifah bin Asid. ia berkata;
“hadits ini derajatnya hasan gharib melalui jalur ini. Lalu ia
melanjutkan; “Sa’id bin Sulaiman dan banyak dari kalangan ulama` yang
telah meriwayatkan dari Zaid bin Hasan.”
.
Tirmidzi no. 3720.
Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Al
Mundzir Al Kufi] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Fudhail]
telah menceritakan kepada kami [Al A'masy] dari ['Athiyah] dari [Abu
Sa'id Al A'masy] dari [Habib bin Abu Tsabit] dari [Zaid bin Arqam
radliallahu 'anhuma] keduanya berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian
sesuatu yang sekiranya kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian
tidak akan tersesat sepeninggalku, salah satu dari keduanya itu lebih
agung dari yang lain, yaitu; kitabullah adalah tali yang Allah bentangkan dari langit ke bumi, dan keturunanku dari ahli baitku,
dan keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang menemuiku di
telaga, oleh karena itu perhatikanlah, apa yang kalian perbuat terhadap
keduanya sesudahku.” Perawi (Abu Isa) berkata; “Hadits ini adalah hadits
hasan gharib.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar