Islam Umawy yang dipaksakan oleh para tiran Bani Umayyah, mulai
Mu’awiyah bin Abu Sufyan (Gembong Penganjur Kepada Api Neraka, seperti
disabdakan Nabi dalam hadis shahih riwayat Imam Bukhari) ingin memaksa
kita agar menanggalkan baju kecintaan kepada Ahlulbait ra. dengan
berbagai cara dan rayuan -serta tidak jarang juga dengan intimidasi-
mereka hendak mempengaruhi kita agar tidak lagi mencinta dan menghormati
keluarga Nabi .
Salafi Wahabi pelanjut misi sesat kaum Nawashib!
Tidak ada kebencian terhadap keluarga suci Nabi Muhammad saw. yang
ditampakkan kelompok yang mengaku Muslim melebihi kebencian kaum
Nawâshib, baik al Bakriyyah al Utsmaniyyah maupun kaum Khawârij. Sejarah
mencatat bahwa tidak sedikit dari mereka yang menyelinap di
tengah-tengah umat Islam dengan menyembunyikan identitas mereka
sesungguhnya, namun demikian kebusukan akidah dan jiwa mereka sulit
mereka sembunyikan, sebab sepandai-pandai seorang menyembunyikan bangkai
pasti suatu saat, cepat atau lambat akan tercium juga baunya! Kebusukan
mental dan jiwa mereka akan tercium melalui kata-kata yang terlontar
atau sikap sinis yang tampak dari mereka.
Beberapa abad silam ajaran menyimpang dan kesesatan kaum Nawâshib
mulai dihidupkan dan disebar-luaskan kembali oleh Ibnu Taimiyah dan
murid-murid setiapnya seperti Ibnu Qayyim, adz Dzahabi dkk. Dan kini
tonggak obor estafet itu direbut oleh kaum Salafiyah Wahabiyah.
Dengan semangat berkobar-kobar mereka bangkit menghidupkan kembali
dan menyebar-luaskan kesesatan kaum Nawâshib dengan berkedok ajaran
sesat mereka adalah ajaran Ahlusunnah wa al Jama’ah. Aktifitas mereka
juga tertuju kepada pendha’ifan dan menvonis maudhû’/ palsu hadis-hadis
keutamaan Imam Ali dan Ahlulbait Nabi saw. dengan berbagai alasan yang
mengada-ngada. Di samping yang tidak mereka lewatkan adalah membela
mati-matian musuh-musuh Imam Ali dan Ahlulbait as., seperti Mu’awiyah.
Yazid, Amr ibn al ‘Âsh dkk.
Seperti telah kami singgung bahwa di antara cara licik dan licin
mereka adalah mempoles pandangan sesat kaum Nawâshib sebagai yang
mewakili pandangan Sunni. Dalam rangka ini mereka tidak segan-segan
memalsu atas nama tokoh-tokoh Salaf!
wahabi mengikuti ijtihad akal PARA SAHABAT walaupun melanggar NASH
Syi’ah patuh pada nash Nabi SAW
Pada dasarnya Sunni dan Syi’ah sudah muncul pada masaNABi SAW hidup
Hanya saja kemudian ada penambahan penambahanterhadap ajaran Sunni
oleh Dinasti Umayyah Abbasiyah, misalnya : Doktrin Semua Sahabat adil
dan doktrin Nabi tidak menunjuk siapapun sebagai khalifah pengganti…
Studi Kritis Hadis Dua Belas Orang Munafik
Di zaman sekarang virus salafy nashibi telah menyebar kemana-mana bahkan menjangkiti mereka yang tidak mengaku salafy. Hal ini disebabkan mereka sering membaca tulisan-tulisan salafy yang tampak ilmiah dipenuhi hadis-hadis yang ditafsirkan secara bathil.
Terdapat hadis yang menjadi salah satu korban kebatilan kaum salafy dan
pengikutnya yaitu hadis dua belas orang munafik diantara sahabat Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Hadis ini diriwayatkan dalam Shahih
Muslim maka tak ada jalan lain bagi nashibi melemahkannya selain membuat
tafsir-tafsir bathil demi membela doktrin yang mereka anut yaitu “keadilan sahabat ala nashibi”.
Yang kami maksud dengan “keadilan sahabat ala nashibi”
adalah mereka menampakkan dalam perkataan mereka kalau semua sahabat itu
adil tidak maksum tetapi dalam hati mereka, sahabat adalah maksum,
tidak boleh dikritik, disalahkan dan dicela apapun maksiat yang mereka
perbuat. Setiap maksiat dan kesalahan harus dinyatakan ijtihad yang
mendapatkan pahala.
Ini tidak bermakna SAHABAT MUNAFiK cuma 12 orang saja
.
At Taubah 9 : 100
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ
عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
diantara golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada
Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar
.
Al-Hasyr 59 : 8
لِلْفُقَرَاء الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيارِهِمْ
وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً
وَيَنصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung
halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah
dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah
orang-orang yang benar
.
Al-Fath 48 : 18
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ
تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ
عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui
apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka
dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya)
.
Al-Fath 48 : 29
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ
فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ
أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ
فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً </span>
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia
Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud . Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan
hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar
.
Al-Munafikun 63 : 1 (Sahabat yang Ketahuan Munafiknya)
إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ
اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta
.
At Taubah 9 : 101 (sahabat munafik yang tidak diketahui)
وَمِمَّنْ حَوْلَكُم مِّنَ الأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ
الْمَدِينَةِ مَرَدُواْ عَلَى النِّفَاقِ لاَ تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ
نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُم مَّرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ
عَظِيمٍ
Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada
orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka
keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui
mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami
siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar
.
Al-Ahzab 33 : 12 (berita tentang sahabat munafik)
وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ مَّا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا غُرُوراً
Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang
berpenyakit dalam hatinya berkata :”Allah dan Rasul-Nya tidak
menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”
.
At Taubah 9 : 102 (ada yang mencampur adukan yang hak dengan yang bathil)
وَآخَرُونَ اعْتَرَفُواْ بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُواْ عَمَلاً صَالِحاً
وَآخَرَ سَيِّئاً عَسَى اللّهُ أَن يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللّهَ
غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka,
mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang
buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi maha Penyayang

Lalu atas dasar apa sunni mengatakan Semua Sahabat itu Adil ? ,
Apakah :
1. Atas dasar keberanian kalian melawan kepada Allah dan Rasul-Nya kah ?,
2. Atau atas dasar kalian hendak menyakiti Allah dan Rasul-Nya ?

Sahabat Nabi Yang Murtad Di Zaman Umar
Judul yang menyesatkan?. Bukan menyesatkan tetapi Faktanya memang begitu. Sejarah menyebutkan ada Sahabat Nabi yang masuk islam pada peristiwa Fath Al Makkah, mengikuti Haji wada tetapi pada akhirnya di masa khalifah Umar ia menjadi Nasrani alias murtad. Sahabat yang dimaksud adalah Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf. Banyak para ulama yang menyebutnya sebagai Sahabat Nabi
Ibnu Hajar juga menyebutkan
Pada masa Umar dikabarkan bahwa Rabi’ah bin Umayyah pernah melakukan penyimpangan dalam agama yaitu meminum Khamar
Riwayat di atas diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Al Mushannaf 10/231 no 18943, Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 4 no 8136 dan Baihaqi dalam Sunan Baihaqi 8/333 no 17403. Riwayat ini telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat. Al Hakim telah menshahihkan riwayat tersebut dan Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak 6/419 no 8136 juga menshahihkannya. Al Hakim berkata
Apa yang menyebabkan Rabi’ah bin Umayyah murtad? mungkin dikarenakan pada masa Umar ia pernah meminum khamar, dan ketika akan dihukum ia tidak suka dan pergi ke Rum dan menjadi Nasrani di sana.
Ada suatu kaidah yang cukup dikenal bahwa seseorang disebut sebagai sahabat jikaorang tersebut bertemu dengan Rasulullah SAW beriman kepada Beliau dan meninggal dalam keadaan Islam. Dengan dasar ini maka dengan mudah ada yang mengatakan Rabi’ah bin Umayyah jelas bukan sahabat Nabi karena ia telah murtad di zaman Umar. Tetapi anehnya kenapa banyak sekali ulama yang tetap menyebutkan Rabi’ah bin Umayyah dalam kitab mereka tentang para Sahabat Nabi. Bahkan Ibnu Hajar mengakui kalau Rabi’ah seorang Sahabat Nabi.
Ada yang musykil dari pernyataan “meninggal dalam keadaan islam”. Coba pikirkan dengan baik, bukankah jika ada tabi’in yang mau mengambil hadis dari para Sahabat Nabi maka mereka harus mengenal terlebih dahulu siapa itu para Sahabat. Nah jika seseorang Sahabat itu diketahui dengan syarat “meninggal dalam keadaan islam” maka hal ini menjadi musykil, dengan terpaksa tabiin itu harus menunggu terlebih dahulu sampai seseorang yang diduga Sahabat itu meninggal dan lihat apakah ia meninggal dalam keadaan islam atau tidak, jika ia meninggal dalam keadaan islam maka orang tersebut sah sebagai Sahabat. Tetapi jika sahabat itu sudah meninggal bagaimana mau diambil hadisnya?.
Ataukah para tabiin itu langsung saja mengambil hadis dari mereka yang diduga Sahabat, kemudian dilihat apakah sahabat itu mati dalam keadaan islam atau tidak, jika meninggal dalam keadaan islam maka hadisnya diambil, jika tidak maka hadis yang sudah dipelajari tersebut harus ditolak. Inipun musykil juga, misalnya tabiin A mengambil hadis katakanlah 50 hadis dari Sahabat B (belum bisa dipastikan sahabat karena belum tahu akan meninggal dalam keadaan apa). Tabiin A harus memastikan terlebih dahulu kalau sahabat B tadi memang benar Sahabat dengan cara menunggu sampai Sahabat B wafat dan dilihat Sahabat B tersebut meninggal dalam keadaan islam atau tidak. Selama menunggu bagaimanakah status 50 hadis yang tabiin A ambil?. Bukankah ketika sahabat B masih hidup tidak bisa dipastikan ia meninggal dalam keadaan apa, mungkinkah 50 hadis tadi masih meragukan dan belum bisa diamalkan?. Seandainya sahabat B ternyata murtad, bagaimanakah status 50 hadis tadi? langsung ditolak atau diterima dengan alasan hadis itu diambil sebelum Sahabat B murtad, kalau begitu apa gunanya syarat “meninggal dalam keadaan islam”. Pernahkah anda terpikir, seseorang yang menyia-nyiakan keislamannya dengan menjadi murtad, artinya ia terbukti tidak bisa dipercaya dalam menjaga agamanya. Apakah orang seperti itu bisa dianggap terpercaya?. Saya jadi bingung
Rabi’ah bin Umayyah bertemu Rasulullah SAW, pada saat Fathul Makkah dia beriman kepada Rasul SAW. Rabi’ah dikabarkan pernah murtad di zaman Umar dan menjadi Nasrani, sayangnya saya belum menemukan riwayat dalam agama apa Rabi’ah meninggal. Apakah ini yang menyebabkan para ulama tetap menyebutkannya sebagai Sahabat Nabi?. Entahlah, hanya saja kesimpulan yang valid adalah dari masa Fath Al Makkah hingga masa pemerintahan Umar, Rabiah bin Umayyah tidak diragukan adalah seorang Sahabat Nabi. Rabi’ah bin Umayyah seorang Sahabat Nabi yang kemudian murtad dari agama Islam
.
Sahabat Nabi Yang Dikatakan Munafik Dalam Shahih Muslim?
Judul yang sensasional, mungkin ya tapi silakan dibaca dulu dengan seksama dan berikan penilaian yang objektif. Pembicaraan seputar sahabat Nabi memang sangat sensitif, setidaknya bagi kalangan tertentu. Kenapa? Karena sahabat Nabi lebih dikenal sebagai orang-orang yang mulia, suri tauladan yang agung dan orang yang berjasa besar bagi umat Islam. Saya tidak menyangkal hal itu, tetapi seperti biasacara berpikir fallacyus ala generalisasi yang menjangkiti sebagian orang terkadang mengundang tanda tanya bagi orang yang mau menggunakan akalnya. Mereka beranggapan bahwa sahabat Nabi tidak boleh dikritik, barang siapa yang berani mengkritik sahabat Nabi maka tak peduli kritikannya benar atau tidak, ia akan dianggap telah mencela sahabat Nabi.
Singkat cerita mencela sahabat Nabi akan dianggap zindiq minimal sesat. Apa jadinya jika mereka menemukan dalam kitab-kitab shahih terdapat kritikan terhadap Sahabat Nabi?. Mereka akan menolak, menakwilkan, berdalih atau apapun, intinyaanda salah mereka benar dan Sahabat Nabi selalu mulia. Bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa diantara Sahabat Nabi terdapat orang-orang munafik?. Oooh sudah pasti orang tersebut pasti akan mendapat cap sesat dhalalah bin dhalalah.
.
Dalam kitab Shahih Muslim 4/2143 no 2779 (9) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi disebutkan bahwa diantara sahabat Nabi terdapat orang munafik
Matan hadis Shahih Muslim di atas menyatakan bahwa Rasulullah SAW sendiri yang menyebutkan ada sahabat Beliau yang munafik. Sudah menjadi kenyataan bahwa dalil sejelas apapun selalu bisa dicari-cari penolakannya. Mereka yang menolak ada sahabat Nabi munafik mengatakan bahwa hadis Shahih Muslim di atas menceritakan bahwa ada dua belas orang munafik dari Umat Nabi SAW dan mereka bukanlah sahabat Nabi SAW. Mereka berdalih dengan hadis berikutnya dalamShahih Muslim 4/2143 no 2779 (10) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi
Kedua hadis Shahih Muslim diatas adalah Shahih, tetapi dalih sebagian orangbahwa dua belas orang munafik itu bukan sahabat Nabi tetapi Umat Nabi tidak bisa diterima begitu saja. Justru jika kita menerima keshahihan kedua hadis ini maka tidak ada pertentangan antara hadis yang satu dengan yang lain hingga kita harus menolak salah satunya
Makna ini sesuai dengan kedua hadis di atas dan tidak menolak atau menyangkal salah satu hadis. Berbeda dengan penakwilanbahwa dua belas orang munafik itu diantara Umat Nabi tetapi bukan sahabat Nabi, karena penakwilan ini dengan terpaksa telah menentang hadis yang shahih dan jelas yaitu hadis dengan lafaz SahabatKu. Begitulah adanya, dan silakan direnungkan
Judul yang menyesatkan?. Bukan menyesatkan tetapi Faktanya memang begitu. Sejarah menyebutkan ada Sahabat Nabi yang masuk islam pada peristiwa Fath Al Makkah, mengikuti Haji wada tetapi pada akhirnya di masa khalifah Umar ia menjadi Nasrani alias murtad. Sahabat yang dimaksud adalah Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf. Banyak para ulama yang menyebutnya sebagai Sahabat Nabi
- Al Baghawi menyebutkan Rabiah bin Umayyah bin Khalaf Al Qurasy sebagai seorang Sahabat dalam Mu’jam As Shahabah 2/389 riwayat no 757.
- Adz Dzahabi menyebutkan nama Rabi’ah bin Umayyah dalam Tajrid Asma As Shahabah no 1845.
- Abu Nu’aim juga menyebutkan Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf dalamMa’rifat As Shahabah no 2432, Abu Nu’aim menuliskan riwayat dari Ibnu Ishaq bahwa Rabi’ah adalah orang yang mengulangi dengan keras khutbah Rasulullah SAW pada saat haji wada agar terdengar oleh seluruh sahabat.
- Ibnu Atsir memasukkan nama Rabiah bin Umayyah dalam Asad Al Ghabah Fi Ma’rifat As Shahabah 2/248 dan mengatakan bahwa hadis Rabiah diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Yunus bin Bakir
- Ibnu Abdil Barr memasukkan nama Rabi’ah bin Umayyah dalam Al Isti’ab Fi Ma’rifat As Shahabah 2/721 dan mengatakan bahwa ia memeluk islam pada Fath Makkah.
ربيعة بن أمية بن خلف بن وهب بن حذافة بن جمح القرشي الجمحي أخو صفوان أسلم يوم الفتح وكان شهد حجة الوداع
Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf bin Wahab bin Hudzafah bin Jumah Al Qurasy Al Jumahi saudara Shafwan memeluk islam pada hari Fath Al Makkah dan ia menyaksikan haji wada.Ibnu Hajar juga menyebutkan
لكان عده في الصحابة صوابا لكن ورد أنه ارتد في زمن عمر
Walaupun tidak diragukan kalau ia seorang sahabat telah dikabarkan bahwa ia murtad di zaman Umar.Pada masa Umar dikabarkan bahwa Rabi’ah bin Umayyah pernah melakukan penyimpangan dalam agama yaitu meminum Khamar
عن عبد الرحمن بن عوف أنه حرس ليلة مع عمر بن الخطاب فبينا هم يمشون شب لهم سراج في بيت فانطلقوا يؤمونه حتى إذا دنوا منه إذا باب مجاف على قوم لهم فيه أصوات مرتفعة ولغط فقال عمر وأخذ بيد عبد الرحمن أتدري بيت من هذا قال قلت لا قال هو ربيعة بن أمية بن خلف وهم الآن شرب فما ترى قال عبد الرحمن أرى قد أتينا ما نهانا الله عنه نهانا الله فقال ولا تجسسوا فقد تجسسنا فانصرف عنهم عمر وتركهم
Dari Abdurrahman bin ‘Auf bahwa ia pernah jaga malam bersama Umar bin Khattab. Ketika mereka sedang berjalan, mereka melihat lampu menyala dari sebuah rumah, maka mereka mendatangi rumah tersebut. Ketika mereka sampai ke rumah tersebut, pintunya terbuka tanpa seorang pun di sana, sedangkan dari dalam rumah terdengar suara yang sangat keras. Umar memegang tangan Abdurrahman dan berkata “tahukah kamu ini rumah siapa?” Abdurrahman menjawab “tidak.” Umar berkata “Ini adalah rumah Rabi‘ah bin Umayyah bin Khalaf, saat ini mereka sedang meminum khamr, bagaimana pendapat mu?”. Abdurrahman berkata: “Menurutku, kita sekarang ini telah melakukan sesuatu yang dilarang Allah. Bukankah Allah telah berfirman “Dan janganlah kamu memata-matai” dan kita telah memata-matai mereka. Setelah mendengar perkataannya, Umar pergi dan meninggalkan mereka.Riwayat di atas diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Al Mushannaf 10/231 no 18943, Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 4 no 8136 dan Baihaqi dalam Sunan Baihaqi 8/333 no 17403. Riwayat ini telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat. Al Hakim telah menshahihkan riwayat tersebut dan Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak 6/419 no 8136 juga menshahihkannya. Al Hakim berkata
هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه
Hadis ini sanadnya shahih tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannyaApa yang menyebabkan Rabi’ah bin Umayyah murtad? mungkin dikarenakan pada masa Umar ia pernah meminum khamar, dan ketika akan dihukum ia tidak suka dan pergi ke Rum dan menjadi Nasrani di sana.
Ada suatu kaidah yang cukup dikenal bahwa seseorang disebut sebagai sahabat jikaorang tersebut bertemu dengan Rasulullah SAW beriman kepada Beliau dan meninggal dalam keadaan Islam. Dengan dasar ini maka dengan mudah ada yang mengatakan Rabi’ah bin Umayyah jelas bukan sahabat Nabi karena ia telah murtad di zaman Umar. Tetapi anehnya kenapa banyak sekali ulama yang tetap menyebutkan Rabi’ah bin Umayyah dalam kitab mereka tentang para Sahabat Nabi. Bahkan Ibnu Hajar mengakui kalau Rabi’ah seorang Sahabat Nabi.
Ada yang musykil dari pernyataan “meninggal dalam keadaan islam”. Coba pikirkan dengan baik, bukankah jika ada tabi’in yang mau mengambil hadis dari para Sahabat Nabi maka mereka harus mengenal terlebih dahulu siapa itu para Sahabat. Nah jika seseorang Sahabat itu diketahui dengan syarat “meninggal dalam keadaan islam” maka hal ini menjadi musykil, dengan terpaksa tabiin itu harus menunggu terlebih dahulu sampai seseorang yang diduga Sahabat itu meninggal dan lihat apakah ia meninggal dalam keadaan islam atau tidak, jika ia meninggal dalam keadaan islam maka orang tersebut sah sebagai Sahabat. Tetapi jika sahabat itu sudah meninggal bagaimana mau diambil hadisnya?.
Ataukah para tabiin itu langsung saja mengambil hadis dari mereka yang diduga Sahabat, kemudian dilihat apakah sahabat itu mati dalam keadaan islam atau tidak, jika meninggal dalam keadaan islam maka hadisnya diambil, jika tidak maka hadis yang sudah dipelajari tersebut harus ditolak. Inipun musykil juga, misalnya tabiin A mengambil hadis katakanlah 50 hadis dari Sahabat B (belum bisa dipastikan sahabat karena belum tahu akan meninggal dalam keadaan apa). Tabiin A harus memastikan terlebih dahulu kalau sahabat B tadi memang benar Sahabat dengan cara menunggu sampai Sahabat B wafat dan dilihat Sahabat B tersebut meninggal dalam keadaan islam atau tidak. Selama menunggu bagaimanakah status 50 hadis yang tabiin A ambil?. Bukankah ketika sahabat B masih hidup tidak bisa dipastikan ia meninggal dalam keadaan apa, mungkinkah 50 hadis tadi masih meragukan dan belum bisa diamalkan?. Seandainya sahabat B ternyata murtad, bagaimanakah status 50 hadis tadi? langsung ditolak atau diterima dengan alasan hadis itu diambil sebelum Sahabat B murtad, kalau begitu apa gunanya syarat “meninggal dalam keadaan islam”. Pernahkah anda terpikir, seseorang yang menyia-nyiakan keislamannya dengan menjadi murtad, artinya ia terbukti tidak bisa dipercaya dalam menjaga agamanya. Apakah orang seperti itu bisa dianggap terpercaya?. Saya jadi bingung

Rabi’ah bin Umayyah bertemu Rasulullah SAW, pada saat Fathul Makkah dia beriman kepada Rasul SAW. Rabi’ah dikabarkan pernah murtad di zaman Umar dan menjadi Nasrani, sayangnya saya belum menemukan riwayat dalam agama apa Rabi’ah meninggal. Apakah ini yang menyebabkan para ulama tetap menyebutkannya sebagai Sahabat Nabi?. Entahlah, hanya saja kesimpulan yang valid adalah dari masa Fath Al Makkah hingga masa pemerintahan Umar, Rabiah bin Umayyah tidak diragukan adalah seorang Sahabat Nabi. Rabi’ah bin Umayyah seorang Sahabat Nabi yang kemudian murtad dari agama Islam
.
Sahabat Nabi Yang Dikatakan Munafik Dalam Shahih Muslim?
Judul yang sensasional, mungkin ya tapi silakan dibaca dulu dengan seksama dan berikan penilaian yang objektif. Pembicaraan seputar sahabat Nabi memang sangat sensitif, setidaknya bagi kalangan tertentu. Kenapa? Karena sahabat Nabi lebih dikenal sebagai orang-orang yang mulia, suri tauladan yang agung dan orang yang berjasa besar bagi umat Islam. Saya tidak menyangkal hal itu, tetapi seperti biasacara berpikir fallacyus ala generalisasi yang menjangkiti sebagian orang terkadang mengundang tanda tanya bagi orang yang mau menggunakan akalnya. Mereka beranggapan bahwa sahabat Nabi tidak boleh dikritik, barang siapa yang berani mengkritik sahabat Nabi maka tak peduli kritikannya benar atau tidak, ia akan dianggap telah mencela sahabat Nabi.
Singkat cerita mencela sahabat Nabi akan dianggap zindiq minimal sesat. Apa jadinya jika mereka menemukan dalam kitab-kitab shahih terdapat kritikan terhadap Sahabat Nabi?. Mereka akan menolak, menakwilkan, berdalih atau apapun, intinyaanda salah mereka benar dan Sahabat Nabi selalu mulia. Bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa diantara Sahabat Nabi terdapat orang-orang munafik?. Oooh sudah pasti orang tersebut pasti akan mendapat cap sesat dhalalah bin dhalalah.
.
Dalam kitab Shahih Muslim 4/2143 no 2779 (9) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi disebutkan bahwa diantara sahabat Nabi terdapat orang munafik
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا أسود بن عامر حدثنا شعبة بن الحجاج عن قتادة عن أبي نضرة عن قيس قال قلت لعمار أرأيتم صنيعكم هذا الذي صنعتم في أمر علي أرأيا رأيتموه أو شيئا عهده إليكم رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فقال ما عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا لم يعهده إلى الناس كافة ولكن حذيفة أخبرني عن النبي صلى الله عليه و سلم قال قال النبي صلى الله عليه و سلم في أصحابي اثنا عشر منافقا فيهم ثمانية لا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط ثمانية منهم تكفيكهم الدبيلة وأربعة لم أحفظ ما قال شعبة فيهم
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Aswad bin Amir yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah bin Hajjaj dari Qatadah dari Abi Nadhrah dari Qais yang berkata “saya pernah bertanya kepada Ammar, bagaimana pendapatmu tentang perang terhadap Ali? Atau bagaimana pesan yang disampaikan Rasulullah SAW kepadamu?. Ammar menjawab “Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikan pesan kepada kami suatu pesan yang tidak Beliau sampaikan juga kepada orang-orang”. Saya diberitahu oleh Huzaifah dari Nabi SAW yang bersabda “Di antara SahabatKu ada dua belas orang munafik. Di antara mereka ada delapan orang yang tidak akan masuk surga sampai unta masuk ke lubang jarum”. Delapan orang diantara mereka akan mendapat Dubailah, sedangkan empat lainnya aku tidak hafal yang dikatakan Syu’bah tentang mereka.Matan hadis Shahih Muslim di atas menyatakan bahwa Rasulullah SAW sendiri yang menyebutkan ada sahabat Beliau yang munafik. Sudah menjadi kenyataan bahwa dalil sejelas apapun selalu bisa dicari-cari penolakannya. Mereka yang menolak ada sahabat Nabi munafik mengatakan bahwa hadis Shahih Muslim di atas menceritakan bahwa ada dua belas orang munafik dari Umat Nabi SAW dan mereka bukanlah sahabat Nabi SAW. Mereka berdalih dengan hadis berikutnya dalamShahih Muslim 4/2143 no 2779 (10) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi
حدثنا محمد بن المثنى ومحمد بن بشار ( واللفظ لابن المثنى ) قالا حدثنا محمد بن جعفر حدثنا شعبة عن قتادة عن أبي نضرة عن قيس بن عباد قال قلنا لعمار أرأيت قتالكم أرأيا رأيتموه ؟ فإن الرأي يخطئ ويصيب أو عهدا عهده إليكم رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فقال ما عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا لم يعهده إلى الناس كافة وقال إن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إن في أمتي قال شعبة وأحسبه قال حدثني حذيفة وقال غندر أراه قال في أمتي اثنا عشر منافقا لا يدخلون الجنة ولا يجدون ريحها حتى يلج الجمل في سم الخياط ثمانية منهم تكفيكهم الدبيلة سراج من النار يظهر في أكتافهم حتى ينجم من صدورهم
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Muhammad bin Bisyr (lafaz ini lafaz Al Mutsanna) yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Abi Nadhrah dari Qais bin Abad yang berkata “saya bertanya kepada Ammar, bagaimana pendapatmu tentang perang yang kamu lakukan? Karena pendapat itu bisa benar dan bisa salah. Atau bagaimana pesan yang disampaikan Rasulullah SAW kepadamu?. Ammar menjawab “ Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikan pesan kepada kami yang tidak Beliau sampaikan pula kepada orang-orang. Ammar berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “bahwa diantara umatku”. Syu’bah berkata Ammar berkata telah diberitahu Huzaifah dan Ghundar berkata “saya melihat Rasulullah SAW bersabda “Diantara umatKu ada dua belas orang munafik yang tidak akan masuk surga bahkan mereka tidak mencium bau surga hingga unta masuk ke lubang jarum. Delapan orang diantara mereka akan mendapat Dubailah yaitu api yang menyengat punggung mereka hingga tembus ke dada.Kedua hadis Shahih Muslim diatas adalah Shahih, tetapi dalih sebagian orangbahwa dua belas orang munafik itu bukan sahabat Nabi tetapi Umat Nabi tidak bisa diterima begitu saja. Justru jika kita menerima keshahihan kedua hadis ini maka tidak ada pertentangan antara hadis yang satu dengan yang lain hingga kita harus menolak salah satunya
- Hadis yang satu menyatakan Di antara SahabatKu ada dua belas orang munafik
- Hadis yang lain menyatakan Diantara UmatKu ada dua belas orang munafik
Makna ini sesuai dengan kedua hadis di atas dan tidak menolak atau menyangkal salah satu hadis. Berbeda dengan penakwilanbahwa dua belas orang munafik itu diantara Umat Nabi tetapi bukan sahabat Nabi, karena penakwilan ini dengan terpaksa telah menentang hadis yang shahih dan jelas yaitu hadis dengan lafaz SahabatKu. Begitulah adanya, dan silakan direnungkan
Terkait dengan hadis dua belas orang munafik terdapat salafy nashibi
yang membuat tulisan khusus dengan tujuan membela doktrin mereka dan
mencela orang yang ia tuduh Syiah. Kami ingatkan wahai pembaca budiman,
hadis ini tidak ada kaitannya dengan Syiah. Kami akan membahas tulisan
mereka secara objektif dan menunjukkan apapun tafsiran yang mereka
perbuat mereka tidak akan bisa mempertahankan doktrin “keadilan sahabat ala nashibi”.
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا أسود بن عامر حدثنا شعبة بن الحجاج عن قتادة عن أبي نضرة عن قيس قال قلت لعمار أرأيتم صنيعكم هذا الذي صنعتم في أمر علي أرأيا رأيتموه أو شيئا عهده إليكم رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فقال ما عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا لم يعهده إلى الناس كافة ولكن حذيفة أخبرني عن النبي صلى الله عليه و سلم قال قال النبي صلى الله عليه و سلم في أصحابي اثنا عشر منافقا فيهم ثمانية لا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط ثمانية منهم تكفيكهم الدبيلة وأربعة لم أحفظ ما قال شعبة فيهم
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang
berkata telah menceritakan kepada kami Aswad bin Amir yang berkata telah
menceritakan kepada kami Syu’bah bin Hajjaj dari Qatadah dari Abi
Nadhrah dari Qais yang berkata “saya pernah bertanya kepada Ammar,
bagaimana pendapatmu tentang perang terhadap Ali? Atau bagaimana pesan
yang disampaikan Rasulullah SAW kepadamu?. Ammar menjawab “Rasulullah
SAW tidak pernah menyampaikan pesan kepada kami suatu pesan yang tidak
Beliau sampaikan juga kepada orang-orang”. Saya diberitahu oleh Huzaifah
dari Nabi SAW yang bersabda “Di kalangan SahabatKu ada dua belas orang
munafik. Di antara mereka ada delapan orang yang tidak akan masuk surga
sampai unta masuk ke lubang jarum”. Delapan orang diantara mereka akan
mendapat Dubailah, sedangkan empat lainnya aku tidak hafal yang
dikatakan Syu’bah tentang mereka. [Shahih Muslim 4/2143 no 2779 (9) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi]
حدثنا محمد بن المثنى ومحمد بن بشار ( واللفظ لابن المثنى ) قالا حدثنا محمد بن جعفر حدثنا شعبة عن قتادة عن أبي نضرة عن قيس بن عباد قال قلنا لعمار أرأيت قتالكم أرأيا رأيتموه ؟ فإن الرأي يخطئ ويصيب أو عهدا عهده إليكم رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فقال ما عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا لم يعهده إلى الناس كافة وقال إن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إن في أمتي قال شعبة وأحسبه قال حدثني حذيفة وقال غندر أراه قال في أمتي اثنا عشر منافقا لا يدخلون الجنة ولا يجدون ريحها حتى يلج الجمل في سم الخياط ثمانية منهم تكفيكهم الدبيلة سراج من النار يظهر في أكتافهم حتى ينجم من صدورهم
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan
Muhammad bin Basyaar [dan lafaz ini adalah lafaz Ibnu Mutsanna] keduanya
berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang berkata
telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Abu Nadhrah
dari Qais bin ‘Abbad yang berkata saya pernah bertanya kepada ‘Ammar,
bagaimana pendapatmu tentang peperperanganmu? Sesungguhnya pendapat itu
bisa salah dan bisa pula benar atau bagaimana pesan yang disampaikan
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepadamu?. ‘Ammar berkata
“Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak pernah menyampaikan
pesan kepada kami yang tidak Beliau sampaikan kepada orang-orang. ‘Ammar
berkata sesungguhnya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda
“sesungguhnya di kalangan umatku. [Syu’bah berkata menurut saya] ‘Ammar
berkata “Huzaifah telah menceritakan kepadaku” dan [Ghundar berkata]
aku melihat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “di
kalangan umatku ada dua belas orang munafik yang tidak akan masuk surga,
bahkan mereka tidak akan dapat mencium harumnya surga sampai unta masuk
ke lubang jarum. Delapan orang diantara mereka pasti akan tertimpa
Dubailah yaitu pijaran api yang menyengat bagian belakang pundak
sehingga tembus ke dada mereka [Shahih Muslim 4/2143 no 2779-(10) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi]
Kedua hadis ini adalah hadis yang sama, perbedaan lafaz yang ada tidaklah bertentangan melainkan saling melengkapi. Lafaz “ada dua belas orang munafik di kalangan sahabat” dan lafaz “ada dua belas orang munafik di kalangan umatku” tidak bertentangan karena sahabat adalah umat Nabi juga.
- Pada hadis pertama riwayat ‘Aswad bin ‘Aamir dari Syu’bah disebutkan bahwa dari dua belas orang munafik delapan diantaranya tidak akan masuk surga dan akan terkena dubailah
- Pada hadis kedua riwayat Ghundar dari Syu’bah disebutkan bahwa dari dua belas orang munafik semuanya tidak akan masuk surga dan delapan terkena dubailah.
Perbedaan lafaz ini pun tidak bertentangan melainkan saling
melengkapi riwayat Ghundar juga menyebutkan bahwa empat orang yang tidak
disebutkan dalam riwayat ‘Aswad juga tidak akan masuk surga. Riwayat
Ghundar melengkapi riwayat ‘Aswad karena pada hadis ‘Aswad ia berkata “tidak hafal apa yang dikatakan Syu’bah tentang empat lainnya”. Yang hafal menjadi hujjah bagi yang tidak hafal.
Maka sangat salah sekali pernyataan salafy nashibi yang berkata “maka mafhum mukhalafah-nya adalah empat orang sisanya masuk surga-dimana hal ini menunjukkan taubat”.
Empat orang sisanya berdasarkan riwayat shahih juga tidak akan masuk
surga. Sangat jelas penarikan kesimpulan nashibi itu ngawur, ‘Aswad
sendiri mengatakan ia tidak hafal apa yang dikatakan Syu’bah tentang
empat orang lainnya sedangkan riwayat Ghundar menyebutkan bahwa empat
sisanya juga tidak akan masuk surga. Pendalilan nashibi itu yang
menyatakan empat orang munafik itu akan masuk surga adalah dalil kosong
tanpa faedah yang berasal dari orang yang patut diduga punya penyakit
kronis kenifakan dalam hatinya.
Tidak hanya itu, salafy nashibi juga menunjukkan kelemahan akalnya
dalam menarik kesimpulan. Ia membawakan hadis Hudzaifah kemudian
menafsirkan sekehendak hatinya yaitu hadis berikut
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى ، حَدَّثَنَا يَحْيَى ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ ، قَالَ : كُنَّا عِنْدَ حُذَيْفَةَ ، فَقَالَ : ” مَا بَقِيَ مِنْ أَصْحَابِ هَذِهِ الْآيَةِ إِلَّا ثَلَاثَةٌ ، وَلَا مِنَ الْمُنَافِقِينَ إِلَّا أَرْبَعَةٌ ، فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ : إِنَّكُمْ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُخْبِرُونَا فَلَا نَدْرِي ، فَمَا بَالُ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَبْقُرُونَ بُيُوتَنَا ، وَيَسْرِقُونَ أَعْلَاقَنَا ، قَالَ أُولَئِكَ الْفُسَّاقُ ، أَجَلْ لَمْ يَبْقَ مِنْهُمْ إِلَّا أَرْبَعَةٌ ، أَحَدُهُمْ شَيْخٌ كَبِيرٌ ، لَوْ شَرِبَ الْمَاءَ الْبَارِدَ لَمَا وَجَدَ بَرْدَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa yang
berkata telah menceritakan kepada kami Yahyaa yang berkata telah
menceritakan kepada kami Ismaa’iil yang berkata telah menceritakan
kepada kami Zaid bin Wahb, ia berkata Kami pernah berada di sisi
Hudzaifah, lalu ia berkata “Tidaklah tersisa orang yang dimaksud dalam
ayat ini [yaitu QS. At-Taubah : 12] kecuali tiga orang, dan tidak pula
tersisa orang-orang munafik kecuali hanya empat orang saja”. Seorang
A’rabiy berkata “Sesungguhnya kalian adalah shahabat-shahabat Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kalian mengkhabarkan kepada kami, lalu
kami tidak mengetahuinya. Lantas, bagaimana dengan mereka yang telah
merusak rumah-rumah kami dan mencuri perhiasan-perhiasan kami ?”.
Hudzaifah menjawab “Mereka itu orang-orang fasik. Ya, tidaklah tersisa
dari mereka [kaum munafik] kecuali empat orang, yang salah seorang dari
mereka adalah seorang yang telah tua. Seandainya ia meminum air yang
dingin, tentu ia tidak akan mendapati rasa dingin air itu” [Shahih Bukhari no 4658]
Setelah membawakan hadis ini, nashibi itu mengatakan Hudzaifah wafat
tahun 36 H sedangkan perang Jamal terjadi tahun 36 H dan perang Shiffin
terjadi tahun 37 H maka empat orang munafik yang tersisa hidup di zaman
Ali radiallahu ‘anhu dan masuk dalam konsekuensi mafhum mukhaalafah yang
disebutkan sebelumnya. Maksud perkataan nashibi ini adalah empat orang
munafik yang tersisa dan hidup di zaman Ali radiallahu ‘anhu adalah
empat orang munafik yang kata nashibi itu telah bertaubat dan akhirnya
masuk surga.
Bagi orang yang paham “logika” maka sudah jelas penarikan kesimpulan
nashibi itu ngawur atau mengada-ada. Sebelumnya kami telah tunjukkan
bahwa dalil “mafhum mukhaalafah” nashibi itu omong kososng. Dua
belas orang munafik itu telah disebutkan semuanya masuk neraka dan
kedua belas ini adalah orang yang berniat membunuh Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] di Aqabah dimana Nabi [shalallahu ‘alaihi wasallam]
berkata bahwa mereka adalah musuh Allah dan Rasul-Nya di dunia dan
akhirat. Bagimana bisa musuh Allah dan Rasul-Nya dunia dan akhirat
dikatakan masuk surga. Jadi pernyataan empat orang dari mereka bertaubat
dan masuk surga hanya waham yang lahir dari orang yang memiliki sifat
nifaq di hatinya.
Seandainya pun kami mengikuti waham nashibi soal “empat orang munafik yang bertaubat”
maka apa alasan nashibi menyatakan bahwa empat orang tersebut adalah
empat orang yang tersisa dalam hadis di atas. Perhatikan, menurut
nashibi itu ada dua belas orang munafik
- Delapan dari mereka masuk neraka dan terkena dubailah
- Empat dari mereka dikatakan nashibi itu bertaubat dan akhirnya masuk surga
Kemudian lihat hadis Hudzaifah [sahih Bukhari di atas], apakah disebutkan disana kalau empat orang yang tersisa adalah empat orang yang katanya bertaubat dan masuk surga.
Bukankah sangat mungkin kalau empat orang yang dimaksud termasuk
delapan orang yang terkena dubailah?. Apa dalil nashibi itu sekehendak
hatinya menyatakan empat orang yang tersisa adalah empat orang yang
katanya bertaubat dan masuk surga. Tidak lain hanya waham semata.
Nashibi itu berhujjah dengan waham kemudian waham itu ia jadikan hujjah
lagi untuk menegakkan waham lainnya. Hasilnya hanya waham di atas waham
yang tidak ada nilai kebenarannya. Nashibi itu tidak mengerti cara
menarik kesimpulan dengan benar.
Selanjutnya kami akan menunjukkan kebodohan salafy nashibi dalam pembelaan mereka terhadap kata “sahabat”. Jika dikatakan kata “sahabat” memiliki banyak arti bisa secara ashl dalam bahasa bisa juga secara “ishthilahiy”
maka itu memang benar. Sayangnya nashibi itu tidak membahas apa yang ia
maksud dengan definisi sahabat secara ishthilahiy. Bagi mereka yang
mempelajari ilmu hadis terdapat banyak definisi soal sahabat Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Diantaranya Imam Nawawi berkata
فأما الصحابي فكل مسلم رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو لحظة هذا هو الصحيح في حده وهو مذهب أحمد بن حنبل وأبي عبد الله البخاري في صحيحه والمحدثين كافة
Sahabat adalah setiap muslim yang melihat Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] walaupun hanya sekilas. Pendapat ini yang shahih
mengenai batasan sahabat dan ini adalah mazhab Ahmad bin Hanbal, Abu
Abdullah Al Bukhari dalam shahihnya dan seluruh ulama ahli hadis [Syarh Shahih Muslim 1/35]
الصحابي من رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم في حال إسلام الرائي, وإن لم تطل صحبته له, وإن لم يروِ عنه شيئاً. هذا قول جمهور العلماء, خلفاً وسلفاً
Sahabat adalah orang yang melihat Rasulullah dalam keadaan islam
ketika melihatnya walaupun tidak lama dan tidak meriwayatkan satu
hadispun. Ini adalah perkataan jumhur ulama baik khalaf maupun salaf [Al Ba’its Al Hatsits Ibnu Katsir 2/491]
Apa yang dikatakan An Nawawi dan Ibnu Katsir itu bersesuaian dan sepertinya batasan sahabat menurut jumhur adalah “melihat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam keadaan islam”.
Dan dengan definisi ini maaf tidak mengeluarkan kaum munafik dari
batasan sahabat karena mereka melihat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] dan mereka mengaku islam. Kemudian datanglah Ibnu Hajar yang
menyampaikan definisi baru yang menurutnya lebih shahih
أصح ما وقفت عليه من ذلك أن الصحابي من لقي النبي صلى الله عليه وآله وسلم ـ مؤمناً به ومات على الإسلام, فيدخل فيمن لقيه من طالت مجالسته أو قصرت, ومن روى عنه أو لم يروِ, ومن غزا معه أو لم يغزُ, ومن رآه رؤية ولو لم يجالسه, ومن لم يره لعارض كالعمى
Yang paling shahih menurut penelitianku tentang hal ini, sahabat
adalah orang yang bertemu Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam
keadaan iman kepadanya dan wafat dalam keadaan islam. Termasuk sahabat
adalah orang yang bertemu beliau baik sebentar ataupun lama, yang
meriwayatkan darinya ataupun yang tidak meriwayatkan darinya, yang
berperang bersamanya dan yang tidak berperang, yang melihatnya walaupun
belum pernah menemaninya dan orang yang tidak melihat Beliau karena
sesuatu hal seperti buta [Al Ishabah 1/7]
Definisi Ibnu Hajar memang lebih detail dan justru mengundang banyak
hal musykil, yang anehnya tidak terpikirkan oleh salafy nashibi. Apa
yang dimaksud dengan “iman kepadanya” apakah pengakuan mereka
kalau mereka beriman atau iman sebenarnya yang ada dalam hati mereka?.
Kalau iman yang dimaksud adalah berdasarkan pengakuan mereka maka
definisi ini pun tidak mengeluarkan kaum munafik dari lingkup sahabat
Nabi. Kalau yang dimaksud iman sebenarnya maka memang benar munafik
bukan sahabat Nabi karena mereka tidak beriman, tapi tolong kasih tahu
bagaimana menilai “iman sebenarnya” di dalam hati orang yang sudah wafat ratusan tahun.
Apa yang dimaksud “wafat dalam keadaan islam”?. Apakah
setiap orang yang dinyatakan sahabat oleh Ibnu Hajar [dalam Al Ishabah]
memiliki data riwayat bahwa mereka wafat dalam keadaan islam. Definisi
ini seolah mau mengatakan bahwa sahabat hanya bisa ditentukan mereka
sahabat atau bukan setelah ia wafat karena setelah wafat baru diketahui
kalau ia wafatnya dalam keadaan islam atau bukan. Definisi yang ini hanya bersifat teoretis dan tidak memiliki implementasi praktis.
Ada sejenis orang aneh pernah berkata ketika kami tanya “apa buktinya salah seorang sahabat wafat dalam keadaan islam?”.
Ia jawab, saya yakin mereka wafat dalam keadaan islam justru anda yang
ragu yang harus membawakan bukti. Ini kan lucu, apa gunanya definisi
kalau tidak digunakan sebagai pembatas, apa gunanya definisi kalau
ujung-ujungnya cuma “saya yakin”. Sejak kapan perkataan gampangan seperti itu menjadi bukti.
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mengartikan sahabat
seperti itu. Sahabat yang tertera dalam hadis-hadis Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] menunjukkan orang-orang islam yang
mengikuti Beliau terlepas dari kenyataan apakah mereka berpura-pura atau
bersungguh-sungguh, ini alasannya mengapa Abdullah bin Ubay dan kaum
munafik lainnya tetap masuk dalam lingkup sahabat. Dan terkadang ketika
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menggunakan kata sahabat bukan
berarti tertuju untuk semua sahabatnya. Ada contoh hadis yang anehnya
tidak dimengerti oleh salafy nashibi, Ia pikir lafaz “sahabat” dalam hadis ini adalah lafaz “sahabat” secara ishthilah
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda
“Janganlah Kalian mencela para SahabatKu. Seandainya salah seorang dari
Kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud tidak akan menyamai satu mud
infaq salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya” [ Shahih
Bukhari 5/8 no 3673, Shahih Muslim 4/1067 no 221 (2540), Sunan Tirmidzi
5/695 no 3861, Sunan Abu Dawud 2/626 no 4658, Sunan Ibnu Majah 1/57 no
161 dan Musnad Ahmad 3/11 no 11094]
Kami sudah membahas secara khusus dalam tulisan yang ini
bahwa sahabat dalam hadis di atas bukan sahabat secara ishthilah yang
masyhur dalam ilmu hadis. Karena jika memang begitu maka semua orang
yang diajak bicara oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] saat itu
semuanya adalah sahabat Nabi tetapi mengapa Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mengatakan jika mereka berinfaq tidak akan menyamai infaq
salah seorang sahabat Nabi. Sebab munculnya hadis ini disebutkan bahwa
Khalid bin Walid mencaci ‘Abdurrahman bin ‘Auf maka disini terdapat
isyarat bahwa Khalid bin Walid tidak termasuk sahabat dalam lafaz di
atas dan infaqnya walau sebesar gunung uhud tidak akan menyamai infaq
satu mud ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Semua ulama menyatakan Khalid bin Walid
adalah sahabat Nabi tetapi Khalid bin Walid tidak termasuk sahabat yang
dimaksud dalam hadis di atas karena Khalid justru termasuk orang yang
dinyatakan dengan kata “kalian” dimana infaknya sebesar gunung uhud tidak akan menyamai infaq salah seorang dari sahabat Nabi.
Hal ini menguatkan apa yang kami katakan bahwa Ketika Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] mengucapkan lafaz “sahabat” dalam
hadisnya tidak selalu memiliki makna yang sama dengan “sahabat” yang
dimaksud dalam ilmu hadis [secara ishthilah]. Disini salafy nashibi
menunjukkan sifat kecurangan mereka
- Ketika ada hadis dengan lafaz sahabat yang menyebutkan bahwa mereka “munafik” atau “murtad” maka salafy nashibi mengatakan sahabat yang dimaksud bukan secara isthilah
- Ketika ada hadis dengan lafaz sahabat yang menyebutkan keutamaan maka salafy nashibi memukul rata bahwa lafaz itu untuk semua sahabat secara ishthilah
Padahal bisa jadi keutamaan itu tidak berlaku untuk semua sahabat
secara ishthilah tetapi untuk sahabat-sahabat yang memang setia
mengikuti Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sahabat yang fasiq dan
durhaka walaupun muslim mungkin tidak layak mendapatkan keutamaan
tersebut.
Kembali ke hadis dua belas orang munafik di atas, kami tidak pernah menyatakan dengan jelas siapa kedua belas orang tersebut.
Yang jelas mereka berasal dari kalangan sahabat Nabi yaitu orang-orang
yang mengikuti Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Apakah maksud hadis
di atas adalah orang munafik di zaman Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] hanya dua belas orang?. Hal ini dikatakan oleh salafy nashibi
yang “suka basa basi”. Tentu saja ini ngawur sejak kapan jumlah orang munafik cuma dua belas orang
Dua belas orang munafik yang dimaksud tidak lain adalah dua belas
orang yang ikut bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam perang
tabuk yang ketika perjalanan pulang mereka berencana membunuh Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] di bukit ‘Aqabah. Mereka adalah orang
yang mengaku islam dan beriman kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] dan ikut dalam perang bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] tetapi pada hakekatnya mereka adalah munafik. Siapa kedua
belas orang itu tidaklah diketahui kecuali oleh Allah SWT dan Rasul-Nya
dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memberitahu kepada
Hudzaifah siapa saja mereka dan berkata “mereka musuh Allah dan Rasul-Nya di dunia dan akhirat”.
Sangat tidak mungkin kalau jumlah orang munafik hanya mereka berdua
belas karena faktanya masih banyak kaum munafik yang tidak ikut saat
perang Tabuk dan tinggal di Madinah. Bukankah ada diantara mereka yang
menyebarkan syubhat merendahkan Imam Ali yang ditunjuk sebagai pengganti
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] di Madinah.
Faktanya tidak ada riwayat shahih dari Hudzaifah yang menyebutkan
nama dua belas orang munafik ini. Bahkan sahabat lain tidak mengetahui
siapa mereka. Pernah suatu ketika Umar ingin menshalatkan salah seorang
sahabat Nabi tetapi ia tidak jadi menshalatkannya karena Hudzaifah tidak
menshalatkannya dan ketika Umar bertanya kepada Hudzaifah, ternyata
orang itu adalah salah seorang dari kaum munafik. Hal ini membuktikan
bahwa bahkan sampai orang munafik itu wafat sahabat lain masih
menganggap mereka muslim dan harus dishalatkan jenazahnya. Dalam riwayat
tersebut, ketika Hudzaifah menyebutkan kepada Umar maka ia berjanji
tidak akan memberitahukan hal itu lagi.
Kalau sahabat di masa itu saja [Umar] tidak mengetahui dua belas
orang munafik tersebut maka bagaimana caranya orang-orang setelah masa
sahabat bisa mengetahui dua belas orang munafik tersebut. Yang patut
kita permasalahkan adalah bagaimana bisa para ulama dengan mengandalkan
definisi “sahabat” secara ishthilah bisa sok yakin sudah memisahkan antara sahabat [secara istilah] dan “munafik”. Apa dalilnya? Apa mereka dapat mimpi atau wangsit ketemu Hudzaifah radiallahu ‘anhu dan Hudzaifah memberitahu kepada mereka?.
Salafy nashibi berkata bahwa kaum munafik yang hidup di zaman Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] telah masyhur diketahui siapakah mereka
ini. Orang munafik bukan sahabat dan sahabat bukan orang munafik. Mari
kita tanyakan pada nashibi itu, jika memang telah masyhur maka adakah
anda mampu menyebutkan nama-nama mereka, selain Abdullah bin Ubay
tentunya?. Bukankah anda mengaku, siapa mereka itu telah jelas. Orang
munafik bukan sahabat, ya jelas kalau sahabat yang dimaksud adalah
sahabat yang benar-benar beriman dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya
maka sudah jelas mereka bukan orang munafik.
Tidak usah jauh-jauh cukup dua belas orang munafik yang disebutkan
Hudzaifah, kalau memang menurut nashibi itu telah masyhur diketahui
siapa mereka. Maka silakan sebutkan nama-nama mereka?. Kalau memang
telah masyhur siapa mereka maka apa artinya Huzaifah dikenal sebagai
yang menjaga rahasia Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam], sesuatu yang
masyhur dikenal tidak layak disebut rahasia. Kalau memang telah masyhur
diketahui siapa mereka maka mengapa Umar tidak mengenalnya dan berniat
menshalatkan jenazahnya sampai akhirnya ia dicegah oleh Huzaifah.
Hal ini tidaklah seperti yang dikatakan nashibi itu, diantara kaum munafik itu ada yang memang masyhur siapa dirinya yaitu Abdullah bin Ubay dan diantara kaum munafik juga ada yang tidak dikenal siapa saja mereka
seperti halnya dua belas orang munafik yang diketahui oleh Huzaifah
tetapi tidak diketahui oleh sahabat lainnya. Kaum munafik itu adalah
orang yang hidup bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mereka
mengaku kalau mereka beriman dan memeluk islam maka dari sisi ini mereka
termasuk dalam kelompok sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Jika mereka dikenal seperti Abdullah bin Ubay maka akan mudah dikatakan
kalau pada hakikatnya ia bukan sahabat Nabi yang benar-benar beriman
tetapi bagaimana dengan kaum munafik yang tidak dikenal seperti kedua
belas munafik [dalam hadis shahih Muslim]. Jika Huzaifah sendiri
merahasiakannya maka mengapa ada “ulama” atau “yang ngaku ngaku ulama” mengklaim mengenal siapa mereka dan memastikan bahwa mereka bukan sahabat.
Perdebatan ini memang terlihat hanya karena perbedaan definisi atau batasan yang digunakan soal kata “sahabat”
tetapi pada hakikatnya kedudukan nashibi disini kayak orang ngeyel.
Kami akan berikan analogi yang cukup memberikan gambaran. Di suatu
negara ada pasukan yang telah berjasa besar bagi negara itu. Dalam
pasukan tersebut ternyata ada pengkhianat atau mata-mata, tetapi tidak
diketahui siapa ia. Kemudian sejarah menyebutkan karena jasa-jasa
pasukan tersebut maka semua yang ikut dalam pasukan ini layak disebut
pahlawan dan dianugerahkan medali kehormatan. Dengan berlalunya waktu,
orang-orang yang hidup di zaman kemudian [di negara tersebut] ribut soal
mata-mata dalam pasukan tersebut.
- Orang yang kritis akan berkata “diantara semua pasukan yang disebut pahlawan itu ternyata ada pengkhianat atau mata-mata”.
- Orang yang bodoh malah ngeyel berkata “tidak ada pengkhianat dalam pasukan tersebut, pahlawan bukan pengkhianat dan pengkhianat bukanlah pahlawan”.
Sebenarnya orang yang kritis juga paham kalau pengkhianat bukanlah
pahlawan tetapi kalau telah jelas siapa pengkhianat itu maka orang-orang
akan menyingkirkannya dan tidak akan menyebutnya pahlawan tetapi jika
tidak jelas siapa pengkhianat atau mata-mata tersebut maka orang-orang
hanya melihat bahwa semua yang ikut dalam pasukan tersebut adalah
pahlawan [termasuk pengkhianat itu]. Dan si bodoh bin pandir beranggapan
karena semuanya telah disebut pahlawan maka tidak ada pengkhianat dalam
pasukan tersebut, secara istilah pengkhianat bukan pahlawan dan
pahlawan bukan pengkhianat. Si bodoh itu ribut soal definisi istilah
tetapi tidak mengerti hakikat permasalahannya. Kami yakin para pembaca
akan mengerti maksud dari analogi yang kami sampaikan, uups selain
nashibi tentunya karena mereka adalah kaum yang hampir-hampir tidak
mengerti pembicaraan

Sahabat Nabi Yang Dikatakan Munafik Dalam Shahih Muslim?
Judul yang sensasional, mungkin ya tapi silakan dibaca dulu dengan
seksama dan berikan penilaian yang objektif. Pembicaraan seputar sahabat
Nabi memang sangat sensitif, setidaknya bagi kalangan tertentu. Kenapa?
Karena sahabat Nabi lebih dikenal sebagai orang-orang yang mulia, suri
tauladan yang agung dan orang yang berjasa besar bagi umat Islam. Saya
tidak menyangkal hal itu, tetapi seperti biasa cara berpikir fallacyus ala generalisasi yang menjangkiti sebagian orang terkadang mengundang tanda tanya bagi orang yang mau menggunakan akalnya. Mereka beranggapan bahwa sahabat
Nabi tidak boleh dikritik, barang siapa yang berani mengkritik sahabat
Nabi maka tak peduli kritikannya benar atau tidak, ia akan dianggap
telah mencela sahabat Nabi.
Singkat cerita mencela sahabat Nabi akan dianggap zindiq minimal
sesat. Apa jadinya jika mereka menemukan dalam kitab-kitab shahih
terdapat kritikan terhadap Sahabat Nabi?. Mereka akan menolak,
menakwilkan, berdalih atau apapun, intinya anda salah mereka benar dan Sahabat Nabi selalu mulia. Bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa diantara Sahabat Nabi terdapat orang-orang munafik?. Oooh sudah pasti orang tersebut pasti akan mendapat cap sesat dhalalah bin dhalalah.
.
.
Dalam kitab Shahih Muslim 4/2143 no 2779 (9) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi disebutkan bahwa diantara sahabat Nabi terdapat orang munafik
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا أسود بن عامر حدثنا شعبة بن الحجاج عن قتادة عن أبي نضرة عن قيس قال قلت لعمار أرأيتم صنيعكم هذا الذي صنعتم في أمر علي أرأيا رأيتموه أو شيئا عهده إليكم رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فقال ما عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا لم يعهده إلى الناس كافة ولكن حذيفة أخبرني عن النبي صلى الله عليه و سلم قال قال النبي صلى الله عليه و سلم في أصحابي اثنا عشر منافقا فيهم ثمانية لا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط ثمانية منهم تكفيكهم الدبيلة وأربعة لم أحفظ ما قال شعبة فيهم
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang
berkata telah menceritakan kepada kami Aswad bin Amir yang berkata telah
menceritakan kepada kami Syu’bah bin Hajjaj dari Qatadah dari Abi
Nadhrah dari Qais yang berkata “saya pernah bertanya kepada Ammar,
bagaimana pendapatmu tentang perang terhadap Ali? Atau bagaimana pesan
yang disampaikan Rasulullah SAW kepadamu?. Ammar menjawab “Rasulullah
SAW tidak pernah menyampaikan pesan kepada kami suatu pesan yang tidak
Beliau sampaikan juga kepada orang-orang”. Saya diberitahu oleh Huzaifah
dari Nabi SAW yang bersabda “Di antara SahabatKu ada dua belas orang munafik.
Di antara mereka ada delapan orang yang tidak akan masuk surga sampai
unta masuk ke lubang jarum”. Delapan orang diantara mereka akan mendapat
Dubailah, sedangkan empat lainnya aku tidak hafal yang dikatakan
Syu’bah tentang mereka.
Matan hadis Shahih Muslim di atas menyatakan bahwa Rasulullah SAW sendiri yang menyebutkan ada sahabat Beliau yang munafik. Sudah menjadi kenyataan bahwa dalil sejelas apapun selalu bisa dicari-cari penolakannya. Mereka yang menolak ada sahabat Nabi munafik mengatakan bahwa hadis Shahih Muslim di atas menceritakan bahwa ada dua belas orang munafik dari Umat Nabi SAW dan mereka bukanlah sahabat Nabi SAW. Mereka berdalih dengan hadis berikutnya dalam Shahih Muslim 4/2143 no 2779 (10) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi
حدثنا محمد بن المثنى ومحمد بن بشار ( واللفظ لابن المثنى ) قالا حدثنا محمد بن جعفر حدثنا شعبة عن قتادة عن أبي نضرة عن قيس بن عباد قال قلنا لعمار أرأيت قتالكم أرأيا رأيتموه ؟ فإن الرأي يخطئ ويصيب أو عهدا عهده إليكم رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فقال ما عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا لم يعهده إلى الناس كافة وقال إن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إن في أمتي قال شعبة وأحسبه قال حدثني حذيفة وقال غندر أراه قال في أمتي اثنا عشر منافقا لا يدخلون الجنة ولا يجدون ريحها حتى يلج الجمل في سم الخياط ثمانية منهم تكفيكهم الدبيلة سراج من النار يظهر في أكتافهم حتى ينجم من صدورهم
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan
Muhammad bin Bisyr (lafaz ini lafaz Al Mutsanna) yang berkata telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang berkata telah
menceritakan kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Abi Nadhrah dari Qais
bin Abad yang berkata “saya bertanya kepada Ammar, bagaimana pendapatmu
tentang perang yang kamu lakukan? Karena pendapat itu bisa benar dan
bisa salah. Atau bagaimana pesan yang disampaikan Rasulullah SAW
kepadamu?. Ammar menjawab “ Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikan
pesan kepada kami yang tidak Beliau sampaikan pula kepada orang-orang.
Ammar berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “bahwa diantara
umatku”. Syu’bah berkata Ammar berkata telah diberitahu Huzaifah dan
Ghundar berkata “saya melihat Rasulullah SAW bersabda “Diantara umatKu ada dua belas orang munafik yang
tidak akan masuk surga bahkan mereka tidak mencium bau surga hingga
unta masuk ke lubang jarum. Delapan orang diantara mereka akan mendapat
Dubailah yaitu api yang menyengat punggung mereka hingga tembus ke dada.
Kedua hadis Shahih Muslim diatas adalah Shahih, tetapi dalih sebagian orang bahwa dua belas orang munafik itu bukan sahabat Nabi tetapi Umat Nabi tidak
bisa diterima begitu saja. Justru jika kita menerima keshahihan kedua
hadis ini maka tidak ada pertentangan antara hadis yang satu dengan yang
lain hingga kita harus menolak salah satunya
- Hadis yang satu menyatakan Di antara SahabatKu ada dua belas orang munafik
- Hadis yang lain menyatakan Diantara UmatKu ada dua belas orang munafik
Coba pikirkan dengan baik, mengapa harus dikatakan bahwa orang munafik itu ada di antara Umat Nabi tetapi bukan Sahabat Nabi. Apakah
sahabat Nabi bukan termasuk Umat Nabi?. Kalau bukan lantas umat siapa,
kalau iya maka penyelesaiannya mudah. Hadis yang menyebutkan kata SahabatKu adalah penjelasan yang mengkhususkan dari hadis dengan kata UmatKu. Sehingga makna hadis tersebut adalah diantara Umat Nabi SAW yaitu dari kalangan Sahabat Nabi ada dua belas orang munafik. Makna ini sesuai dengan kedua hadis di atas dan tidak menolak atau menyangkal salah satu hadis. Berbeda dengan penakwilan bahwa dua belas orang munafik itu diantara Umat Nabi tetapi bukan sahabat Nabi, karena penakwilan ini dengan terpaksa telah menentang hadis yang shahih dan jelas yaitu hadis dengan lafaz SahabatKu. Begitulah adanya, dan silakan direnungkan

Dalam kitab Shahih Muslim 4/2143 no 2779 (9) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi disebutkan bahwa diantara sahabat Nabi terdapat orang munafik
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا أسود بن عامر حدثنا شعبة بن الحجاج عن
قتادة عن أبي نضرة عن قيس قال قلت لعمار أرأيتم صنيعكم هذا الذي صنعتم في
أمر علي أرأيا رأيتموه أو شيئا عهده إليكم رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟
فقال ما عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا لم يعهده إلى الناس
كافة ولكن حذيفة أخبرني عن النبي صلى الله عليه و سلم قال قال النبي صلى
الله عليه و سلم [[في أصحابي]] اثنا عشر منافقا فيهم ثمانية لا يدخلون
الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط ثمانية منهم تكفيكهم الدبيلة وأربعة لم
أحفظ ما قال شعبة فيهم
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Aswad bin Amir yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah bin Hajjaj dari Qatadah dari Abi Nadhrah dari Qais yang berkata “saya pernah bertanya kepada Ammar, bagaimana pendapatmu tentang perang terhadap Ali? Atau bagaimana pesan yang disampaikan Rasulullah SAW kepadamu?. Ammar menjawab “Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikan pesan kepada kami suatu pesan yang tidak Beliau sampaikan juga kepada orang-orang”. Saya diberitahu oleh Huzaifah dari Nabi SAW yang bersabda “[[Di antara SahabatKu]] ada dua belas orang munafik. Di antara mereka ada delapan orang yang tidak akan masuk surga sampai unta masuk ke lubang jarum”. Delapan orang diantara mereka akan mendapat Dubailah, sedangkan empat lainnya aku tidak hafal yang dikatakan Syu’bah tentang mereka
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Aswad bin Amir yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah bin Hajjaj dari Qatadah dari Abi Nadhrah dari Qais yang berkata “saya pernah bertanya kepada Ammar, bagaimana pendapatmu tentang perang terhadap Ali? Atau bagaimana pesan yang disampaikan Rasulullah SAW kepadamu?. Ammar menjawab “Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikan pesan kepada kami suatu pesan yang tidak Beliau sampaikan juga kepada orang-orang”. Saya diberitahu oleh Huzaifah dari Nabi SAW yang bersabda “[[Di antara SahabatKu]] ada dua belas orang munafik. Di antara mereka ada delapan orang yang tidak akan masuk surga sampai unta masuk ke lubang jarum”. Delapan orang diantara mereka akan mendapat Dubailah, sedangkan empat lainnya aku tidak hafal yang dikatakan Syu’bah tentang mereka
Segelintir Munafik Dikenali Sebahagian Dari Sahabat
Rancangan oknum Sahabat Untuk Membunuh Nabi(sawa)
Terdapat sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Ulama Sunni berkaitan
rancangan para sahabat(tentunya yang munafik) untuk membunuh
Rasulullah(sawa) dengan menjatuhkan tunggangan yang baginda naiki dari
tebing tajam. Rancangan ini ada kaitannya dengan tafsir surah at Taubah
ayat 74:
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ ما قالُوا وَ لَقَدْ قالُوا
كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَ كَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ وَ هَمُّوا بِما لَمْ
يَنالُوا وَ ما نَقَمُوا إِلاَّ أَنْ أَغْناهُمُ اللَّهُ وَ رَسُولُهُ مِنْ
فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْراً لَهُمْ وَ إِنْ يَتَوَلَّوْا
يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذاباً أَليماً فِي الدُّنْيا وَ الْآخِرَةِ وَ ما
لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَ لا نَصيرٍ
“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah,
bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya
mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir
sesudah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya;
dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah
dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika
mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka
berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di
dunia dan di akhirat; dan mereka sekali- kali tidak mempunyai pelindung
dan tidak (pula) penolong di muka bumi.”
Ketika menerangkan ayat di atas, khususnya di bahagian: ”dan (mereka) mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya“ para
ahli tafsir Sunni telah menafsirkan ada sekelompok para sahabat yang
nama mereka dirahsiakan, berkomplot untuk membunuh Nabi(sawa)
Tentang ayat di atas, Ibnu Katsir berkata:
و قد ورد أن نفرا من المنافقين هموا بالفتك بالنبي
صلى اللّه عليه و سلم و هو في غزوة تبوك، في بعض تلك الليالي في حال السير،
و كانوا بضعة عشر رجلا، قال الضحاك: ففيهم نزلت هذه الآية
“Dan telah datang riwayat bahawa ada sekelompok orang munafik
berniat untuk membunuh Nabi (sawa). ketika dalam peperangan tabuk pada
salah satu malam dalam perjalanan pulang baginda. Mereka berjumlah
belasan orang. Adh- Dhahhâk berkata, ‘Untuk mereka lah ayat ini turun.’”
Kemudian Ibnu Katsir menyebutkan bukti kebenaran pendapat
ini dengan mengutip beberapa riwayat para ulama lain berkaitan masalah
ini, seperti riwayat al Baihaqi, riwayat Imam Ahmad, Imam Muslim dan lain-lain.
Dalam sebahagian riwayat disebutkan bahawa yang ingin membunuh Nabi (sawa). itu adalah seseorang dari suku Quraisy!
Dalam tafsir al Jalâlain juga menjelaskan ayat tersebut seperti berikut:
وَ هَمُّوا بِما لَمْ يَنالُوا من الفتك بالنبي ليلة
العقبة عند عوده من تبوك وهم بضعة عشر رجلا فضرب عمار بن ياسر وجوه الرواحل
لما غشوه فردوا
“..dan (mereka) mengingini apa yang mereka tidak dapat
mencapainya iaitu untuk membunuh Nabi di malam ‘Aqabah (tebing) sewaktu
kepulangan baginda dari Tabuk. Mereka berjumlah belasan orang. Ammâr
bin Yâsir mengenali wajah-wajah kenderaan mereka dan menghalaunya ketika
mereka hendak mengerumuni Nabi (sawa).”
Ibnu Jauzi juga menyebutnya dalam tafsir Zâdul Masîr-nya. Beliau berkata:
و الثاني: أنّها نزلت فيهم حين همّوا بقتل رسول اللّه
صلى اللّه عليه و سلم، رواه مجاهد عن ابن عباس، قال: و الذي همّ رجل يقال
له: الأسود. و قال مقاتل: هم خمسة عشر رجلا، همّوا بقتله ليلة العقبة.
“Pendapat kedua: Ayat ini turun tentang mereka yang
berniat membunuh Rasulullah saw.. demikian diriwayatkan Mujahid dari
Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Yang berniat membunuh adalah seorang bernama
Aswad. Muqatil berkata, ‘Mereka berjumlah lima belas orang. Mereka
berniat membunuh Nabi saw. di malam ‘Aqabah.”
Al Alûsi dalam tafsir Rûh al Ma’âni-nya juga menegaskan adanya perserongkolan para sahabat untuk membunuh Nabi (sawa) itu sepulang dari pertempuran Tabûk itu.
Serta masih banyak lagi kutipan para ulama Ahlusunnah yang menuduh
para sahabat itu telah berencana membunuh Nabi Muhammad (sawa).
Sekilas Pandang Peristiwa Itu
Dalam perjalanan pulang dari Tabuk, baginda(sawa) bersama sahabat
kepercayaan baginda, Ammar(ra) dan Huzaifah(ra) mengambil jalan pintas
dengan mengambil jalan pintas yang merbahaya, melalui tebing-tebing
tinggi yang tajam. Beberapa orang sahabat munafik, bagaimanapun
mengikuti baginda(sawa). Mereka menggunakan penutup wajah, bercadang
membunuh baginda dengan mendorong kenderaan baginda jatuh ke dalam
jurang. Malangnya, Nabi(sawa) mengetahui perkara ini, dan mengarahkan
Huzaifah untuk mengusir mereka. Sekembali Huzaifah, Nabi(sawa) bertanya
kepada beliau, samada Huzaifah mengenali wajah-wajah mereka. Huzaifah
menjawab bahawa beliau tidak dapat mengecam wajah mereka kerana mereka
menggunakan penutup muka, bagaimanapun, beliau mengecam tunggangan milik
mereka. Hudziafah berkata, ‘Mengapa tidak anda perintahkan saja agar
mereka dibunuh? Nabi (sawa) menjawab: baginda(swa) tidak mahu nanti orang-orang berkata bahawa Muhammad membunuh sabahatnya sendiri!
Riwayat Lengkapnya.
و أخرج البيهقي في الدلائل عن عروة رضى الله عنه قال
رجع رسول الله صلى الله عليه و سلم قافلا من تبوك إلى المدينة حتى إذا كان
ببعض الطريق مكر برسول الله صلى الله عليه و سلم ناس من أصحابهفتآمروا أن
يطرحوه من عقبة في الطريق فلما بلغوا العقبة أرادوا أن يسلكوها معه فلما
غشيهم رسول الله صلى الله عليه و سلم أخبر خبرهم فقال من شاء منكم أن يأخذ
بطن الوادي فانه أوسع لكم و اخذ رسول الله صلى الله عليه و سلم العقبة و
اخذ الناس ببطن الوادي الا النفر الذين مكروا برسول الله صلى الله عليه و
سلم لما سمعوا ذلك استعدوا و تلثموا و قد هموا بأمر عظيم و أمر رسول الله
صلى الله عليه و سلم حذيفة بن اليمان رضى الله عنه و عمار بن ياسر رضى الله
عنه فمشيا معه مشيا فأمر عمارا أن يأخذ بزمام الناقة و أمر حذيفة يسوقها
فبينما هم يسيرون إذ سمعوا وكزة القوم من ورائهم قد غشوه فغضب رسول الله
صلى الله عليه و سلم و أمر حذيفة أن يردهم و أبصر حذيفة رضى الله عنه غضب
رسول الله صلى الله عليه و سلم فرجع و معه محجن فاستقبل وجوه رواحلهم
فضربها ضربا بالمحجن و أبصر القوم وهم متلثمون لا يشعروا انما ذلك فعل
المسافر فرعبهم الله حين أبصروا حذيفة رضى الله عنه و ظنوا ان مكرهم قد ظهر
عليه فاسرعوا حتى خالطوا الناس و أقبل حذيفة رضى الله عنه حتى أدرك رسول
الله صلى الله عليه و سلم فلما أدركه قال اضرب الراحلة يا حذيفة و امش أنت
يا عمار فاسرعوا حتى استووا بأعلاها فخرجوا من العقبة ينتظرون الناس فقال
النبي صلى الله عليه و سلم لحذيفة هل عرفت يا حذيفة من هؤلاء الرهط أحدا
قال حذيفة عرفت راحلة فلان و فلان و قال كانت ظلمة الليل و غشيتهم وهم
متلثمون فقال النبي صلى الله عليه و سلم هل علمتم ما كان شأنهم و ما أرادوا
قالوا لا و الله يا رسول الله قال فإنهم مكروا ليسيروا معى حتى إذا طلعت
في العقبة طرحوني منها قال أفلا تامر بهم يا رسول الله فنضرب أعناقهم قال
أكره أن يتحدث الناس و يقولوا ان محمدا وضع يده في أصحابه فسماهم لهما و
قال اكتماهم
Imam al Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Dalâil-nya dari Urwah
yang berkata, “Rasulullah saw. pulang dari Tabuk menuju kota Madinah,
sesampainya di sebahagian jalan, sekelompok orang dari sahabat beliau
berbuat makar. Mereka berserongkol
untuk menjatuhkan baginda saw. dari atas tebing di jalan itu.
Sesampainya mereka di ujung tebing itu, mereka bermaksud berjalan di
sana bersama-sama Nabi saw. Ketika telah bergabung, Rasulullah saw.
bersabda kepada para sahabat, ‘Siapa yang ingin menempuh jalan lewat
perut lembah silakan, ia lebih lebar untuk kalian!’ Sementara Rasulullah
saw. melewati jalan tebing itu. Para sahabat melewati perut lembat
kecuali beberapa orang yang berencana berbuat makar terhadap Rasulullah
saw. Ketika mereka mendengar pengumuman itu, mereka bersiap-siap dan
mengenakan penutup wajah dan berencana melakukan makar besar. Rasulullah
saw. memerintahkan Hudzaifah bin al Yamân ra. Dan Ammâr bin Yâsir ra..
Keduanya berjalan bersama beliau, Ammâr diperintah untuk memegang
kendali kenderaan baginda, sementra Hudzaifah diminta untuk menuntunnya.
Ketika mereka sedang berjalan, mereka mendengar suara suara
langkah-langkah mereka (yang bermakar itu). Mereka berusa menerobos
rombongan Nabi saw. Baginda(sawa) marah dan memerintahkan Hudzaifah
untuk menghalau mereka. Hudzaifah melihat marahnya Rasulullah saw.
Hudzaifah kembali ke belakang dengan membawa tongkat kecil untuk
menghalau mereka. Hudzaifah menghadap wajah-wajah kendaraan mereka dan
memukulnya dengan tongkat itu. Hudzaifah melihat mereka dalam keadaan
mengenakan penutup wajah seperti kebiasaan sebahagian orang yang
bermusafir. Allah menanamkan rasa takut dalam hati mereka ketika mereka
melihat Hudzaifah ra. dan mereka menyangka bahawa Hudzaifah sudah
mengetahui rencana jahat mereka terbongkar. Mereka bercepat-cepat lari
dan bergabung dengan orang-orang lain. Hudzaifah ra. kembali kepada
Rasulullah saw., setelah sampai, beliau memerintah Hudzaifah dan Ammâr
agar pantas menuntun kenderaan beliau sehingga sampai di puncak tebing
itu dan setelahnya mereka keluar darinya sambil menanti rombongan lain
yang menempuh jalan perut lembah.
Nabi (sawa). bersabda kepada Hudzaifah: “Hai Hudzaifah, apakah engkau mengenali sesiapa dari mereka itu?”
Hudzaifah menjawab: “Aku mengenali kenderaan-kenderaan itu milik
si fulan dan si fulan. Gelapnya malam menutupi wajah mereka di samping
itu mereka mengenakan penutup wajah.”
Nabi saw. bersabda, “Tahukan kamu apa mahu mereka?”
“Tidak. Demi Allah.” Jawab Hudzaifah.
Nabi (sawa) menjelaskan, “Mereka berencana jahat membunuhku.
Mereka ikut berjalan bersamaku sehingga ketika sampai di atas tebing
mereka akan melemparkanku dari atasnya.”
Hudzaifah berkata, “Mengapakah tidak anda perintahkan saja agar kami penggal leher-leher mereka?!”
Nabi (sawa) “Aku tidak suka nanti orang-orang berkata Muhammad membunuh sahabatnya sendiri.”
Kemudian Nabi (sawa) menyebutkan nama-nama mereka untuk Hudzaifah dan Ammâr dan meminta keduanya merahasiakan
Rujukan: Tafsir ad Durrul Mantsûr,3358
Riwayat-riwayat senada juga telah disebutkan oleh para ulama seperti Syeikh Jalaluddin as Suyuthi dalam tafsirnya dan lainnya.
Di bawah ini saya sertakan teks asli riwayat tanpa terjemahan sebagai tambahan.
- و أخرج البيهقي في الدلائل عن ابن اسحق نحوه و زاد بعد قوله لحذيفة هل عرفت من القوم أحدا فقال لا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ان الله قد أخبرني بأسمائهم و أسماء آبائهم و سأخبرك بهم ان شاء الله عند وجه الصبح فلما أصبح سماهم له عبد الله بن أبى سعد و سعد بن أبى سرح و أبا حاصر الاعرابى و عامر و أبا عامر و الجلاس بن سويد بن الصامت و مجمع بن حارثة و مليحا التيمي و حصين بن نمير و طعمة بن أبيرق و عبد الله بن عيينة و مرة بن ربيع فهم اثنا عشر رجلا حاربوا الله و رسوله و أرادوا قتله فاطلع الله نبيه صلى الله عليه و سلم على ذلك و ذلك قوله عز و جل وَ هَمُّوا بِما لَمْ يَنالُوا و كان أبو عامر رأسهم و له بنوا مسجد الضرار و هو أبو حنظلة غسيل الملائكة
- و أخرج ابن سعد عن نافع بن جبير بن مطعم قال لم يخبر رسول الله صلى الله عليه و سلم بأسماء المنافقين الذين تحسوه ليلة العقبة بتبوك غير حذيفة رضى الله عنه وهم اثنا عشر رجلا ليس فيهم قريشي و كلهم من الأنصار و من حلفائهم
- و أخرج البيهقي في الدلائل عن حذيفة بن اليمان رضى الله عنه قال كنت آخذ بخطام ناقة رسول الله صلى الله عليه و سلم أقود به و عمار يسوقه أو أنا أسوقه و عمار يقوده حتى إذا كنا بالعقبة فإذا أنا باثني عشر راكبا قد اعترضوا فيها قال فأنبهت رسول الله صلى الله عليه و سلم فصرخ بهم فولوا مدبرين فقال لنا رسول الله صلى الله عليه و سلم هل عرفتم القوم قلنا لا يا رسول الله كانوا متلثمين و لكنا عرفنا الركاب قال هؤلاء المنافقون إلى يوم القيامة هل تدرون ما أرادوا قلنا لا قال أرادوا ان يزحموا رسول الله صلى الله عليه و سلم في العقبة فيلقوه منها قلنا يا رسول الله الله الا تبعث إلى عشائرهم حتى يبعث إليك كل قوم برأس صاحبهم قال لا انى أكره ان تحدث العرب بينها ان محمدا قاتل بقوم حتى إذا أظهره الله بهم أقبل عليهم يقتلهم ثم قال اللهم ارمهم بالدبيلة قلنا يا رسول الله و ما الدبيلة قال شهاب من نار يوضع على نياط قلب أحدهم فيهلك
Kesimpulan
Jelas dari riwayat di atas, orang-orang munafik ini adalah termasuk
dan DIKENALI sebagai sahabat Nabi(sawa). Ini bertentangan dengan
pendapat Ahlul Sunnah yang mengatakan keseluruhan sahabat itu adil dan
tidak termasuk golongan munafik. Mereka sentiasa bersama Nabi(sawa),
bermusafir bersama, berperang bersama,solat bersama dan sebagainya.
TIdak mustahil, orang-orang ini, adalah para sahabat dekat
Rasulullah(sawa). .
.
Ulama Tsiqat Menyatakan Ada Sahabat Badar Yang Munafik
Percayakah para pembaca jika ada orang munafik diantara mereka yang
ikut dalam perang Badar. Hal ini ternyata diyakini oleh salah seorang
ulama ahlus sunnah yang tsiqat. Jadi tidak ada alasan mengkaitkan hal
ini sebagai keyakinan syiah atau rafidhah. Perhatikan atsar berikut
أخبرنا أبو محمد السكري ببغداد أنبأ أبو بكر الشافعي ثنا جعفر بن محمد بن الأزهر ثنا المفضل بن غسان الغلابي وهو يذكر من عرف بالنفاق في عهد النبي صلى الله عليه و سلم قال والحارث بن سويد بن صامت من بني عمرو بن عوف شهد بدرا وهو الذي قتل المجذر يوم أحد غيلة فقتله به نبي الله صلى الله عليه و سلم
Telah mengabarkan kepada kami Abu Muhammad Al Askariy di Baghdad
yang berkata telah memberitakan kepada kami Abu Bakar Asy Syafi’iy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Al Azhar
yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Mufadhdhal bin Ghassaan
Al Ghalaabiy dan ia menyebutkan diantara orang yang dikenal munafik di
zaman Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam], ia berkata Al Harits bin
Suwaid bin Shaamit dari Bani ‘Amru bin ‘Auf orang yang ikut dalam perang
Badar dan ia telah membunuh Mijdzar pada perang Uhud dengan tipudaya
maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] membunuhnya karena hal itu [Sunan Al Kubra Baihaqi 8/57 no 15841]
Atsar di atas diriwayatkan oleh para perawi tsiqat hingga Mufadhdhal bin Ghassaan Al Ghalabiy dan dia adalah ulama yang tsiqat.
- Abu Muhammad Al Askariy adalah Abdullah bin Yahya bin ‘Abdul Jabar Al Baghdadiy. Adz Dzahabi menyebutnya syaikh yang tsiqat. Al Khatib berkata “kami menulis darinya dan ia shaduq” [As Siyar Adz Dzahabi 17/387 no 246]
- Abu Bakar Asy Syafi’i adalah Muhammad bin ‘Abdullah bin Ibrahim seorang Imam muhaddis mutqin hujjah faqih musnad Irak. Al Khatib berkata “tsiqat tsabit banyak meriwayatkan hadis”. Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun” [As Siyar 16/40-42 no 27].
- Ja’far bin Muhammad bin Al Azhar adalah Abu Ahmad Al Bazzaar Al Bawardiy meriwayatkan dari Mufadhdhal bin Ghassaan, Wahb bin Baqiyah dan Muhammad bin Khalid. Diantara yang meriwayatkan darinya adalah Abu Bakar Asy Syafi’i. Al Khatib berkata “tsiqat” [Tarikh Baghdad 8/97 no 3613]
- Mufadhdhal bin Ghassaan Al Ghalaabiy adalah Abu ‘Abdurrahman Al Ghalaabiy berasal dari Bashrah dan tinggal di Baghdad. Diantara yang meriwayatkan darinya adalah Ja’far bin Muhammad bin Al Azhar. Al Khatib menyatakan ia tsiqat. [Tarikh Baghdad 15/156 no 7060]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “ia termasuk sahabat Yahya bin Ma’in” [Ats Tsiqat juz 9 no 15904]
Maksud dari perkataan “membunuh dengan tipu daya” disini
adalah Al Harits dan Mijdzar keduanya berada di pihak yang sama dalam
perang Uhud tetapi Al Harits membunuh Mijdzar karena Mijdzar telah
membunuh ayah Al Harits di masa Jahiliyah dahulu. Atsar di atas
membuktikan ada ulama tsiqat yang berkata bahwa ada sahabat Badar yang
munafik. Yah mungkin ulama satu ini [Mufadhdhal bin Ghassaan] akan
dihujat oleh salafy nashibi
.
Apakah Ada Sahabat Badar Yang Dinyatakan Munafik?
Perhatikan baik-baik, judul di atas adalah pertanyaan dan tulisan
kali ini akan menunjukkan berbagai qarinah yang menunjukkan ada salah
seorang yang ikut menyaksikan perang Badar ternyata setelah itu ia
dinyatakan munafik. Penegasan kemunafikan itu turun dari langit dengan
salah satu ayat Al Qur’an yang turun untuknya
حدثنا يوسف بن حماد حدثنا عبد الأعلى بن عبد الأعلى عن سعيد عن قتادة عن أنس أن أبا طلحة قال غشينا ونحن في مصافنا يوم أحد حدث أنه كان فيمن غشيه النعاس يومئذ قال فجعل سيفي يسقط من يدي وآخذه ويسقط من يدي وآخذه والطائفة الأخرى المنافقون ليس لهم هم إلا أنفسهم أجبن قوم وأرغبه وأخذله للحق
Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Hamaad yang berkata
telah menceritakan kepada kami ‘Abdul A’laa bin ‘Abdul A’laa dari Sa’id
dari Qatadah dari Anas bahwa Abu Thalhah berkata kami diliputi rasa
kantuk pada pasukan perang uhud, ia menceritakan terjadi serangan rasa
kantuk pada hari itu. Dia berkata “pedangku terjatuh dari tanganku dan
aku mengambilnya kembali, kemudian kembali terjatuh lagi dan aku ambil
kembali. Sedangkan golongan yang lain yaitu orang-orang munafik tidak
ada yang mereka cemaskan selain diri mereka sendiri, mereka adalah
orang-orang pengecut dan tidak peduli pada kebenaran [Sunan Tirmidzi 5/229 no 3008]
Imam Tirmidzi berkata “ini hadis hasan shahih”. Hadis riwayat
Tirmidzi ini shahih, Sa’id adalah Sa’id bin Abi Arubah, ia dimasukkan
oleh Ibnu Hajar dalam mudallis martabat kedua [Thabaqat Al Mudallisin no
50]. Tetapi hal ini tidak membahayakan hadisnya karena mudallis
martabat kedua dijadikan hujjah ‘an anahnya dalam kitab shahih apalagi
diketahui kalau Sa’id bin Abi Arubah termasuk diantara orang yang paling
tsabit riwayatnya dari Qatadah. Sa’id bin Abi Arubah juga dikatakan
mengalami ikhtilath, tetapi disini yang meriwayatkan darinya adalah
‘Abdul A’la bin ‘Abdul A’la dimana ia termasuk yang meriwayatkan dari
Sa’id sebelum ia mengalamai ikhtilath [Al Mukhtalithin Abu Sa'id Al
Ala'iy no 18]. Periwayatan Abdul A’la dari Sa’id telah dimasukkan
Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya.
Sa’id bin Abi Arubah memiliki mutaba’ah yaitu dari Syaiban bin
‘Abdurrahman sebagaimana disebutkan Abu Nu’aim dalam Shifatu Nifaq no
133 dan Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu Hibban 16/145 no 7180 [dimana
Syu’aib Al Arnauth berkata “sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari”].
Kemudian Qatadah dalam periwayatan dari Anas memiliki mutaba’ah dari
Rabi’ bin Anas sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ath Thabari 7/318 no
8078.
حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن إسماعيل الصائغ، قَالَ حَدَّثَنَا يوسف بْن البهلول قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ إدريس، عَنْ ابْن إِسْحَاقَ، قَالَ حدثني يحيى بْن عباد بْن عَبْدِ اللهِ بْن الزبير، عَنْ أبيه، عَنْ عَبْد اللهِ بْن الزبير، قَالَ قَالَ الزبير أرسل الله علينا النوم يعني يوم أحد فوالله إني لأسمع كالحلم قول معتب بْن قشير {لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَهُنَا} فحفظتها منه، وفي ذَلِكَ أنزل الله جَلَّ وَعَزَّ {ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا} إِلَى قوله {مَا قُتِلْنَا هَهُنَا} ، لقول معتب بْن قشير
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ismail Ash Shaa’igh
yang berkata telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Buhlul yang
berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris dari Ibnu Ishaq yang
berkata telah menceritakan kepadaku Yahya bin ‘Abbad bin ‘Abdullah bin
Zubair dari ayahnya dari Abdullah bin Zubair yang berkata Zubair berkata
Allah SWT mengirimkan rasa kantuk kepada kami yaitu pada perang Uhud
maka demi Allah aku mendengar seolah seperti mimpi Mu’attib bin Qusyair
berkata “sekiranya ada bagi kita sesuatu dalam urusan ini maka niscaya
kita tidak akan dibunuh disini” Aku pun menghafalkan perkataan itu, dan
untuk hal itulah turun firman Allah [kemudian setelah kamu berduka cita
Allah menurunkan keamanan berupa kantuk] hingga perkataannya [niscaya
kita tidak akan dibunuh disini] yaitu perkataan Mu’attib bin Qusyair [Tafsir Al Qur'an Ibnu Mundzir 2/457 no 1091]
Hadis di atas sanadnya hasan telah diriwayatkan oleh
perawi tsiqat dan shaduq. Juga disebutkan riwayat ini dalam Tafsir Ibnu
Abi Hatim 3/795 no 4373 dengan sanad yang serupa. Berikut perawi dalam
sanad di atas
- Muhammad bin Isma’il Ash Sha’igh adalah perawi Abu Dawud. Ibnu Abi Hatim berkata “shaduq”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 9 no 57]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/55]. Adz Dzahabi berkata “imam muhaddis tsiqat” [As Siyar 13/161 no 95]
- Yusuf bin Buhlul At Tamimiy mendengar Syarik bin ‘Abdullah, Yahya bin Zakaria bin Abi Za’idah, Abdullah bin Idris dan Abu Khalid Al Ahmar. Telah meriwayatkan darinya Bukhari, Yaqub bin Syaibah dan Abu Zur’ah. Al Khatib berkata “tsiqat”. Muhammad bin Abdullah Al Hadhramiy berkata “tsiqat” [Tarikh Baghdad 16/437 no 7561]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/343]
- ‘Abdullah bin Idris adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Yaqub bin Syaibah berkata “ahli ibadah yang memiliki keutamaan”. Ibnu ‘Ammaar berkata “termasuk hamba Allah yang shalih dan zuhud”. Abu Hatim menyatakan ia hujjah imam kaum muslimin yang tsiqat. Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat ma’mun banyak meriwayatkan hadis, hujjah”. Ibnu Hibban memasukkan dalam Ats Tsiqat. Ibnu Khirasy berkata ‘tsiqat”. Al Ijli berkata “tsiqat tsabit”. Ali bin Madini menyatakan ia termasuk tsiqat. Al Khalili berkata “tsiqat muttafaq ‘alaih” [At Tahdzib juz 5 no 248]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat faqih ahli ibadah” [At Taqrib 1/477]
- Muhammad bin Ishaq bin Yasar adalah penulis kitab sirah yang terkenal. Ibnu Hajar mengatakan ia seorang yang imam dalam sejarah, shaduq melakukan tadlis dan bertasyayyu’ [At Taqrib 2/54]. Tetapi dalam hadis ini Muhammad bin Ishaq menyebutkan lafal “haddatsani” maka hadisnya shahih.
- Yahya bin ‘Abbad bin ‘Abdullah bin Zubair termasuk perawi Ashabus Sunan. Ibnu Ma’in, Nasa’i dan Daruquthni menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis” [At Tahdzib juz 11 no 382]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/306]
- ‘Abbad bin ‘Abdullah bin Zubair adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Nasa’i berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Al Ijli berkata “tabiin madinah yang tsiqat” [At Tahdzib juz 5 no 164]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/467]
Jadi hadis Abdullah bin Zubair dari ayahnya di atas adalah sanadnya
jayyid dan menjelaskan tentang turunnya Al Qur’an Ali Imran ayat 154
dimana salah satunya tertuju untuk Mu’attib bin Qusyair seperti yang
disebutkan di atas
ثُمَّ أَنزَلَ عَلَيْكُم مِّن بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُّعَاساً يَغْشَى طَآئِفَةً مِّنكُمْ وَطَآئِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَل لَّنَا مِنَ الأَمْرِ مِن شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنفُسِهِم مَّا لاَ يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُل لَّوْ كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحَّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu
keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang
segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka
menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah.
Mereka berkata “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan)
dalam urusan ini?”. Katakanlah “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di
tangan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak
mereka terangkan kepadamu, mereka berkata “Sekiranya ada bagi kita
barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak
akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah “Sekiranya kamu berada di
rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh
itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat
demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan
apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati [QS Ali Imran : 154]
Ayat di atas menjelaskan bahwa pada saat perang Uhud Allah SWT
menurunkan rasa kantuk kepada orang-orang yang beriman sebagai rasa aman
bagi mereka sedangkan golongan lain yang dicemaskan oleh dirinya
sendiri mereka adalah orang-orang munafik yang ikut dalam barisan kaum
mukminin [seperti yang ditegaskan dalam riwayat Abu Thalhah di atas].
Mereka menyangka yang tidak benar kepada Allah seperti sangkaan
jahiliyah dan diantara mereka ada yang berkata “sekiranya ada bagi kita sesuatu [hak campur tangan] dalam urusan ini maka kita tidak akan terbunuh”.
Disebutkan dalam riwayat shahih di atas kalau yang berucap ini adalah
Mu’attib bin Qusyair. Jadi Mu’attib bin Qusyair tergolong ke dalam
orang-orang munafik saat perang uhud.
Lantas siapakah Mu’attib bin Qusyair ini?. Sebagian ulama
memasukkannya ke dalam daftar sahabat Nabi. Ibnu Hajar menyebutkan
biografinya dalam Al Ishabah dan menyatakan ia Ashabul Aqabah, dikatakan
ia munafik dan Ibnu Ishaq menyebutkan kalau ia termasuk yang ikut dalam
perang Badar [Al Ishabah 6/175 no 8125]. Ibnu Abdil Barr berkata “ia
ikut menyaksikan perang Badar dan uhud” [Al Isti’ab 3/1429]. Ibnu Atsir
menyebutkan bahwa ia termasuk orang Anshar menyaksikan perang Badar dan
perang Uhud [Asad Al Ghabah 5/237]. Ibnu Sa’ad berkata “ia menyaksikan
perang Badar dan Uhud” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/463]. Abu Nu’aim Al
Ashbahaniy memasukkan Mu’attib bin Qusyair kedalam kitabnya Ma’rifat Ash
Shahabah dan berkata ia menyaksikan perang Badar [Ma’rifat Ash Shahabah
Abu Nu’aim 18/118]. Ibnu Makula menyebutkan ia menyaksikan perang Badar
dan termasuk Ashabul Aqabah [Ikmal Al Kamal 7/280]
Apa yang kita dapat sejauh ini?. Mu’attib bin Qusyair termasuk
sahabat yang ikut dalam perang Badar tetapi ketika perang Uhud ia masuk
dalam golongan orang munafik walaupun ia ikut di barisan kaum mukminin.
Jadi adakah sahabat Nabi yang munafik? Uups atau bahasanya adakah
sahabat Nabi yang menjadi munafik?. Apa jawabannya silakan direnungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar