Pencarian Isi Blogg Ini

Selasa, 25 Desember 2012

Syi’ah Imamiyah dan Iran adalah Super Power Dunia Masa Depan !


Iran adalah negara Ahlul Bait as. Bangsa Iran lebih memilih bersama dengan pemerintah menghadapi kesulitan namun tidak tunduk kepada musuh, serta terus menunjung tinggi Islam, al-Quran dan ajaran Ahlul Bait as
Bangsa yang selalu berdiri tegak dan gagah berani akan diberi pertolongan dari Allah Swt
Bangsa Iran Lebih Memilih Kesulitan Daripada Tunduk Kepada Musuh
Tensi pergolakan makin panas di Timur Tengah, meski sebagian lain sudah berada pada fase pasca krisis tinggal menata hari depan. Tapi sejumlah berita yang berkembang di Timur Tengah akhir-akhir ini menegaskan bahwa Timur Tengah sedang memasuki era baru menanti Imam Mahdi !

Oleh karenanya, menarik untuk menganalisa akan seperti apa Timur Tengah 10 atau 20 tahun kemudian.
Kita asumsikan pekerjaan menumbangkan rejim-rejim Arab akan selesai sebagian besarnya pada akhir 2013, atau maksimal tahun 2014. Apa yang akan terjadi sesudah itu?
Iran saat ini sedang dalam masa keemasan dengan Syiahnya. Sejak berhenti berperang melawan Iraq tahun 80-an, praktis konsentrasinya hanya menyebarkan pengaruh melalui ajaran Syiah ke seluruh kawasan bahkan dunia. Bahkan Indonesia dijadikan obyek garapan serius.
Iran menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Ia punya pengaruh luas di dunia Islam. Iraq sudah berada dalam kontrol Iran setelah ditinggal Amerika, meski tidak penuh. Jika Bahrain berhasil, akan bertambah lagi negara Syiah. Dan banyak lagi.
Syiah dengan dukungan Iran sudah siap menggeliat. Syiah dan Iran sudah siap menunggu untuk menjadi super power berikutnya, pasca tumbangnya Amerika dan koalisi. Sekitar 10 atau 20 tahun ke depan, Iran dengan Syiahnya akan jauh lebih kuat dari sekarang. Kakinya berpijak di sejumlah kawasan dengan lebih kuat,
  1. Iran negara kaya dengan uang minyak yang melimpah, hanya kalah dari Saudi.
  2. Iran tak terlibat dalam peperangan dengan bangsa manapun, sehingga dana mereka utuh.
  3. Iran punyapendakwah di semua negara Timur Tengah dengan ajaran Syiahnya. Mereka bisa dimanfaatkan untuk membelokkan agenda reformasi, atau minimal mengurangi resistensi masyarakat Sunni terhadap ajaran Syiah.
  4. Iran sangat dekat dengan tempat-tempat pergolakan di Timur Tengah, dan memiliki postur yang relatif sama, juga bisa berbahasa Arab. Mudah bagi mereka berdakwah !
  5. Iran juga mandiri secara teknologi, yang bisa menjadi alternatif jika masyarakat Timur Tengah menolak Barat. Militernya juga kuat, bahkan mungkin terkuat di kawasan.
  6. Iran juga konsisten ada permusuhan kepada Amerika dan Israel, yang membuat rakyat Timur Tengah sulit untuk mengabaikan Iran, misalnya dalam kasus pembelaan terhadap gaza.
  7. Iran juga tak dipusingkan dengan Al-Qaeda, berbeda dengan Saudi atau Barat. Wajar, sebab Al-Qaeda hanya bisa beroperasi jika ada basis Sunni-nya, sementara Iran sedikit sekali penganut Sunninya. Artinya, kekuatan ekonomi dan militer Iran dalam keadaan stabil walaupun ada embargo dari Amerika !
Dengan semua pertimbangan tersebut, maka dapat disimpulkan Iran dengan Syiahnya akan makin mengepakkan sayap ke sejumlah kawasan di Timur Tengah dan Afrika Utara untuk menancapkan hegemoninya.
Misalnya Mesir, saat para aktifis Ikhwan sibuk bertarung melawan kaum sekuler dalam menentukan warna negaranya, Syiah dengan leluasa berdakwah di tengah masyarakat. Tak ada lagi undang-undang atau kekuasaan yang bisa melarangnya, karena eranya sudah terbuka. Dalam 10 atau 20 tahun ke depan, Iran tinggal menuai hasilnya. Demikian pula di negara-negara lain.
Saat Husni Mubarak berkuasa, di balik kebengisannya kepada rakyat, ada manfaat geopolitik yang tak disadari, yakni kebenciannya kepada Iran. Sejak Iran sukses menumbangkan tiran Reza Pahlevi tahun 1979, dan haluan negara berobah menjadi Syiah tulen, Mesir tak pernah mengijinkan kapal Iran melintas di terusan Suez. Tapi setelah Mesir menumbangkan Husni Mubarak, untuk pertama kali terusan Suez dilintasi kapal perang Iran
Pergolakan di Bahrain juga meresahkan, di mana para demonstrannya adalah Syiah melawan rejim penguasa yang Sunni. Arab Saudi dalam posisi dilematis, jika membiarkan rejim Bahrain ditumbangkan oleh demonstran Syiah, maknanya rejim Sunni yang notabene sahabat Saudi akan hilang. Jelas Saudi dalam bahaya, karena ancaman Syiah makin mendekat ke garis perbatasannya. Meski akan mengundang pandangan miring dari dunia internasional, Arab Saudi merasa perlu mengirimkan bala tentara secara langsung ke Bahrain, sebagai upaya membendung gerak maju Syiah.
Tak jauh beda Oman, Kuwait dan Yaman, yang semuanya menyimpan potensi penganut Syiah yang cukup besar. Jika pergolakan rakyat ini bisa dimainkan dengan baik oleh Iran, bukan mustahil Arab Saudi makin terdesak oleh gerak maju pengaruh Iran yang Syiah di kawasan. Sebelum pecah pergolakan saja, pemberontak Houtsi di Yaman sudah sangat merepotkan Saudi.
Belum lagi ditambah pergolakan dalam negeri Saudi, yang juga disulut oleh penganut Syiah yang asli berkewarga-negaraan Saudi. Mereka terkonsentrasi di kota-kota bagian timur Saudi, seperti Hufuf, Qatif dan Awamiya. Rejim Saudi yang berpaham Sunni sedang diguncang gerakan rakyat pengikut Imam Ali
Artinya, pergolakan Timur Tengah ini sudah agak terlambat bagi Amerika dan Barat secara umum, karena mereka terlanjur terperosok di kubangan Afghanistan dan Iraq yang membuat mereka tak lagi bisa lincah bergerak. Dahulu ketika Amerika masih kuat, pergolakan semacam ini akan menjadi peluang emas, karena tak ada saingan. Tapi kini, pesaingnya sudah banyak.
Namun ini sama sekali tidak berarti Barat sudah lumpuh. Mereka masih kuat dan berbahaya, tapi tidak lagi menjadi pemain tunggal dalam memanfaatkan momentum pergolakan semacam ini, apalagi di kawasan sepenting Timur Tengah yang merupakan panggung utama pergolakan dunia.

Syi’ah Meningkat di Kalangan Sunni Gaza

Jumlah kaum Syi’ah meningkat di Jalur Gaza, yang memiliki mayoritas penduduk Sunni, sebuah website Iran melaporkan pekan lalu.
Situs internet Asr Iran (Iran Age) melaporkan bahwa sejumlah besar warga Palestina di Gaza telah menjadi Syiah dalam beberapa tahun terakhir, meskipun wilayah itu dikendalikan oleh penguasa Islam Sunni Hamas.
Sebuah laporan yang serupa oleh Agence-France Press mengatakan bahwa sejumlah besar warga Gaza telah menjadi Syiah dalam beberapa tahun terakhir, sinyal ini menjadi tanda yang jelas dari peningkatan pengaruh Iran di antara warga Palestina.
Negara-negara Arab telah lama menuduh Iran menghasut kebencian dan memicu ketegangan sektarian di antara masyarakat mereka.
Penguasa Hamas, sementara itu, sangat berhati-hati berurusan dengan para muslim Sunni yang menjadi Syiah, agar tidak membahayakan hubungan mereka dengan sekutu mereka yang paling dekat Teheran.
Abdul Rahim Hamad, seorang muslim Sunni yang murtad menjadi Syiah yang tinggal di kamp pengungsi Jabalia, mengatakan kepada AFP bahwa ia menjadi Syi’ah lima tahun yang lalu. Dia mengatakan bahwa adanya peningkatan jumlah Syi’ah di Gaza karena pengaruh Iran dan Hizbullah Libanon di wilayah tersebut.
“Kami sekarang berjumlah ratusan di Gaza. Kami akan memulai kegiatan politik kami secepatnya. Syi’ah Palestina akan memainkan peranan penting dalam mengontrol wilayah ini di masa depan,” seperti dikutip AFP atas pernyatannya.
Ahmad Yussuf, penasehat Perdana Menteri Hamas Ismail Haniyah, membantah adanya peningkatan jumlah Syi’ah di Gaza, tapi ia menambahkan bahwa rakyat Palestina “cinta Iran dan Hizbullah.”

Tidak ada komentar: