Pencarian Isi Blogg Ini

Jumat, 11 Januari 2013

Gus Dur memahami kebiadaban wahabi.

.
.
.
.
.
.

Jika MUI Lamban, MIUMI Bisa Keluarkan Fatwa Sesat Syiah

JAKARTA (VoA-Islam) –

MIUMI begitu lahir langsung hantam Syiah

Pernyataan MIUMI Tentang Kesesatan Ajaran Syiah ??
Ya ahlulbait, kami dizalimi..
Setelah memasukkan ratusan ribu tentara kafir najis AS ketanah suci Mekkah pada masa Perang Teluk I menghancurkan muslimin Irak maka kini gerakan Neo wahabi mengulah lagi

Setelah membantu Saddam Hussein membantai warga Iran dalam perang Irak Iran yang membuat 1 juta orang tewas maka kini wahabi mengulah lagi
Niatan kader kader kader NU dan Muhammadiyah untuk mengantarkan ketua Umumnya menuju kursi CAPRES RI 2014 terus dijegal sejumlah pihak..
Ada 2,5 juta kaum syi’ah indonesia yang terheran heran dengan aksi terselubung ini.. Wow, politik memang halus nan licin
Semangatnya kelompok Salafi Wahabi menghantam Syi’ah pada saat AS dan Israel tengah berseteru dan nyaris perang dengan Iran saya lihat menguntungkan AS dan Israel. Saat ini yg membantu Hizbullah dan Hamas melawan Israel dgn roket dan dana adalah Suriah dan Iran. Jika Iran hancur, kata pejabat Israel, Hamas akan habis dalam waktu seminggu.
Padahal perkembangah Syiah di Indonesia telah dikukuhkan oleh oleh Gus Dur pada tahun 2000 dengan berdirinya IJABI (Ikatan Jamaah Ahlu Bait Indonesia). Kata Gus Dur, Syiah itu seperti wanita hamil, yang kini telah lahir sebagai ormas resmi kaum Syiah.Kemudian tahun 2011, pemerintahan SBY juga mengakui keberadaan ABI (Ahlu Bait Indonesia), dimana Departemen Dalam negeri telah menerima ABI sebagai ormas baru kaum Syiah. Kini, sudah ada dua ormas Syiah: IJABI dan ABI. Meski keduanya, dikabarkan, telah berseberangan pendapat
.
Jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertindak lambat atau tidak mengeluarkan fatwa sesat Syi’ah, MIUMI dapat mengeluarkan fatwa sendiri, mengingat di dalam organisiasi Majelis Intelektual dan Ulama MUda Indonesia (MIUMI) terdapat Komisi Fatwa. Untuk saat ini, MIUMI masih menunggu dan terus berkoordinasi dengan semua pihak untuk menyadarkan umat terhadap bahaya Syi’ah.
“MIUMI bisa mengeluarkan fatwa sesat Syiah, tergantung pada kondisi yang ada. MIUMI memang memiliki lembaga fatwa, tapi bila kita mendengar, MUI berjanji akan mengkaji dan mengeluarkan fatwa tentang Syiah, maka MIUMI optimis MUI akan memenuhi janjinya. Yang jelas, MIUMI akan terus mendesak MUI untuk mengeluarkan fatwa sesat Syiah,” demikian dikatakan anggota MIUMI Ustadz Ahmad Farid Okbah kepada Voa-Islam ketika menanggapi lambannya MUI mengeluarkan fatwa sesat Syiah.
Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) kembali menegaskan, akan mendesak terus Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa sesat Syiah. MIUMI sendiri telah menyampaikan keresahan dan tekanan umat atas bahaya Syiah kepada MUI.
MIUMI juga telah menyerahkan dokumen fatwa-fatwa ulama terkait Syiah, “Kami di MIUMI mendesak agar MUI mengeluarkan fatwa soal Syiah, sehingga menjadi jelas sikapnya,” ujar Ustadz Farid.
Sebelumnya, sejumlah delegasi dari MIUMI, Selasa (27/3) menyambangi sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di Jl. Proklamasi No.51, Jakarta Pusat. Dari pihak MIUMI, delegasi dipimpin oleh Ustadz Hamid Fahmy Zarkasyi. Beberapa delegasi lainnya antara lain:  Fahmi Salim, Farid Ahmad Okbah, Muhammad Rasmin Zaytun, Fadzlan Garamatan, Henri Shalahudin, Zaenal Najah, Ust Jeje Zainuddin.
Delegasi MIUMI diterima oleh Ketua MUI Pusat KH. Ma’ruf Amin dan anggota MUI lainnya, diantaranya:  Ichwan Sam, KH. Muhyiddin Junaidi, Umar Shihab, Nasir Zubaidi, Anwar Abas, Nadratudzzaman, Sinanseri Encip, Tuty Alawiyah, Amidhan, Teuku Zulkarnaen, Hasanuddin AF.
Sebagian besar anggota MUI menyambut gembira dengan kehadiran MIUMI, kendati sebagai anggota MUI lainnya terkesan cemas jika MIUMI akan menandingi keberadaan MUI.
Dalam pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tersebut, MIUMI menyerahkan kumpulan dokumen bukti-bukti kesesatan Syiah yang berjudul “Syiah Memecah Belah, Mencerca Sahabat dan Mencaci Istri Nabi: Himpunan Fatwa dan pernyataan Ulama Indonesia.”
Delegasi dari MIUMI, Ustadz Farid Ahmad Okbah di dihadapan sejumlah petinggi MUI, menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan Syiah di Indonesia dan kesesatan ajarannya. Dalam dokumen yang diserahkan ke MUI itu juga terdapat kumpulan fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah, seperti Fatwa MUI Jawa Timur. Pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari, Habib Salim bin Jindan dan sebagainya.
mui miumi MIUMI Bongkar Habis Paham Sesat Syiah di Kantor MUI Pusat
Fatwa Sesat Syiah diminta oleh pendukung Ajaran Wahabi seperti MIUMI, padahal wahabi mendorong orang menjadi teroris
.
Bukankah tradisi NU yang sudah mendarah daging di jawa ini, ada Muludan, Grebek Syawal, Sekaten, dan lain-lain.. disana ada akulturasi budaya, kawin silang budaya. antara Syi’ah-Sunni. Dan bahkan, tradisi yang sering kita lakukan di Jawa ini, seperti yang saya katakan diatas, kita–yang mengaku sebagai ahlussunnah–itu telah mengadopsi dari kalangan Syi’ah. terus, masih saja mau menyesatkan syi’ah?
.
Yang membedakan, atau perbedaan mendasar mengenai Ahlussunnah dengan Syi’ah itu hanya pada “minus” imamah saja. Jadi, ahlussunnah orang Jawa ini minus imamah, atau tidak meyakini konsep imamiyyah.Dan, hadist-hadist yang digunakan oleh kalangan syi’ah itu kebanyakan yang dipakai oleh mereka yang periwayatannya dari Imam Ali bin Abi Thalib
.
Kalau disadari, sebenarnya, keunggulan orang syi’ah itu terletak pada konsep “imamahnya” tersebut. Sehingga, sangat jarang orang syi’ah bentrok gara-gara perbedaan tentang fatwa
.
di Indonesia, semua orang bisa mengeluarkan fatwa ???  yang pada akhirnya, sering terjadi crash. kontradiksi. terutama di tubuh Majelis Ulama’ Indonesia
.
Sangat simpel sebenarnya bila kita mengindentifikasi pada kasus syi’ah seperti yang dihembuskan oleh media saat ini. Bentrok antara Syi’ah dan Sunni sebagaimana yang terjadi di Madura, itu merupakan bagian dari orang-orang yang tidak paham dengan ajaran agama,  sehingga, agama dijadikan Tujuan, bukan Tuhan yang dijadikan tujuan (goal) dalam beragama. please say no to anarchy and don’t to judge the others with “sesat”.
Delegasi dari MIUMI, Ustadz Farid Ahmad Okbah Al Wahabi di dihadapan sejumlah petinggi MUI, menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan Syiah di Indonesia dan kesesatan ajarannya. Dalam dokumen yang diserahkan ke MUI itu juga terdapat kumpulan fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah, seperti Fatwa MUI Jawa Timur. Pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari, Habib Salim bin Jindan dan sebagainya.
“Melihat awal perkembangan Syiah di Indonesia, pertama kali muncul dari Bangil, Madura, Jawa Timur.  Saya sendiri orang Bangil. Kita mengetahui, dalam menyebarkan paham Syiah di Indonesia, para penggeraknya berdalih menggalang persaudaran diantara umat Islam, namun didalamnya mengandung visi-misi Syiah. Jika dulu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kini mulai terang-terangan, contohnya seperti YAPI di Jawa Timur yang dikenal sebagai pusat dakwah dan kaderisasi Syiah,” ujar Ustadz Farid al Wahabi menjelaskan.
Tak dipungkiri, untuk menciptakan kader ulama Syiah, mereke mengutus kadernya untuk belajar ke Syiria, Irak dan Iran, termasuk ke Bangil, Jawa Timur. Ketahuilah, suara ukhuwah Islamiyah adalah kaum Syiah untuk menggalang persatuandari umat Islam Ahli Sunnah.
Sebagai contoh,  tulisan Haidar Bagir di harian Republika yang berjudul “Menuju Persatuan umat”. Tulisan Haidar Bagir pun mendapat tanggapan dari Fahmi Salim dan Prof Baharun di harian yang sama. Dengan licik, Haidar Bagir memasang iklan Yayasan Muslim Islam Bersatu sebagai bentuk propaganda terselubung
.
Video ini di perankan oleh Yasir Al Habib, dia bukan ulama syi’ah yang mu’tabar !

Syiah Melaknat Para Sahabat dalam Sholat mereka ?? Satu, dua, tiga orang Syiah yang melakukan caci maki terhadap sahabat tidak bisa kita generalisasi bahwa mencaci maki sahabat adalah ajaran apalagi akidah Syiah.
Sebagai mazhab (umum) terbesar kedua, tidak ada yang tahu secara pasti berapa jumlah pengikut mazhab Syiah ahlulbait di seluruh dunia. Berdasarkan data demografi, populasi pengikut Syiah di Bahrain (92%), Azerbaijan (74%), Irak (64%), Libanon (60%), dan Yaman (46%). Sedangkan Arab Saudi sekitar 15%, dan masih menurut Wikipedia, jumlah di Indonesia hampir 2 juta.Namun menurut penulis web syiahali, jumlah syi’ah di NKRI sudah 2,5 juta jiwa
Sedangkan Iran, yang negaranya dikenal mengikuti mazhab Syiah Ja’fari, memiliki jumlah pengikut terbesar: lebih dari 60 juta. Ada beberapa sebab mengapa mazhab Syiah menjadi mayoritas di wilayah Iran. Beberapa hal di antaranya dijelaskan oleh Ayatullah Muhammad Al-Musawi kepada Al-Hafizh Muhammad Rasyid dalam dialognya di kota Peshawar.
Pertama karena ketiadaan fanatisme kebangsaan, kepentingan kelompok, dan motif kesukuan pada orang Persia. Mereka tidak terkait kepada salah satu kabilah sebagaimana kabilah Quraisy atau kabilah di Jazirah Arab lainnya. Lalu kemudian mereka menemukan hal itu pada diri Ali bin Abi Thalib. Kefanatikan dan kepentingan kelompok (suku/bani/kabilah) tidak menghalangi mereka dari jalan ahlulbait.
Kedua, karena kecerdasan dan kerasionalan mereka yang mencegah mereka bersikap fanatik dan taklid buta. Imam Ahmad dalam Musnad-nya (2/422) meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda, “Kalau ilmu itu berada di bintang Tsuraiya, yang akan memperolehnya adalah dari orang Persia.” Begitu juga Ibnu Qani dalam Al-Ishâbah (3/459) meriwayatkan, “Kalau agama itu bergantung pada bintang, yang memperolehnya adalah orang Persia.”
Ketiga, Ali bin Abi Thalib mengetahui hak setiap orang dan hak tawanan dalam Islam. Sebab, Nabi saw. pernah mewasiatkan kepada kaum Muslim agar berlaku baik kepada tawanan. Nabi bersabda, “Berilah mereka makanan dengan makanan yang biasa kalian makan. Berilah mereka pakaian dengan yang biasa kalian pakai.” Sedangkan yang lain tidak mengetahuinya, atau kalau pun tahu mereka tidak menjalankannya.
Dalam sejarah dikisahkan bahwa ketika Islam membawa tawanan dari Persia (Iran) ke Madinah, sebagian kaum Muslim memperlakukan mereka secara tidak patut. Maka Imam Ali bangkit membela para tawanan itu, khususnya kepada kedua puteri Kisra ketika khalifah Abu Bakar hendak menjual mereka. Akan tetapi Ali mencegahnya dan mengatakan, “Rasulullah melarang menjual raja serta putra-putrinya.”
Lalu ia menyuruh masing-masing dari kedua putri Kisra itu memilih seorang laki-laki dari kaum muslim yang akan menikahinya. Di antara putri Kisra itu bernama Syah Zanan yang memilih menikah dengan Muhammad bin Abu Bakar, dan seorang lagi bernama Syahr Banu yang memilih Husain bin Ali.
Ketika penduduk Iran melihat dan mendengar pernikahan kedua puteri Yazdajird dan penghormatan Imam Ali kepada keduanya, mereka berterima kasih atas sikap mulia dan manusiawi dari Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib. Ini merupakan sebab terpenting yang mendorong penduduk Iran lebih mendalami pribadi suci Ali.
Keempat, semacam ada keterikatan khusus penduduk Iran dengan Salman Al-Farisi yang merupakan anggota keluarga mereka. Karena keislaman Salman yang mengagumkan dan kedudukannya yang mulia di sisi Nabi saw., ia dianggap sebagai bagian dari ahlulbait. Sebuah hadis meriwayatkan bahwa nabi bersabda, “Salman adalah bagian dari kami, ahlulbait.” Sejak hari itu, ia biasa dipanggil dengan Salman Al-Muhammadi.
Karena Salman merupakan bagian dari Syiah ahlulbait, ia termasuk orang yang menentang perkumpulan di Saqifah dan pemilihan khalifah di sana, lalu kemudian mengajak kaumnya untuk berpegang kepada mazhab Syiah ahlulbait. Wallahualam.
Rasulullah menaruh tangannya kepada Salman Al-Farisi dan berkata, “Jika keimanan diletakkan di bintang ats-tsuraiya (pleiades), maka orang-orangnya (Salman, Persia) akan menggapainya.” (HR. Bukhari)
Beberapa orang telah mencampuradukkan antara Iran dengan Syiah. Mereka mencoba untuk menunjukkan bahwa Syiah adalah orang-orang Persia yang membenci Arab dan itu sebabnya mereka membenci Umar dan beberapa sahabat lainnya. Iran adalah sebuah negara dan Syiah adalah sebuah keyakinan. Keduanya adalah entitas yang berbeda. Banyak pengikut Syiah yang bukan orang Iran. Ada pengikut Syiah di Irak, Hijaz (Jazirah Arab), Suriah, Lebanon, dan mereka semua orang Arab. Selain itu, ada juga Syiah di Pakistan, India, Afrika, Amerika, dan mereka semua bukan Arab atau Persia.
Lebih lanjut, seluruh dua belas imam Syiah adalah Arab Quraisy dari Bani Hasyim. Jika Persia membenci Arab, sebagaimana tuduhan beberapa orang, mereka akan memilih Salman Al-Farisi sebagai imam karena beliau adalah sahabat besar nabi dan dihormati oleh Syiah maupun suni. Di sisi lain, banyak imam suni terkemuka adalah orang Persia, seperti Abu Hanifah, An-Nasai, At-Tirmidzi, Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Al-Ghazali, Al-Farabi, dan banyak lainnya.
Jika semua Syiah adalah orang Persia yang menolak Umar karena dia telah menghancurkan kekuatan mereka, bagaimana kita menjelaskan penolakan orang-orang Arab (terhadap Syiah) yang bukan orang Persia? Karenanya, hal tersebut adalah pernyataan yang tidak masuk akal. Orang-orang ini menolak Umar karena perannya dalam mengeluarkan Ali dari kepemimpinan setelah wafatnya nabi dan juga karena perselisihan yang tragis.
Memang benar bahwa Syiah, entah mereka Arab atau Persia atau bangsa lainnya, mengikuti Quran dan sunah nabi yang disampaikan oleh keluarga beliau, dan menolak alternatif lain, meskipun ada kebijakan menindas rezim Umayyah dan Abbasiah selama tujuh abad. Selama periode itu, mereka mengejar orang-orang Syiah di mana pun. Mereka membunuh, mengusir, menolak hak-hak mereka, dan berusaha menghancurkan kultur dan warisan intelektual, kemudian menyebarkan berbagai macam rumor tentang mereka agar orang-orang menjauh darinya. Warisan dari kebijakan tersebut masih terasa sampai sekarang.
Seorang Wahabi menyebutkan:
Semua catatan sejarah menunjukkan bahwa Iran adalah tempat subur bagi banyak kerusakan dalam sejarah Islam, baik itu Khurramiah, Khawarij, Hashshasyin, Qaramithah, dan segala macam kelompok rusak termasuk penyembah dua belas orang.
Benar-benar tak masuk akal! Khawarij muncul di Irak. Hamdan Qarmat (pemimpin Qaramithah) tinggal di Kufah. Kebanyakan pengikut Qaramithah berasal dari Yaman. Sekedar tahu saja, tidak ada sekte yang menyembah dua belas orang. Inikah (pengetahuan) yang Anda terima dari ASI ibu Anda?
Meskipun saya tidak ingin menyebut bangsa manapun, tetapi riwayat suni otentik mengandung banyak riwayat yang berpihak pada Persia. Saya akan mengutipkan beberapa di antaranya:
Sahih Al-Bukhari hadis: 6.420
Abu Hurairah meriwayatkan:
Ketika kami sedang duduk bersama nabi, Surah Al-Jumuah diturunkan kepadanya. Ketika ayat “…(dan Dia juga mengutus) kepada kaum yang lain dari mereka…” dibacakan oleh nabi, saya berkata, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Nabi tidak menjawab sampai saya mengulangi pertanyaan tiga kali. Pada saat itu, Salman Al-Farisi bersama kami. Maka Rasulullah meletakkan tangannya ke Salman, berkata, “Seandainya iman berada di (bintang tertinggi) Tsuraiya, maka orang-orang dari orang ini (Salman) yang akan mencapainya.”
Riwayat selanjutnya:
Sahih Al-Bukhari hadis: 6.421
Abu Hurairah meriwayatkan:
Nabi bersabda, “Maka beberapa orang dari orang tersebut akan meraihnya.”
Saya juga harus menyebutkan bahwa Salman berasal dari sebuah provinsi di Iran bernama Fars, yang saat ini berada di tengah-tengah Iran. Sahih Muslim juga memiliki riwayat terkait hal ini:
Abu Hurairah meriwayatkan: Kami sedang duduk bersama Rasulullah saw. dan Surah Al-Jumuah diturunkan kepadanya. Ketika dia membaca: “Kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka” (62:3), seseorang di antara mereka (yang duduk di sana) berkata: “Rasulullah!” Tapi Rasulullah saw. tidak menjawab, hingga dia bertanya satu, dua, atau tiga kali. Di antara kami ada Salman Al-Farisi. Rasulullah saw. menempatkan tangannya pada Salman dan berkata: “Sekalipun iman berada dekat Tsuraiya, seseorang di antara orang ini yang akan menggapainya.”
Rujukan suni: Sahih Muslim, versi Bahasa Inggris, Bab MLI, di bawah judul: The merit of the people of Persia, riwayat #6178
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jika agama berada di Tsuraiya, maka seseorang dari Persia akan mengambilnya, atau seseorang dari keturunan Persia pasti akan menemukannya.
Rujukan suni: Sahih Muslim, versi Bahasa Inggris, Bab MLI, di bawah judul: The merit of the people of Persia, riwayat #6177
Sekali lagi, saya tidak bermaksud mendukung bangsa manapun, tapi saya mengutipkan riwayat tersebut untuk menunjukkan bertapa absurdnya tuduhan palsu terhadap muslim dari Iran.
Penulis Wahabi itu kemudian menyebutkan:
Sebenarnya, kebanyakan orang Iran telah menerima sunah nabi dan bergabung bersama jemaah sebelum mereka dipaksa pindah kepada Rafidisme oleh Safawi, untuk menunjukkan sejauh mana kekuatan fitnah di sana.
Mayoritas orang Persia sudah mengikuti ahlulbait sejak awal kemunculan Islam di wilayah tersebut, meskipun kebijakan menindas Umayyah dan Abbasiah terus berlanjut untuk mengadili pengikut ahlulbait di Persia, Irak, Hijaz, dan tempat-tempat lain.
Tidak ada yang bisa memaksakan seseorang untuk pindah ke agama lain, karena agama ada di hati seseorang dan bukan di kartu identitas. Logika Anda sangat kabur ketika saya melihat banyak orang Arab di Jazirah Arab (yang sekarang dikenal sebagai kerajaan Arab Saudi) adalah Syiah Imam Ali a.s. meskipun rezim menindas di Hijaz sejak awal sejarah Islam. Mungkin Anda juga akan beralasan bahwa Hijaz waktu itu bagian dari Iran?!
Mari kita mengulangi kembali salah satu subbab pelajaran dasar logika: generalisasi. Karena mungkin saja kita pernah mengucapkan atau mendengar seseorang mengatakan untuk tidak melakukan generalisasi. Kita akan mengulang sedikit saja agar saya dan Anda tidak salah lagi dalam melakukan penilaian terhadap kelompok atau orang lain.
Sebagai salah satu proses penalaran induksi (khusus-umum), generalisasi merupakan penyimpulan yang berawal dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum. Fenomena yang dialami kita setarakan dengan seluruh fenomena sejenis. Jadi, kesimpulan dari satu peristiwa yang terjadi kita berlakukan juga kepada peristiwa lain yang belum terjadi. Karena itulah, proses seperti ini sebenarnya tidak sampai pada kebenaran absolut, tetapi hanya sebuah kemungkinan.
Ketika berbicara mengenai generalisasi, maka yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna, yaitu generalisasi yang didasarkan beberapa fenomena untuk menyimpulkan fenomena sejenis yang belum diselidiki. Untuk menguji apakah sebuah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat, kita harus mengevaluasi bukti-bukti yang ada, di antaranya:
  1. Meski tidak ada ukuran yang pasti, tapi apakah benar jumlah sampel yang dimiliki cukup untuk membuktikan kebenaran? Karena untuk menentukan faktor dominan, apalagi sebuah keyakinan, tidak cukup didasarkan kepada beberapa orang saja.
  2. Meski tidak menjamin kebenaran absolut, apakah sampel yang digunakan cukup bervariasi? Sampel yang semakin bervariasi akan semakin memperkuat kemungkinan kebenarannya; misalkan variasi pengaruh kehidupan dan lingkungan, latar belakang pendidikan, kultur, usia, negara, dan sebagainya.
Selain dua hal di atas, ada beberapa hal lain yang patut diperhatikan seperti pengecualian dan konsistensi dalam menyimpulkan generalisasi.[1] Jika kita tidak memperhatikan banyak faktor maka dapat menghasilkan generalisasi yang salah. Misalkan, pelaku pemboman itu orang Arab, berjanggut, beragama Islam, lantas kita simpulkan bahwa (semua) orang Arab, berjanggut, Islam adalah teroris. Atau tersangka korupsi bermazhab suni, lantas kita simpulkan bahwa orang bermazhab suni koruptor.
Generalisasi yang salah ini tidak hanya terjadi pada Islam secara umum tapi juga Syiah. Satu, dua, tiga orang Syiah yang melakukan caci maki terhadap sahabat tidak bisa kita generalisasi bahwa mencaci maki sahabat adalah ajaran apalagi akidah Syiah. Satu, dua pendapat ulama Syiah tidak bisa dijadikan ukuran bahwa itu adalah ajaran Syiah, karena sebuah fatwa bukanlah ijmak. Satu, dua hadis lemah yang ada di dalam kitab Syiah tidak bisa dijadikan sandaran atas keyakinan Syiah.
Anjuran untuk tidak melakukan generalisasi terhadap Syiah sudah pernah dilontarkan oleh kristolog masyhur Ahmad Deedat. Beliau mengatakan, jika kita melihat satu orang suni melakukan kesalahan, kita hanya mengatakan bahwa orang itu tidak islami. Tapi jika satu orang Syiah melakukan kesalahan, kita malah menyalahkan seluruh komunitas Syiah yang jumlahnya jutaan.[2]
Pesan yang sama juga pernah disampaikan Habib Rizieq Shihab. Dia mengatakan bahwa kita tidak boleh menggeneralisasi semua Syiah itu kafir dan sesat, karena mereka bermacam-macam. Begitu pula, dia mengatakan agar orang Syiah awam tidak melakukan caci-maki terhadap sahabat, sebab orang suni yang tidak paham akan menggeneralisasi bahwa Syiah memang seperti itu. Katanya, “Orang awam mudah menggeneralisasi.”[3]
Kebanyakan generalisasi yang muncul adalah generalisasi empiris, yakni generalisasi yang tidak disertai penjelasan. Diperparah lagi dengan orang yang menerimanya tidak berusaha mencari penjelasan mengapanya. Generalisasi mengenai Syiah sebagai kelompok sesat yang berakidahkan caci maki terhadap sahabat akan terus berjalan bertahun dan berabad lamanya. Tanpa ada penjelasan dan mencari penjelasan, sehingga menghasilkan stereotip.
Stereotip adalah konsepsi yang ada di benak mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Stereotip ini membuat seseorang malas berpikir, mempertanyakan, atau menganalisa. Anda melihat seseorang memakai kemeja putih-celana hitam-membawa map, maka kita simpulkan (melalui stereotip) bahwa dia sedang mencari kerja. Melihat orang memakai jubah dan peci maka disimpulkan bahwa dia bagian dari kelompok garis keras. Jika berkaitan dengan Syiah, tanpa perlu pikir panjang maka segera muncul konsepsi dalam benak orang-orang sebagai kelompok “sesat! kafir!”
Sampai di situ orang akan enggan untuk mencari tahu apakah konsepsinya benar atau tidak. Dia sudah merasa puas dengan apa yang pernah diterimanya dari seseorang yang—melalui stereotip—terlihat seperti pakar agama. Sebagai contoh, seorang syekh salafi mengatakan bahwa lebih baik merokok dan minum khamar daripada berdebat dengan orang Syiah.[4] Semua itu muncul karena stereotip bahwa Syiah kafir, sesat, dan pembicaraannya adalah kebohongan. Padahal untuk membuktikannya diperlukan dialog, bukan menutup mata.
Kita akan menghadapi masa paling berbahaya dalam sejarah manusia dan dunia. Kita akan membicarakan mengenai implikasi serangan Zionis Israel terhadap Iran, yang tidak hanya akan terjadi tapi juga tidak lama lagi. Kita melihat bahwa Israel akan menyerang Iran karena Zionis Israel ingin menguasai dan memerintah dunia secara penuh; karena sekutu Yahudi-Kristen-Zionis Eropa ingin memberikan jalan bagi Israel untuk menguasai dunia.
Itu sebabnya kita yakin perang ini akan terjadi. Itu sebabnya mereka ingin menyerang Iran. Israel “memiliki hak” untuk membangkitkan perang yang tidak adil kepada orang lain, begitu juga perang terhadap Iran. Tetapi ada hal lain, yaitu mereka yang menabuh semangat perang di dunia Arab dan mengharapkan perang terhadap Iran terjadi. Mereka menabuh drum perang yang tidak adil.
Jika perang benar-benar terjadi, mereka juga melakukan dosa yang sama karena mendukung terjadinya perang. Celakalah kalian! Celakalah bagi kalian (negara Arab) yang menginginkan perang terhadap Iran. Jika kalian mendukung serangan terhadap Iran, berarti kalian mendukung perang yang tidak adil. Kalian menjadi bagian dari perbuatan zalim, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang zalim.
Salah satu alasan mengapa banyak (negara) Arab ingin menabuh drum peperangan dan mengharapkan perang terhadap Iran adalah karena Iran Syiah. Mereka menganggap Syiah kelompok kafir. Mereka membolehkan perang terhadap kelompok kafir. Bagaimana mereka sampai pada kesimpulan bahwa Syiah kelompok kafir? Jika Syiah kelompok kafir, maka harus ada konsensus tentang hal ini. Nyatanya tidak ada konsensus yang dicapai tentang hal ini selama 1.400 tahun.
Karena itulah kami mengatakan terlalu terlambat pada akhir zaman ini untuk menghasilkan argumen bahwa Syiah adalah kelompok kafir. Dominasi (Arab) melawan Syiah dan serangan yang akan dilancarkan terhadap Iran, menjadi keinginan (Zionis) yang hakikatnya bertujuan memerangi Islam melalui penciptaan perang saudara suni-Syiah di dunia Islam. Perang saudara suni-Syiah akan menjadi sangat bermanfaat bagi Israel.
  • Pertama, perang saudara suni-Syiah akan menciptakan buruknya Islam di mata dunia di saat Islam menjadi pusat perhatian dunia.
  • Kedua, perang saudara suni-Syiah akan memecahkan perhatian muslim dan non-muslim dari rencana Zionis untuk menguasai dunia.
  • Ketiga, kaum muslim yang saling berperang tentu saja akan menghilangkan kekuatan yang dimiliki, dan tentu saja sangat bermanfaat bagi Israel.
Perang terhadap Iran akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian dunia. Pertama, harga minyak. Tidak hanya karena Iran menjadi salah satu penyumbang minyak terbesar tapi juga karena lokasi Iran yang strategis di Teluk Arab… Tidak sulit bagi Iran untuk memblokade selat Hormuz. Jadi kita tidak bisa mencegah harga minyak melambung tinggi sekali serangan terhadap Iran terjadi. Pemerintah Amerika tahu akan hal ini dan itu sebabnya mereka tidak ingin serangan terjadi. Karena pemerintah Amerika, Fed, dan para bankir tahu jika hal itu terjadi maka dolar dan perekonomian AS akan runtuh. Orang-orang kaya akan bangkrut dan akan terjadi kerusuhan masal di sana. Karena itulah perang terhadap Iran akan menjadi bencana bagi ekonomi, finansial, dan moneter.
Perang terhadap Iran juga bisa berlanjut dengan terjadinya perang terhadap Pakistan. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan Pakistan dari kelompok negara nuklir. Inilah saatnya bagi muslim seluruh dunia, termasuk muslim Iran, untuk menyadari bahwa rekan paling strategis Israel saat ini, setelah AS, adalah India, dengan Arab Saudi di belakangnya. Sehingga tidak hanya India akan terlibat dalam serangan tersebut, tapi juga serangan terhadap Pakistan akan menjadikan India menguasai wilayah atas nama Israel.

 Gus Dur memahami kebiadaban wahabi

Soal koleksi humor dan keanehan, bisa jadi Gus Dur adalah orang nomor wahid di Indonesia. Sepanjang hayatnya, mantan Ketua PBNU tak bisa dipisahkan dari kontroversi, keanehan dan nyeleneh berbalut guyonan. Kini, sepeninggal kiyai nyentrik ini pun masih menyisakan keanehan.
Semasa hidupnya Gus Dur adalah orang yang sangat alergi terhadap kaum “Wahabi.” Saking kerasnya, presiden RI keempat ini bahkan menyebut kaum Wahabi sebagai keturunan Musailamah Al-Kadzab (Sang Penipu) yang rendah diri.
“Kaum Wahabi keras, itu karena kerja sama dengan Dinasti Saudi. Itu yang penting. Penting sekali. Dinasti Saudi ini mengidap rasa rendah diri. Kenapa? Karena mereka keturunan Musailamah Al-Kadzab. Jadi, sikap rendah diri itu lalu ditutupi dengan sikap seolah paling benar sendiri. Wahabi dijadikan alat untuk menutupi masa lalu Dinasti Saud saja,” tegas Gus Dur.
Demikian disampaikan Gus Dur pada diskusi buku karya Stephen Sulaiman Schwartz berjudul “Dua Wajah Islam: Moderatisme Vs Fundamentalisme dalam Wacana Global,” di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina Jakarta, Rabu, (31/10/2007) malam. Buku ini berjudul asli “The Two Faces of Islam: The House of Sa’ud from Tradition to Terror” (2002) yang diterjemahkan dan diterbitkan kembali oleh the WAHID Institute pada September 2007.

Tidak ada komentar: