Pencarian Isi Blogg Ini

Rabu, 06 Februari 2013

HAM dan Demokrasi Adalah Wasiat Nabi

Melarang orang jadi syi’ah dan melarang penyebaran syi’ah adalah PELANGGARAN HAM

Ini Pendapat Mahfud MD Soal Ajaran Syiah

Ketua MK Mahfud MD (Foto: Dok Okezone)
Ketua MK Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menolak berkomentar banyak mengenai bergulirnya polemik syiah
.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini merupakan putra Madura dia tak mau ambil pusing dengan pendapat yang mengatakan ajaran syiah sesat
.
Menurut dia, masalah keyakinan tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun, termasuk negara sekalipun.”Kalau saya mengatakan semua keyakinan itu tidak boleh diintervensi oleh negara. Keyakinan itu tak boleh diganggu orang lain, kecuali dia mengganggu keyakinan orang lain,” jelasnya.Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, seharusnya pascakejadian tersebut agar diselamatkan terlebih dahulu
.
“Sekarang selamatkan dulu orang-orang yang saat ini sedang terancam. Orang yang menghukum orang, itu namanya biadab,” ucapnya kepada wartawan diruang kerjanya di Gedung MK Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2012).
Mahfud pun menghimbau kepada segenap pengikut Islam Sunni agar rukun sesama umat Islam.”Saya ingin menghimbau kepada saudara-saudara saya Islam Sunni. Mari kita menyadari bahwa posisi kebesaran kuantitas, posisi Sunni di dunia juga tidak seragam. kita besar di sini, sunni besar syiah kecil, tidak boleh untuk sewenang-wenang kepada yang kecil,” tambahnya.Mahfud pun berharap berhentinya kericuhan antar agama maupun sekte, diharapkan agar pemeluk harus saling toleransi. “Yang paling cocok itu saling toleran, tidak bisa adu kekuatan karena penganutnya banyak. Di Indonesia Sunni bisa, coba pergi ke Alzabazar disana Syiah semua, tapi Sunni disana aman,” tutur pria asal Sampang, Madura itu.
kata Mahfud, pilihannya adalah toleransi antar pemeluk agama dan beda keyakinan. Itulah hal yang paling inti mengenai perbedaan keyakinan beragama yang diatur konstitusi kita.
Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi merupakan “barang” baru. Akan tetapi, tidak dapat dimungkiri bahwa keduanya telah menjadi topik sentral dan issu paling strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada era modern ini. Jika demikian halnya, bagaimanakah agama Islam menyikapi keduanya? Sebagai agama yang mengklaim diri sempurna, apakah ajaran Islam yang pondasinya dibangun pada 14 abad yang lampau telah merepresentasikan keduanya?
Buku kecil ini mencoba mengeksplorasi sabda dan teladan Rasulullah Saw. yang terkait dengan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi. Prinsip-prinsip yang pernah digariskan Rasulullah Saw. sepanjang hidupnya, penyelesaian berbagai kasus dan konflik yang pernah terjadi di sekitar dirinya, hingga konsep-konsep sosial politik yang dibangunnya, tak diragukan lagi adalah sesuatu yang sama dengan konsep HAM dan Demokrasi ala Barat, untuk tidak menyebutnya lebih unggul lagi.
Sesungguhnya Allah memberi kebebasan kepada orang yang “melanggar HAM”. Hingga apabila datang siksaan-Nya, sama sekali ia tidak akan dapat menghindarinya.(HR. Bukhari-Muslim)

Kebebasan beragama

Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari agama resmi. Pasal 18 dalam Kovenan Internasional PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya adalah satu kezaliman spiritual. Kebebasan beragama merupakan satu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa dengan, toleransi agama, pemisahan antara agama dan negara, atau negara sekuler
Rabu, 12 Desember 2012 14:42
Jalal: “Perbedaan selalu ada
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Selasa (11/12/2012) menggelar kuliah umum. Hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber tunggal, Dr. Jalaludin Rahmat, Ketua Dewan Syura Iakatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), sebuah organisasi Syiah, menyebutkan perbedaan sebagai sebuah rahmat.
“Perbedaan selalu ada, yang terbaik adalah saling menghormati, karena perbedaan adalah rahmat,” ujarnya dalam kuliah tersebut pada, Selasa 11 Desember 2012 di Ruang Teatrikal Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Jalaludin mengatakan, saat ini kita dihadapkan ke dalam dunia ilmiah, tidak seperti dulu, sering masih terbatas pada pendapat. Menurut dia, segala sesuatu membutuhkan dasar yang kuat, supaya bisa dinilai dan berbobot, katanya.
Dalam kuliah ini, banyak menyoroti permasalahan perbedaan paham antara aliran Sunni dan Syi’ah di Indonesia secara khusus. “Di dalam tubuh Sunni juga ada berbagai perbedaan, begitu juga di dalam syi’ah sendiri pun ada perbedaan. Perbedaan yang hakiki yang perlu dibicarakan,” ujar Jalaludin.
Ia mengatakan, jika ada yang bilang orang Syi’ah memiliki kitab al-Qur’an sendiri (berbeda dengan al-Qur’an orang Sunni) maka itu hanya ada dalam cerita. “Al-Qur’an Sunni sama juga dengan al-Qur’annya orang Syi’ah, imbuhnya.
Salah satu yang menjadi perbedaan Sunni dan Syi’ah adalah dalam menyangkut pemahaman sahabat Nabi (khulafa al-Rasyidin). Menurut dia, hal ini merupakan pilihan seseorang muslim.
Apakah mau mengikuti Nabi dengan cara mencontoh/meyakini para sahabat Nabi tersebut, atau ahlu al-bait (Ali bin Abi Thalib). Itu merupakan pilihan, tergantung mau milih yang mana. Itu yang merupakan perbedaan yang menjadi rahmat, katanya.

Tidak ada komentar: