MPR Kecam Aksi Kekerasan di Sampang

MPR mengecam aksi kekerasan massa terhadap kaum syiah di Sampang,Madura. Aksi semacam ini tidak boleh ditolerir dan harus diproses hukum.
“Penyerangan terhadap kelompok
minoritas yang terus menerus, berulang berkepanjangan dengan sasaran
yang terus silih berganti ini sungguh berbahaya. Bayangkan setelah yang
menjadi sasaran adalah kelompok minoritas Ahmadiyah, kemudian melebar ke
jamaah MTA (Majelis Tafsir Al-Quran) di Jawa Tengah, kemudian berlanjut
ke kelompok Syiah. Jangan-jangan nanti akan berlanjut kepada kelompok
berikutnya lagi yg minoritas di suatu daerah. Terus berlanjutnya
serangan ini sungguh tidak lagi bisa ditoleransi,” kecam Wakil Ketua
MPR, Hadjriyanto Y Tohari, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Senin (27/8/2012).
Menurutnya, ini bukan persoalan
kecemburuan sosial ekonomi lagi, melainkan sudah mengarah pada
berkembangannya budaya intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok yg
minoritas di suatu kawasan. Hadjri menilai hal ini berbahaya oleh karena
di Indonesia kemajemukan itu tersegmentasi (segmented pluralism).
“Suatu kelompok atau jamaah bisa saja
mayoritas di suatu daerah, tetapi minoritas di daerah lain. Bayangkan
saja kalau suatu saat salah satu kelompok yang minoritas di suatu daerah
menjadi korban penyerangan kelompok lain, padahal di daerah lain mereka
mayoritas!? Saya rasa negara sudah sampai pada tahap perkembangan harus
bertindak tegas. Sungguh perkembangan ini sudah terlalu ekstensif dan
eksesif! Siapapun terlibat harus diproses hukum,” tegasnya.
Lebih jauh Hadjri memandang hal ini
urusan kewibawaan negara dan bersifat struktural. Hal ini jelas menjadi
urusan hukum, urusan pidana kekerasan, di mana pelaku kekerasan harus
diproses secara hukum.
“Bukan urusan agama, karena sejak
lama agama dianggap urusan privat. Sejak lama agama-agama dan
tokoh-tokoh agama dipinggirkan. Ada proses periferalisasi dan
marginalisasi agama dengan desakan-desakan agar agama tidak dibawa-bawa
ke ruang publik. Bahkan ada tendensi berkembangnya pandangan dan sikap
di kalangan msyartakat untuk merendahkan institusi-institusi keagamaan.
Maka merosot lah kewibawaan agama di tengah- masyarakat. Akibatnya,
masyarakat cenderung bertindak sendiri-sendiri dalam menghukum kelompok
yang minoritas yang dianggap menyimpang dari mainstream,” tandasnya.
Penanggulangan aksi kekerasan massa
di Sampang, Madura, jadi perhatian serius pemerintah. Pagi ini Presiden
SBY menggelar rapat koordinasi membahas situasi di lapangan yang aktual.
Rapat dijadwalkan digelar pada pukul
09.00 WIB di Kantor Presiden, Jakarta. Peserta rapat adalah Wapres
Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri Timur Pradopo, Panglima
TNI, KaBIN Marciano Norman, Seskab Dipo Alam, Menag Suryadharma Ali dan
Mensesneg Sudi Silalahi. Untuk sementara Gubernur Jatim dan Bupati
Sampang belum ikut.
Staff Khusus Presiden bidang Hubungan
Masyarakat, Heru Lelono, memaparkan kronologi kejadian yang diperoleh
dari Deputi V Menko Polhukam Irjen Pol Bambang Suparno. Aksi massa ini
terjadi pada 26 Agustus 2012 pukul 11.00 WIB di kampung Nakernang desa.
Karang Gayam, Omben, Sampang, Madura.
Peristiwa bermula dari sekelompok
orang dari kelompok Tajul berniat ke Malang untuk bersilahturahim Idul
Fitri. Namun berkembang isu mereka ke Pasuruan mendatangi seorang imam
Syiah yang memicu kemarahan pihak Syuni sehingga menyerang membakar
rumah milik kelompok Syiah.
Aparat dari Brimob Polda Jatim
mengerahkan 160 orang dan telah diperkuat 2 SSK Yon 500/R dari Kodim
Sampang. Polres Sampang dan Brimob Polda. Jatim sedang menelusuri lokasi
kejadian dan hutan di sekitar untuk mencari dan melacak korban dan
pelaku.
Akibat aksi massa ini, kerugian
material yang tercatat adalah lima rumah terbakar. Dua orang meninggal
dunia, lima mengalami luka termasuk Kapolsek Sampang.(Solopos.com)
MUI Kupang Kecam Kekerasan di Sampang
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Timur (NTT), Abdul Kadir Makarim, menilai tindakan kekerasan terhadap warga Syiah, di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, sangat tidak manusiawi. “Aksi kekerasan terhadap warga Syiah sangat tidak manusiawi, makanya kami mengutuk tindakan kekerasan itu,” kata Abdul Kadir Makarim, Senin, 27 Agustus 2012.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Timur (NTT), Abdul Kadir Makarim, menilai tindakan kekerasan terhadap warga Syiah, di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, sangat tidak manusiawi. “Aksi kekerasan terhadap warga Syiah sangat tidak manusiawi, makanya kami mengutuk tindakan kekerasan itu,” kata Abdul Kadir Makarim, Senin, 27 Agustus 2012.
Sekitar 200 warga anti-Syiah menyerbu
permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa
Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Ahad pagi,
26 Agustus 2012. Mereka melempari rumah warga Syiah dengan batu dan
membakar 10 rumah. Setidaknya dua penganut Syiah tewas akibat sabetan
celurit.
Kekerasan di Madura, Jawa Timur,
menurut dia, sangat tidak mendidik dalam menjaga kerukunan antarumat
beragama di negeri ini, termasuk kerukunan sesama umat Islam. “Harusnya
sesama umat Islam saling rukun. Kalau sesama saja tidak rukun, bagaimana
mau rukun dengan agama lain,” katanya.
Tindakan kekerasan itu, katanya,
merupakan tindakan yang arogan sebab ajaran Syiah tidak ada yang
menyimpang. Bahkan, dia menilai orang yang menyerang warga Syiah itu
yang menyimpang dari Islam. “Orang-orang seperti itu justru yang merusak
kerukunan beragama di negeri ini,” katanya.
MUI NTT tidak sepaham dengan
cara-cara kekerasan itu. Apalagi dalam Islam tidak diajarkan seperti
itu. Tindakan yang dilakukan ini sudah tidak manusiawi lagi. “Syiah itu
diakui oleh Islam. Di Iran dan sebagian daerah di Indonesia juga ada
warga Syiah,” katanya.
Namun, katanya, di NTT belum
ditemukan warga Syiah. Kalau pun ada mereka akan diterima oleh umat
Islam karena tidak ada perbedaan antar Islam dan Syiah. “Cara beribadah
Islam dan Syiah itu sama, tidak ada perbedaan,” katanya.
Pembakaran rumah milik warga Syiah
bukan pertama kali terjadi di Sampang. Akhir Desember tahun lalu, massa
anti-Syiah juga membakar rumah Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang.
Tajul tengah menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus penodaan
agama.(tempo)
GP Ansor Kutuk Penyerangan Warga Syiah di Sampang
Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengutuk keras penyerangan warga Syiah di Desa Nangkerenang, Kecamatan Omben, Sampang, Madura, oleh kelompok intoleran dan meminta aparat keamanan menindak tegas dan adil pelakunya.
Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengutuk keras penyerangan warga Syiah di Desa Nangkerenang, Kecamatan Omben, Sampang, Madura, oleh kelompok intoleran dan meminta aparat keamanan menindak tegas dan adil pelakunya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan
Pemuda Ansor (PP GP Ansor) Nusron Wahid menyakini kejadian ini pasti ada
unsur kesengajaan untuk mengadu domba antarelemen bangsa, terutama
keharmonisan antarummat Islam.
“Sunni-Syiah itu barang lama, dan
sudah lama ada saling pengertian dan menghormati satu sama lain. Pasti
ada pihak-pihak lain yang dengan sengaja mengadu domba dan memecah belah
bangsa Indonesia,” ujar Nusron dalam rilisnya kepada Okezone, Minggu
(26/8/2012).
Oleh karena itu, aparat keamanan
harus menindak tegas dan adil pelakunya, tanpa pandang bulu. “Siapapun
yang terlibat, mau kiai Sunni atau Syiah, kalau salah ya salah harus
ditindak,” ujarnya.
Indonesia lanjut dia, merupakan
negara Pancasila yang mengedepankan sifat toleransi, prinsip
persaudaraan sesama agama (ukhuwwah Islamiyah), persaudaraan kebangsaaan
(ukhuwwah wathaniyyah) dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah
basyariyah).
“Ini sama-sama Islam, sama-sama
Indonesia dan sama-sama manusia, kok saling bertikai. Apalagi di bulan
Syawal. Terus apa manfaat puasa dan Idul Fitri yang sedang dilaksanakan
ini,” tegasnya.
Sebagai organisasai kepemudaan
berabasis keagamaan yg mengusung Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni), GP
Ansor akan mengajak kelompok Syiah untuk hidup berdampingan dan saling
menghargai satu sama lain.
“Jangankan dengan orang Syiah yang
sama-sama muslim dan tauhidnya sama, dengan nonmuslim pun kita harus
saling berdampingan dan bersama-sama,” tegasnya.
Oleh karena itu, Ansor meminta
kepolisian sebagai aparat keamanan untuk memberikan perlindungan
terhadap warga negara. “Kami kalau diminta bantuan siap membantu. Tetapi
ujungnya harus polisi. Sebab ini tugas negara,” tegasnya.
Kabar terbaru menyebutkan sebanyak
dua orang tewas dalam kerusuhan dan penyerangan di kompleks komunitas
Islam Syiah, pimpinan Ustadz Tajul Muluk, di Desa Nangkerenang Kecamatan
Omben, Sampang, Madura, Minggu 26 Agustus siang.
Kejadian itu berawal dari kepergian
puluhan anak-anak, termasuk anak-anak pasangan Tajul Muluk dan istrinya
Umi Khulsum menuju ke Pesantren Bangil. Mendadak ratusan massa
menghadang rombongan ini dan memaksa untuk tidak melanjutkan perjalanan.
Karena bersikeras melanjutkan perjalanan, massa langsung menyerang
kelompok rombongan laki-laki dengan berbagai jenis senjata tajam.
(Okezone)
Menteri Agama Kutuk Penyerangan Umat Syiah di Sampang
Menteri Agama, Suryadharma Ali mengutuk kerusuhan dan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap sekelompok santri pengukut Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Kabupaten Sampang Madura, Minggu (26/8/2012). Menteri menegaskan bahwa tindak kekerasan atas nama apapun, termasuk atas nama agama atau perbedaan aliran keagamaan, tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, agama mengajarkan kedamaian, dan tidak mengajarkan kekerasan.
Menteri Agama, Suryadharma Ali mengutuk kerusuhan dan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap sekelompok santri pengukut Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Kabupaten Sampang Madura, Minggu (26/8/2012). Menteri menegaskan bahwa tindak kekerasan atas nama apapun, termasuk atas nama agama atau perbedaan aliran keagamaan, tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, agama mengajarkan kedamaian, dan tidak mengajarkan kekerasan.
“Perbedaan pendapat dalam beragama
memang ada, termasuk perbedaan pandangan antara mazhab Syiah dan Sunni.
Hal itu harus diselesaikan lewat dialog yang konstruktif dan penuh
persaudaraan,” kata Menteri Agama dalam siaran pers yang diterima
Tribunnews.com, Senin(27/8/2012).
Suryadharma Ali juga menyerukan agar
penyelesaian permasalahan di Sampang hendaknya dilakukan melalui dialog.
Untuk itu, lanjut Suryadharma Ali, dirinya meminta kantor wilayah
Kementerian Agama setempat dapat memfasilitasi dialog tersebut.
Menteri Agama juga meminta kepada
aparat keamanan untuk menindak tegas setiap oknum yang terlibat dalam
kekerasan tersebut. Ia menyatakan bahwa siapapun yang terlibat, harus
ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Lebih jauh Suryadharma Ali juga
mengimbau agar semua pihak senantiasa mengedepankan sifat toleransi dan
prinsip persaudaraan antar sesama agama (ukhuwwah Islamiyah),
persaudaraan sebangsa (ukhuwwah wathaniyyah), serta persaudaraan sesama
manusia (ukhuwwah basyariyah).
Oleh karena itu, Menag menegaskan, bahwa penyelesaian lewat tindak kekerasan harus dihindari.
“Prinsip dasarnya, kekerasan atas nama apa pun dan dengan dalih apa pun, tidak dapat dibenarkan,” katanya.(Trimbunnews)
Aliansi Sumut Bersatu, Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Terhadap Jamaah Syiah di Nangkernang Sampang Madura Jawa Timur
Aliansi Sumut Bersatu, Organisasi Non Pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang concern terhadap issu-issu pluralisme menyatakan duka mendalam dan mengutuk keras aksi penyerangan yang dilakukan secara sistematis oleh sekitar seribuan orang yang diduga dilakukan oleh massa kelompok agama tertentu terhadap Jamaah Syiah di Dusun Nangkernang Sampang Kabupaten Madura Provinsi Jawa Timur pada hari Minggu Tanggal 26 Agustus 2012.
Aliansi Sumut Bersatu, Organisasi Non Pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang concern terhadap issu-issu pluralisme menyatakan duka mendalam dan mengutuk keras aksi penyerangan yang dilakukan secara sistematis oleh sekitar seribuan orang yang diduga dilakukan oleh massa kelompok agama tertentu terhadap Jamaah Syiah di Dusun Nangkernang Sampang Kabupaten Madura Provinsi Jawa Timur pada hari Minggu Tanggal 26 Agustus 2012.
Aksi penyerangan tersebut
mengakibatkan 2 orang Jamaah Syiah (Hamama dan Tohir) meninggal dunia,
sementara puluhan orang luka berat dan ringan serta puluhan rumah juga
terbakar. Lima orang Jamaah Syiah mengalami luka-luka ketika mereka
berupaya melindungi anak-anak dan perempuan dari aksi penyerangan dan
tindakan kekerasan.
Peristiwa intoleransi ini merupakan
rentetan kasus kekerasan berbasis agama atau keyakinan yang terjadi
sejak tahun 2004 terhadap Jamaah Syiah, yang tidak mampu diselesaikan
pemerintah, sebagai bentuk tanggung jawabnya memberikan jaminan
kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat Indonesia
khususnya kelompok minoritas agama / keyakinan.
Tragedi terhadap Jamaah Syiah di
Sampang kali ini, menambah daftar ketidakmampuan aparat kepolisian
mencegah konflik berbasis agama. Seperti kasus-kasus intoleransi
lainnya, aparat kepolisian lagi-lagi tidak hadir ketika rakyat
membutuhkan perlindungan, bebas dari rasa takut dan pemenuhan jaminan
keamanan.
Merespon aksi penyerangan yang terjadi
terhadap Jamaah Syiah, Aliansi Sumut Bersatu secara tegas menyatakan
pernyataan keprihatinan sebagai berikut:
1. Dukungan, doa dan solidaritas
terhadap IJABI (Ikatan Jamaah Ahl al-Bait) khususnya Jamaah Syiah korban
meninggal, luka-luka dan kehilangan tempat tinggal di Dusun Nangkernang
Sampang Kabupaten Madura Provinsi Jawa Timur.
2. Mendesak Pemerintah Republik
Indonesia khususnya Provinsi Jawa Timur dan KAPOLRI, KAPOLDA Jawa Timur
dan KAPOLRES Madura untuk memberikan perlindungan dan pemulihan kepada
semua Jamaah Syiah korban intoleransi khususnya perempuan dan anak-anak
yang memiliki kerentanan khusus atas kekerasan dan diskriminasi berbasis
agama.
3. Meminta kepolisian dan aparat
penegak hukum lainnya secara cepat menangkap dan mengadili aktor dan
pelaku penyerangan Jamaah Syiah di Dusun Nangkernang Sampang Madura Jawa
Timur dengan menerapkan hukuman maksimal sebagai bentuk efek jera
terhadap kelompok intoleran dan mencegah kejadian serupa tidak berulang
dan merambat ke daerah-daerah lain.
4. Mendesak Presiden Republik
Indonesia agar melakukan evaluasi atas kinerja aparat kepolisian mulai
dari tingkat nasional hingga ressort yang sering absen terhadap jaminan
rasa aman masyarakat dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
5. Meminta para tokoh-tokoh agama,
masyarakat dan pemerintah untuk tidak membuat hate speech khususnya
berbasis agama yang rentan menimbulkan tindakan kekerasan dan
kriminalisasi terhadap kelompok minoritas agama atau kepercayaan.
6. Mendesak pemerintah melakukan
upaya-upaya penyelesaian konflik atas nama agama dengan melibatkan
berbagai elemen masyarakat termasuk aktivis / organisasi masyarakat
sipil dan mendengarkan suara korban khususnya perempuan dan anak-anak
atas dasar perspektif empat pilar kebangsaan (Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila dan Bhinneka Tungggal
Ika)
7. Meminta Presiden Republik
Indonesia untuk menghadirkan Pelapor Khusus PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) untuk issu kemerdekaan beragama di Indonesia sebagai
bagian dari komitmen pemerintah Indonesia mewujudkan perdamaian di
Indonesia dan dunia.
Demikian pernyataan ini kami buat,
sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi kehidupan beragama di
Indonesia dan terus berkomitmen untuk mempertahankan Kebhinnekaan.
Medan, 27 Agustus 2012
Salam Hormat
Veryanto Sitohang
Direktur Aliansi Sumut Bersatu
Hp: 08126593680.
(Kompasiana)
Ikatan Pesantren Indonesia kutuk penyerangan di Sampang
Ikatan Pesantren Indonesia mengutuk keras tindakan penyerangan terhadap kelompok syiah yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal di Sampang, Madura, Jawa Timur. Akibat penyerangan brutal itu dua orang meregang nyawa.
Ikatan Pesantren Indonesia mengutuk keras tindakan penyerangan terhadap kelompok syiah yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal di Sampang, Madura, Jawa Timur. Akibat penyerangan brutal itu dua orang meregang nyawa.
“Kami mengutuk keras segala tindakan
kekerasan dengan dalih agama,” kata Ketua Umum Ikatan Pesantren
Indonesia Jam’iyah Fida’ Kubro, Ahmad Zaini di Pasuruan, Jawa Timur,
Senin (27/8). Demikian ditulis oleh Antara.
Ahmad Zaini atau yang akrab disapa
Gus Zaini berharap agar aparat keamanan menindak tegas para pelaku agar
hal seperti ini tak terulang lagi.
“Tindak para pelaku, serta ungkap latar belakangnya hingga tuntas,” katanya.
Bentrokan masa Sunni dan Syiah di
Desa Karang Gayam, Kec Omben, dan Desa Bluran, Kecamatan Karang Penang,
Kabupaten Sampang, Madura, mengakibatkan dua orang tewas dan lima orang
luka-luka. Bentrokan juga mengakibatkan keluarga Syiah yang rumahnya
dirusak mengungsi ke area Gor Sampang. Pihak pemprov Jawa Timur pun
sudah berjanji akan menanggung semua logistik yang dibutuhkan oleh para
pengungsi Syiah tersebut.(Merdeka)
Mahfud MD Kecam Penyerangan Syiah di Sampang
Penyerangan kepada komunitas Syiah di Sampang, Madura mengundang keprihatinan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Dia menyampaikan rasa berduka atas meninggalnya dua warga Syiah Sampang dalam penyerangan itu.
Penyerangan kepada komunitas Syiah di Sampang, Madura mengundang keprihatinan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Dia menyampaikan rasa berduka atas meninggalnya dua warga Syiah Sampang dalam penyerangan itu.
Menurut pria kelahiran Madura ini,
seharusnya aksi pengadilan langsung rakyat terhadap rakyat yang lain
seperti di Sampang ini tidak boleh terjadi karena sangat berbahaya bagi
suatu negara yang merdeka. Aparat penegak hukum harus mengambil tindakan
yang tegas secepatnya. Mahfud meminta tindakan tersebut harus segera
diproses agar tidak meluas dan saling membalas. “Jangan sampai itu
menjalar kemana-mana,” ingatnya.(Dennyjaword)
PBNU dan GP Ansor Kutuk Kekerasan Syiah Sampang
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP GP Ansor mengutuk kekerasan yang terjadi pada kelompok yang disebut Syiah di Desa Nangkerenang Kecamatan Omben Sampang, Madura, Jawa Timur, yang dilakukan oleh kelompok intoleran di daerah tersebut. Karena itu PBNU dan GP Ansor mendesak aparat keamanan menindak tegas para pelaku dengan menggandeng tokoh masyarakat setempat, agar anarkisme itu tidak terulang lagi.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP GP Ansor mengutuk kekerasan yang terjadi pada kelompok yang disebut Syiah di Desa Nangkerenang Kecamatan Omben Sampang, Madura, Jawa Timur, yang dilakukan oleh kelompok intoleran di daerah tersebut. Karena itu PBNU dan GP Ansor mendesak aparat keamanan menindak tegas para pelaku dengan menggandeng tokoh masyarakat setempat, agar anarkisme itu tidak terulang lagi.
Wakil Ketua PBNU H. Slamet Effendy
Yusuf menegaskan jika sesungguhnya kekerasan itu tidak boleh terjadi.
Apalagi di hari raya Idul Fitri, di mana antarsatu dengan umat Islam
yang lain harus saling memberi maaf dan memaaf-maafkan. “Bagi kami,
aparat bersama tokoh masyarakat setempat baik NU, GP Ansor dan lain-lain
harus bersama-sama menyelesaikan ini agar anarkisme ini tidak
terulang,” imbau Slamet di Jakarta, Senin (27/8/12).
Sementara itu kecaman yang sama
diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR RI Hajrijanto Y. Thohari yang mengecam
kekerasan massa terhadap kaum syiah tersebut. Aksi semacam ini tidak
boleh ditolerir dan harus diproses hukum.
“Penyerangan terhadap kelompok
minoritas yang terus menerus, berulang berkepanjangan dengan sasaran
yang terus silih berganti ini sungguh berbahaya. Bayangkan setelah yang
menjadi sasaran adalah kelompok minoritas Ahmadiyah, kemudian melebar ke
jamaah MTA (Majelis Tafsir Al-Quran) di Jawa Tengah, kemudian berlanjut
ke kelompok Syiah. Jangan-jangan nanti akan berlanjut kepada kelompok
berikutnya lagi yang minoritas di suatu daerah. Terus berlanjutnya
serangan ini sungguh tidak lagi bisa ditoleransi,” kecam Hadjriyanto Y
Tohari.
Menurutnya, ini bukan persoalan
kecemburuan sosial ekonomi lagi, melainkan sudah mengarah pada
berkembangannya budaya intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok
minoritas di suatu kawasan. Hadjri menilai hal ini berbahaya oleh karena
di Indonesia kemajemukan itu tersegmentasi (segmented pluralism).
“Suatu kelompok atau jamaah bisa saja
mayoritas di suatu daerah, tetapi minoritas di daerah lain. Bayangkan
saja kalau suatu saat salah satu kelompok yang minoritas di suatu daerah
menjadi korban penyerangan kelompok lain, padahal di daerah lain mereka
mayoritas!? Saya rasa negara sudah sampai pada tahap perkembangan harus
bertindak tegas. Sungguh perkembangan ini sudah terlalu ekstensif dan
eksesif! Siapapun terlibat harus diproses hukum,” katanya.
Sejauh itu Hadjri menilai hal ini
urusan kewibawaan negara dan bersifat struktural. Hal ini jelas menjadi
urusan hukum, urusan pidana kekerasan, di mana pelaku kekerasan harus
diproses secara hukum.
“Bukan urusan agama, karena sejak
lama agama dianggap urusan pribadi. Sejak lama agama-agama dan
tokoh-tokoh agama dipinggirkan. Ada proses periferalisasi dan
marginalisasi agama dengan desakan-desakan agar agama tidak dibawa-bawa
ke ruang publik. Bahkan ada tendensi berkembangnya pandangan dan sikap
di kalangan msyartakat untuk merendahkan institusi-institusi keagamaan.
Maka merosot lah kewibawaan agama di tengah- masyarakat. Akibatnya,
masyarakat cenderung bertindak sendiri-sendiri dalam menghukum kelompok
yang minoritas yang dianggap menyimpang dari mainstream,” tutur politisi
Golkar ini.
KontraS Kutuk Keras Aksi Kekerasan Terhadap Pengikut Syiah
KontraS Surabaya mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah warga terhadap pengikut Syiah di Kecamatan Omben Sampang Madura Jawa Timur pada hari minggu 26 Agustus 2012.
KontraS Surabaya mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah warga terhadap pengikut Syiah di Kecamatan Omben Sampang Madura Jawa Timur pada hari minggu 26 Agustus 2012.
KontraS Surabaya juga menyesalkan dan
prihatin atas tidak adanya langkah antisipatif dari pemerintah dan
Polri untuk mencegah terjadinya peristiwa ini. KontraS Surabaya
meyakini, bahwa peristiwa ini dapat dicegah apabila Pemerintah memiliki
komitmen serius dalam mengupayakan resolusi konflik dalam kasus ini.
Akan tetapi, berdasarkan rangkaian peristiwa yang terjadi sangat nampak
bahwa pemerintah belum memiliki komitmen mengenai hal itu.
Pada awal 2012, KontraS Surabaya
telah menyerukan kepada Pemerintah dan Kepolisian Republik Indonesia
agar segera melakukan langkah evaluatif dan antisipatif dalam menjaga
kemananan dan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang pada pasca
penyerangan dan pembakaran Bulan Desember tahun 2011 lalu. Akan tetapi,
tampaknya baik pemerintah maupun Polri mengabaikan hal ini.
Seperti telah diberitakan di sejumlah
media, pada hari Minggu 26 Agustus 2012 telah terjadi aksi kekerasan
yang dilakukan hampir ribuan warga Kecamatan Omben Kabupaten Sampang
terhadap ratusan warga syi’ah yang bertinggal di dusun Nangkernang Desa
Karang Gayam Kec. Omben, dan dusun Geding laok desa Bluuren Kac. Karang
penang.
Komunitas Syiah adalah kelompok
minoritas di wilayah ini. Akibat dari peristiwa ini, satu orang
meninggal dunia, satu orang luka berat, dan 3 orang yang lain luka
sedang dan harus dirawat di Rumah Sakit. Selain itu setidakanya ada 60
(35) unit bangunan dari 35 (60) rumah milik warga syi’ah telah
dibakar. (kronologis disampaikan dalam lembar terpisah).
“Peristiwa ini adalah bukti kelalaian
dari pemerintah dan polisi ,” demikian tegas Andy Irfan Koordinator
Badan Pekerja KontraS. Tindakan penyerangan, pembakaran dan pengrusakan,
pengusiran, penganiayaan serta pembunuhan terhadap jemaah Syiah Sampang
seperti yang terjadi atas warga syi’ah adalah nyata-nyata tindak
pelanggaran hukum dan HAM. Karena itu, Kepolisian Republik Indonesia,
harus melakukan tindak tegas dengan memproses semua pelakunya. KontraS
Surabaya meyakini, bahwa Polisi Sampang telah memiliki data infoprmasi
dan keterangan yang cukup tentang para pelaku kekerasan dalam peristiwa
ini.
Karena itu, KontraS Surabaya menuntut :
Polisi menidak tegas semua pelaku
kekerasan dalam peristiwa tanggal 26 agustus 2012 dengan menangkap dan
memproses secara hokum para pelakunya; Termasuk dalam hal ini adalah
tokoh penggerak aksi kekerasan.
Pemerintah segera melibatkan
perwakilan korban untuk merumuskan penanganan dan perlindungan kepada
korban yang sekarang sebagian diantarnya telah diungsikan ke Gor
Sampang; Keterlibatan perwakilan korban sangat penting untuk menjamin
akuntabilitas dalam penanganan kasus ini.
Tokoh-tokoh agama islam terutamna
dari Nahdhatul Ulama agar terlibat aktif untuk menyerukan perdamaian dan
mendorong resolusi konflik dalam peristiwa ini.(tribunnews)
Komnas Perempuan Kecam Pelaku Kekerasan di Sampang
Aksi kekerasan terhadap aliran agama tertentu kembali terjadi. Peristiwa tersebut dikecam keras oleh Komnas Perempuan lantaran dalam aksi kekerasan tersebut, wanita juga menjadi korban secara tidak langsung.
Aksi kekerasan terhadap aliran agama tertentu kembali terjadi. Peristiwa tersebut dikecam keras oleh Komnas Perempuan lantaran dalam aksi kekerasan tersebut, wanita juga menjadi korban secara tidak langsung.
“Mengecam keras para pelaku kekerasan
atas nama apapun, karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan,
Pancasila dan UUD 45,” ujar Wakil Pimpinan Komnas Perempuan sesuai
siaran pers yang diterma Tribunnews.com, Senin (27/8/2012).
Komnas Perempuan juga menyampaikan
rasa prihatin dan duka yang mendalam terhadap korban kekerasan yang
terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur kemarin.
“Duka dan empati terhadap korban
meninggal dunia, luka-luka, pembakaran, dan lain-lain. Banyak perempuan
dan anak harus berjuang sendiri menyelamatkan nyawa keluarganya,” kata
Masruchah.
Diberitakan sebelumnya, insiden
penyerangan itu terjadi sekitar pukul 10.00 WIB dan menurut versi polisi
pukul 11.00 WIB, bermula saat keluarga pimpinan Islam Syiah, Ustadz
Tajul Muluk, hendak mengunjungi Tajul Muluk yang dipenjara di Lapas
Sampang karena kasus penistaan agama.
Dalam perjalanan, mobil yang
dikendarai keluarga Ustadz Tajul Muluk dicegat sekelompok pengendara
motor yang mengolok-olok keluarga itu sebagai penganut ajaran sesat.
Akibat gangguan dari kelompok
bersepeda motor itu, keluarga Tajul mengurungkan rencana berkunjung ke
Lapas Sampang. Akan tetapi aksi kelompok orang bersepeda motor tersebut
tidak sampai disitu saja.
Para pengendara motor itu terus
membuntuti keluarga Ustadz Tajul hingga ke rumah mereka di Dusun
Nanggernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang.
Kemudian, massa dengan membawa
bersenjata tajam mendatangi perkampungan warga Syiah di Dusun
Nanggernang dan membakar sebagian rumah pengikut aliran itu.
Sekitar seribu warga bersenjata tajam
mengepung pengikut kelompok Islam Syiah. Petugas dari kepolisian Polres
Sampang berupaya menghentikan aksi itu dengan menurunkan petugas
gabungan dan meminta bantuan TNI.(tribunnews)
ICMI: negara harus tegas soal kasus Sampang
Ketua Presidiun Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof. Nanat Fatah Natsir mengatakan, negara harus tegas dan netral dalam mengusut kasus kekerasan terhadap kelompok Syiah yang terjadi di Sampang, Madura.
Ketua Presidiun Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof. Nanat Fatah Natsir mengatakan, negara harus tegas dan netral dalam mengusut kasus kekerasan terhadap kelompok Syiah yang terjadi di Sampang, Madura.
“Negara harus melindungi agama apa
pun untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945,” kata Nanat Fatah Natsir saat dihubungi dari Jakarta,
Selasa.
Dia mengatakan aparat penegak hukum
harus bertindak tegas agar kejadian serupa tidak terulang dan meluas ke
wilayah lain. Karena itu, intelijen aparat penegak hukum harus mampu
mendeteksi bibit-bibit kekerasan sedini mungkin.
Apalagi, konflik yang muncul antara
Sunni dan Syiah di Madura, kata dia, sudah terjadi cukup lama. Dia
mencatat, setidaknya sudah terjadi sembilan peristiwa konflik yang
terjadi sejak 2006 yang melibatkan kedua kelompok aliran Islam itu.
Menurut dia, seharusnya kejadian
kekerasan yang mengatasnamakan agama tidak terjadi di Indonesia yang
merupakan negara demokrasi. Apalagi, kebebasan beragama diatur dalam
konstitusi.
“Kami merasa prihatin dengan
kekerasan di Sampang yang mengatasnamakan agama sehingga sampai jatuh
korban jiwa, pembakaran rumah dan pengusiran,” kata mantan rektor UIN
Bandung itu.
Nanat mengatakan pemerintah harus
segera mengambil jalan keluar terutama untuk menyelesaikan konflik dan
melindungi korban. Korban kekerasan itu, kata dia, harus segera
dikembalikan ke tempat tinggalnya semula dan mendapat perlindungan untuk
menjalankan kepercayaannya.
Penyerangan terhadap kelompok Islam
Syiah terjadi Minggu (26/8) di Dusun Nanggernang, Desa Karang Gayam,
Kecamatan Omben, Sampang. Polres Sampang menyatakan satu orang tewas
dalam kejadian tersebut, yaitu Muhammad Husin (50).
Selain menyerang dan melukai warga,
kelompok penyerang juga membakar rumah-rumah pengikut Syiah yang ada di
dua desa, yaitu Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran, Kecamatan Omben,
Sampang. (Antaranews)
Penyerangan Komunitas Syiah Sampang Dikecam
Pemerintah dinilai tidak serius melindungi kelompok minoritas.
Komunitas Syiah di dusun Nangkernang, desa Karang Gayam, kecamatan Omben, kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur kembali diserang. Serangan serupa sempat terjadi pada akhir tahun lalu. Sayangnya, dalam serangan yang terjadi pada hari minggu (26/8) kemarin menewaskaan satu orang warga dari komunitas Syiah bernama Hamamah alias Muhammad Khosim. Sedangkan puluhan warga Syiah lainnya terluka dan rumah mereka ikut dirusak serta dibakar.
Pemerintah dinilai tidak serius melindungi kelompok minoritas.
Komunitas Syiah di dusun Nangkernang, desa Karang Gayam, kecamatan Omben, kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur kembali diserang. Serangan serupa sempat terjadi pada akhir tahun lalu. Sayangnya, dalam serangan yang terjadi pada hari minggu (26/8) kemarin menewaskaan satu orang warga dari komunitas Syiah bernama Hamamah alias Muhammad Khosim. Sedangkan puluhan warga Syiah lainnya terluka dan rumah mereka ikut dirusak serta dibakar.
Menurut Koordinator KontraS Surabaya,
Andi Irfan, penyerangan bermula ketika sejumlah anak-anak komunitas
Syiah Sampang berangkat sekolah ke pesantren yang berlokasi di luar
wilayah Sampang. Ada juga warga yang hendak bersilaturahmi ke tempat
kerabatnya di luar desa. Namun ketika mereka berjalan keluar desa dengan
menggunakan mobil, puluhan orang anti-Syiah menghadang dan mengancam
membakar mobil.
Setelah berkumpul dalam jumlah yang
banyak, ratusan massa anti-Syiah menyerang komunitas Syiah. Andi
menggambarkan, lokasi yang diserang masih tampak jelas bekas serangan
yang dilakukan kelompok anti-Syiah pada Desember tahun lalu.
“Rumah tinggal mereka adalah bangunan
sederhana sisa dari puing-puing komplek rumah dan pesantren milik Ustad
Tajul Muluk yang dibakar pada akhir Desember 2011 lalu,” kata Andi
menjelaskan kondisi pemukiman komunitas Syiah di Sampang yang diserang
kepada hukumonline lewat pesan singkat, Senin (27/8).
Pria yang memantau lokasi kejadian
sejak serangan meletus itu menuturkan masih banyak komunitas Syiah di
Sampang yang terpencar karena menyelamatkan diri. Sebagian dari mereka
ada yang berlindung di hutan dan lokasi lainnya yang dianggap aman.
Terpisah, sejumlah organisasi
masyarakat sipil (LSM) yang beraliansi dalam Aliansi Solidaritas Kasus
Sampang mengutuk penyerangan tersebut. Menurut aliansi yang sedikitnya
terdiri dari sepuluh organisasi itu menilai penyerangan dilakukan secara
sistematis. Di mulai sejak penyerangan bulan Desember 2011 dan
pengkriminalisasian terhdap Ustad Tajul Muluk. Ironisnya, aparatur
negara dirasa tidak berdaya menjamin keamanan, perlindungan dan
penegakan hukum bagi kelompok minoritas, termasuk penganut Syiah.
Akibatnya, serangan kembali terjadi.
Menurut Direktur YLBH Universalia,
Hertasning Ichlas, sistematisnya serangan terhadap komunitas Syiah di
Sampang dapat terlihat dari upaya pengusiran yang dilakukan kelompok
anti-Syiah. Puncak keberhasilan kelompok penyerang menurut Ichlas
terjadi ketika proses pengkriminalisasian terhadap Ustad Tajul Muluk
berhasil. Sehingga Tajul diputus bersalah karena dianggap melakukan
penodaan terhadap agama. Ichlas menegaskan Ustad Tajul Muluk mengajukan
banding atas putusan itu.
Mulanya, Ichlas mengira hanya Ustad
Tajul Muluk yang menjadi target kelompok anti-Syiah. Namun penyerangan
yang terjadi kemarin menunjukkan bahwa perkiraannya itu salah. Para
kelompok anti-Syiah menurut Ichlas menyerang semua kelompok Syiah yang
ada di Sampang. Ichlas khawatir peristiwa serupa akan berulang kembali,
pasalnya aparat berwenang dinilai tidak mampu melakukan langkah tegas
untuk menegakkan hukum dan melindungi korban.
Apalagi Ichlas melihat ada indikasi
keterlibatan banyak pihak untuk menjadikan komunitas Syiah di Sampang
sebagai musuh bersama. Mulai dari adanya tokoh agama yang cemburu dengan
Ustad Tajul Muluk karena mampu meraih simpati warga hingga adanya
kepentingan politik tertentu untuk meraih suara dalam pemilihan Bupati.
“Mereka berkomplot,” ujarnya.
Direktur LBH Jakarta, Nurkholis
Hidayat, meminta agar aparat penegak hukum menjalankan fungsi penegakan
hukum secara maksimal. Para penyerang, Nurkholis melanjutkan, harus
ditangkap, begitu pula dengan provokator dan aktor intelektual di balik
peristiwa penyerangan. Nurkholis menekankan agar aparat kepolisian tidak
lagi melakukan kriminalisasi terhadap para korban.
Bagi Nurkholis penyerangan yang
terjadi tidak dapat dibenarkan oleh alasan apapun oleh karenanya para
pelaku harus ditindak tegas. “Tindakan penyerangan ini tidak terjadi
begitu saja secara insidental. Tapi ini terkait peristiwa sebelumnya,
upaya kriminalisasi terhadap komunitas Syiah di Sampang,” tuturnya.
Pada kesempatan sama, Country
Representative Aman Indonesia, Ruby Kholifah, mengatakan pola
penyerangan yang terjadi pada hari minggu kemarin sama seperti
penyerangan pada akhir tahun lalu. Dimana setelah terjadi penyerangan,
para korban diamankan di Gedung Olahraga (GOR) Sampang, ketika di tempat
penampungan itulah intimidasi dan teror terhadap korban akan berlanjut.
Oleh karenanya Ruby mengimbau kepada seluruh elemen yang bersimpati
terhadap para korban untuk bersinergi dan aktif melindungi para korban.
Ironisnya, lembaga negara yang
harusnya aktif melindungi para korban di lapangan, berdasarkan pantauan
Ruby tidak cepat tanggap. Mengingat kaum perempuan kondisinya sangat
rentan, maka Ruby menekankan kepada aparat kepolisian agar memberi
perlindungan yang baik bagi kaum perempuan yang menjadi korban.
Deputi Direktur Elsam, Zainal Abidin,
mengingatkan belum genap satu bulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) menyebut pentingnya penegakkan hukum. Hal itu menurut Zainal
disampaikan SBY dalam pidato kenegaraan di gedung MPR/DPR. Namun, dengan
terjadinya penyerangan terhadap komunitas Syiah di Sampang, menurut
Zainal membuktikan bahwa pemerintah telah gagal melindungi kaum
minoritas.
Mengingat peristiwa penyerangan ini
tak hanya dialami oleh komunitas Syiah, tapi juga kelompok minoritas
lainnya, maka Zainal menekankan agar investigasi mendalam di lembaga
kepolisian harus dilakukan. Pasalnya, Zainal melihat hal ini terkait
dengan kinerja lembaga kepolisian dalam menangani kasus pengamanan
terhadap warga negara dalam konteks kebebasan beragama.
Dalam kasus di Sampang, Zainal
menyebut aparat kepolisian sudah mengetahui bahwa kondisi sudah memanas,
dan potensi terjadinya penyerangan sangat besar. Namun, aparat
kepolisian dirasa tidak melakukan upaya untuk mencegah terjadinya
penyerangan. “Ini bukan hanya pembiaran, tapi kegagalan bertindak
(failure to act) dari aparat kepolisian,” tegasnya.
Menurut Koordinator HRWG, Khairul
Anam, lembaga internasional dapat bertindak untuk memberi tekanan kepada
pemerintah Indonesia terkait kasus penyerangan komunitas Syiah di
Sampang. Diantaranya PBB dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Khairul
mengingatkan dalam sidang UPR di PBB pada Mei lalu, pemerintah Indonesia
dicecar soal kebebasan beragama. Ratusan rekomendasi dari berbagai
negara juga telah ditawarkan kepada pemerintah Indonesia untuk membenahi
masalah penegakkan hukum dan HAM.
Sidang serupa menurut Anam akan
berlangsung pada bulan September nanti dan peristiwa penyerangan
terhadap komunitas Syiah di Sampang akan menjadi salah satu sorotan
utama dalam sidang tersebut. Sidang tersebut menurut Anam akan
mengevaluasi sejauh mana pemerintah Indonesia dalam menindaklanjuti
rekomendasi dalam sidang UPR yang lalu.
Sayangnya, Anam melihat pemerintah
Indonesia tidak serius menjalankannya. “Sebenarnya tidak ada tindakan
konkrit yang diambil pemerintah Indonesia untuk mencegah terjadinya
intoleransi,” kata dia.
Kepala Sekretariat Satgas
Perlindungan Anak (PA), Ilma Sovri Yanti, mengatakan Satgas PA akan
turun langsung ke lokasi kejadian untuk memberikan perlindungan,
khususnya kepada anak-anak korban. Satgas PA akan membuka posko di
lokasi-lokasi pengungsian, salah satunya di GOR Sampang. Sovri menyadari
bahwa anak-anak korban mengalami tekanan dan traumatik, oleh karenanya
Satgas PA dan elemen lainnya akan melakukan sesuatu untuk meringankan
beban yang dialami anak-anak. “Kita akan menurunkan tim reaksi cepat,”
ungkapnya.
Sovri menegaskan, beberapa
perundang-undangan yang ada di Indonesia mengatur secara ketat bahwa
anak-anak harus mendapat perlindungan, salah satunya UU Perlindungan
Anak. Dalam ketentuan itu anak-anak yang berada dalam kondisi darurat
seperti konflik wajib mendapat perlindungan dari negara.(hukumonline)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar