Pencarian Isi Blogg Ini

Selasa, 12 Februari 2013

Tak Sepatutnya Umat Islam Menyerang Umat Islam Lainyai

MPR Kecam Aksi Kekerasan di Sampang

MPR mengecam aksi kekerasan massa terhadap kaum syiah di Sampang,Madura. Aksi semacam ini tidak boleh ditolerir dan harus diproses hukum.
“Penyerangan terhadap kelompok minoritas yang terus menerus, berulang berkepanjangan dengan sasaran yang terus silih berganti ini sungguh berbahaya. Bayangkan setelah yang menjadi sasaran adalah kelompok minoritas Ahmadiyah, kemudian melebar ke jamaah MTA (Majelis Tafsir Al-Quran) di Jawa Tengah, kemudian berlanjut ke kelompok Syiah. Jangan-jangan nanti akan berlanjut kepada kelompok berikutnya lagi yg minoritas di suatu daerah. Terus berlanjutnya serangan ini sungguh tidak lagi bisa ditoleransi,” kecam Wakil Ketua MPR, Hadjriyanto Y Tohari, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/8/2012).

Menurutnya, ini bukan persoalan kecemburuan sosial ekonomi lagi, melainkan sudah mengarah pada berkembangannya budaya intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok yg minoritas di suatu kawasan. Hadjri menilai hal ini berbahaya oleh karena di Indonesia kemajemukan itu tersegmentasi (segmented pluralism).
“Suatu kelompok atau jamaah bisa saja mayoritas di suatu daerah, tetapi minoritas di daerah lain. Bayangkan saja kalau suatu saat salah satu kelompok yang minoritas di suatu daerah menjadi korban penyerangan kelompok lain, padahal di daerah lain mereka mayoritas!? Saya rasa negara sudah sampai pada tahap perkembangan harus bertindak tegas. Sungguh perkembangan ini sudah terlalu ekstensif dan eksesif! Siapapun terlibat harus diproses hukum,” tegasnya.
Lebih jauh Hadjri memandang hal ini urusan kewibawaan negara dan bersifat struktural. Hal ini jelas menjadi urusan hukum, urusan pidana kekerasan, di mana pelaku kekerasan harus diproses secara hukum.
“Bukan urusan agama, karena sejak lama agama dianggap urusan privat. Sejak lama agama-agama dan tokoh-tokoh agama dipinggirkan. Ada proses periferalisasi dan marginalisasi agama dengan desakan-desakan agar agama tidak dibawa-bawa ke ruang publik. Bahkan ada tendensi berkembangnya pandangan dan sikap di kalangan msyartakat untuk merendahkan institusi-institusi keagamaan. Maka merosot lah kewibawaan agama di tengah- masyarakat. Akibatnya, masyarakat cenderung bertindak sendiri-sendiri dalam menghukum kelompok yang minoritas yang dianggap menyimpang dari mainstream,” tandasnya.
Penanggulangan aksi kekerasan massa di Sampang, Madura, jadi perhatian serius pemerintah. Pagi ini Presiden SBY menggelar rapat koordinasi membahas situasi di lapangan yang aktual.
Rapat dijadwalkan digelar pada pukul 09.00 WIB di Kantor Presiden, Jakarta. Peserta rapat adalah Wapres Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri Timur Pradopo, Panglima TNI, KaBIN Marciano Norman, Seskab Dipo Alam, Menag Suryadharma Ali dan Mensesneg Sudi Silalahi. Untuk sementara Gubernur Jatim dan Bupati Sampang belum ikut.
Staff Khusus Presiden bidang Hubungan Masyarakat, Heru Lelono, memaparkan kronologi kejadian yang diperoleh dari Deputi V Menko Polhukam Irjen Pol Bambang Suparno. Aksi massa ini terjadi pada 26 Agustus 2012 pukul 11.00 WIB di kampung Nakernang desa. Karang Gayam, Omben, Sampang, Madura.
Peristiwa bermula dari sekelompok orang dari kelompok Tajul berniat ke Malang untuk bersilahturahim Idul Fitri. Namun berkembang isu mereka ke Pasuruan mendatangi seorang imam Syiah yang memicu kemarahan pihak Syuni sehingga menyerang membakar rumah milik kelompok Syiah.
Aparat dari Brimob Polda Jatim mengerahkan 160 orang dan telah diperkuat 2 SSK Yon 500/R dari Kodim Sampang. Polres Sampang dan Brimob Polda. Jatim sedang menelusuri lokasi kejadian dan hutan di sekitar untuk mencari dan melacak korban dan pelaku.
Akibat aksi massa ini, kerugian material yang tercatat adalah lima rumah terbakar. Dua orang meninggal dunia, lima mengalami luka termasuk Kapolsek Sampang.(Solopos.com)
MUI Kupang Kecam Kekerasan di Sampang
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Timur (NTT), Abdul Kadir Makarim, menilai tindakan kekerasan terhadap warga Syiah, di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, sangat tidak manusiawi. “Aksi kekerasan terhadap warga Syiah sangat tidak manusiawi, makanya kami mengutuk tindakan kekerasan itu,” kata Abdul Kadir Makarim, Senin, 27 Agustus 2012.
Sekitar 200 warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Ahad pagi, 26 Agustus 2012. Mereka melempari rumah warga Syiah dengan batu dan membakar 10 rumah. Setidaknya dua penganut Syiah tewas akibat sabetan celurit.
Kekerasan di Madura, Jawa Timur, menurut dia, sangat tidak mendidik dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di negeri ini, termasuk kerukunan sesama umat Islam. “Harusnya sesama umat Islam saling rukun. Kalau sesama saja tidak rukun, bagaimana mau rukun dengan agama lain,” katanya.
Tindakan kekerasan itu, katanya, merupakan tindakan yang arogan sebab ajaran Syiah tidak ada yang menyimpang. Bahkan, dia menilai orang yang menyerang warga Syiah itu yang menyimpang dari Islam. “Orang-orang seperti itu justru yang merusak kerukunan beragama di negeri ini,” katanya.
MUI NTT tidak sepaham dengan cara-cara kekerasan itu. Apalagi dalam Islam tidak diajarkan seperti itu. Tindakan yang dilakukan ini sudah tidak manusiawi lagi. “Syiah itu diakui oleh Islam. Di Iran dan sebagian daerah di Indonesia juga ada warga Syiah,” katanya.
Namun, katanya, di NTT belum ditemukan warga Syiah. Kalau pun ada mereka akan diterima oleh umat Islam karena tidak ada perbedaan antar Islam dan Syiah. “Cara beribadah Islam dan Syiah itu sama, tidak ada perbedaan,” katanya.
Pembakaran rumah milik warga Syiah bukan pertama kali terjadi di Sampang. Akhir Desember tahun lalu, massa anti-Syiah juga membakar rumah Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang. Tajul tengah menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus penodaan agama.(tempo)
GP Ansor Kutuk Penyerangan Warga Syiah di Sampang
Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengutuk keras penyerangan warga Syiah di Desa Nangkerenang, Kecamatan Omben, Sampang, Madura, oleh kelompok intoleran dan meminta aparat keamanan menindak tegas dan adil pelakunya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor) Nusron Wahid menyakini kejadian ini pasti ada unsur kesengajaan untuk mengadu domba antarelemen bangsa, terutama keharmonisan antarummat Islam.
“Sunni-Syiah itu barang lama, dan sudah lama ada saling pengertian dan menghormati satu sama lain. Pasti ada pihak-pihak lain yang dengan sengaja mengadu domba dan memecah belah bangsa Indonesia,” ujar Nusron dalam rilisnya kepada Okezone, Minggu (26/8/2012).
Oleh karena itu, aparat keamanan harus menindak tegas dan adil pelakunya, tanpa pandang bulu. “Siapapun yang terlibat, mau kiai Sunni atau Syiah, kalau salah ya salah harus ditindak,” ujarnya.
Indonesia lanjut dia, merupakan negara Pancasila yang mengedepankan sifat toleransi, prinsip persaudaraan sesama agama (ukhuwwah Islamiyah), persaudaraan kebangsaaan (ukhuwwah wathaniyyah) dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariyah).
“Ini sama-sama Islam, sama-sama Indonesia dan sama-sama manusia, kok saling bertikai. Apalagi di bulan Syawal. Terus apa manfaat puasa dan Idul Fitri yang sedang dilaksanakan ini,” tegasnya.
Sebagai organisasai kepemudaan berabasis keagamaan yg mengusung Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni), GP Ansor akan mengajak kelompok Syiah untuk hidup berdampingan dan saling menghargai satu sama lain.
“Jangankan dengan orang Syiah yang sama-sama muslim dan tauhidnya sama, dengan nonmuslim pun kita harus saling berdampingan dan bersama-sama,” tegasnya.
Oleh karena itu, Ansor meminta kepolisian sebagai aparat keamanan untuk memberikan perlindungan terhadap warga negara. “Kami kalau diminta bantuan siap membantu. Tetapi ujungnya harus polisi. Sebab ini tugas negara,” tegasnya.
Kabar terbaru menyebutkan sebanyak dua orang tewas dalam kerusuhan dan penyerangan di kompleks komunitas Islam Syiah, pimpinan Ustadz Tajul Muluk, di Desa Nangkerenang Kecamatan Omben, Sampang, Madura, Minggu 26 Agustus siang.
Kejadian itu berawal dari kepergian puluhan anak-anak, termasuk anak-anak pasangan Tajul Muluk dan istrinya Umi Khulsum menuju ke Pesantren Bangil. Mendadak ratusan massa menghadang rombongan ini dan memaksa untuk tidak melanjutkan perjalanan. Karena bersikeras melanjutkan perjalanan, massa langsung menyerang kelompok rombongan laki-laki dengan berbagai jenis senjata tajam. (Okezone)
Menteri Agama Kutuk Penyerangan Umat Syiah di Sampang
Menteri Agama, Suryadharma Ali mengutuk kerusuhan dan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap sekelompok santri pengukut Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Kabupaten Sampang Madura, Minggu (26/8/2012). Menteri menegaskan bahwa tindak kekerasan atas nama apapun, termasuk atas nama agama atau perbedaan aliran keagamaan, tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, agama mengajarkan kedamaian, dan tidak mengajarkan kekerasan.
“Perbedaan pendapat dalam beragama memang ada, termasuk perbedaan pandangan antara mazhab Syiah dan Sunni. Hal itu harus diselesaikan lewat dialog yang konstruktif dan penuh persaudaraan,” kata Menteri Agama dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Senin(27/8/2012).
Suryadharma Ali juga menyerukan agar penyelesaian permasalahan di Sampang hendaknya dilakukan melalui dialog. Untuk itu, lanjut Suryadharma Ali, dirinya meminta kantor wilayah Kementerian Agama setempat dapat memfasilitasi dialog tersebut.
Menteri Agama juga meminta kepada aparat keamanan untuk menindak tegas setiap oknum yang terlibat dalam kekerasan tersebut. Ia menyatakan bahwa siapapun yang terlibat, harus ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Lebih jauh Suryadharma Ali juga mengimbau agar semua pihak senantiasa mengedepankan sifat toleransi dan prinsip persaudaraan antar sesama agama (ukhuwwah Islamiyah), persaudaraan sebangsa (ukhuwwah wathaniyyah), serta persaudaraan sesama manusia (ukhuwwah basyariyah).
Oleh karena itu, Menag menegaskan, bahwa penyelesaian lewat tindak kekerasan harus dihindari.
“Prinsip dasarnya, kekerasan atas nama apa pun dan dengan dalih apa pun, tidak dapat dibenarkan,” katanya.(Trimbunnews)
Aliansi Sumut Bersatu, Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Terhadap Jamaah Syiah di Nangkernang Sampang Madura Jawa Timur
Aliansi Sumut Bersatu, Organisasi Non Pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang concern terhadap issu-issu pluralisme menyatakan duka mendalam dan mengutuk keras aksi penyerangan yang dilakukan secara sistematis oleh sekitar seribuan orang yang diduga dilakukan oleh massa kelompok agama tertentu terhadap Jamaah Syiah di Dusun Nangkernang Sampang Kabupaten Madura Provinsi Jawa Timur pada hari Minggu Tanggal 26 Agustus 2012.
Aksi penyerangan tersebut mengakibatkan 2 orang Jamaah Syiah (Hamama dan Tohir) meninggal dunia, sementara puluhan orang luka berat dan ringan serta puluhan rumah juga terbakar. Lima orang Jamaah Syiah mengalami luka-luka ketika mereka berupaya melindungi anak-anak dan perempuan dari aksi penyerangan dan tindakan kekerasan.
Peristiwa intoleransi ini merupakan rentetan kasus kekerasan berbasis agama atau keyakinan yang terjadi sejak tahun 2004 terhadap Jamaah Syiah, yang tidak mampu diselesaikan pemerintah, sebagai bentuk tanggung jawabnya memberikan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat Indonesia khususnya kelompok minoritas agama / keyakinan.
Tragedi terhadap Jamaah Syiah di Sampang kali ini, menambah daftar ketidakmampuan aparat kepolisian mencegah konflik berbasis agama. Seperti kasus-kasus intoleransi lainnya, aparat kepolisian lagi-lagi tidak hadir ketika rakyat membutuhkan perlindungan, bebas dari rasa takut dan pemenuhan jaminan keamanan.
Merespon aksi penyerangan yang terjadi terhadap Jamaah Syiah, Aliansi Sumut Bersatu secara tegas menyatakan pernyataan keprihatinan sebagai berikut:
1. Dukungan, doa dan solidaritas terhadap IJABI (Ikatan Jamaah Ahl al-Bait) khususnya Jamaah Syiah korban meninggal, luka-luka dan kehilangan tempat tinggal di Dusun Nangkernang Sampang Kabupaten Madura Provinsi Jawa Timur.
2. Mendesak Pemerintah Republik Indonesia khususnya Provinsi Jawa Timur dan KAPOLRI, KAPOLDA Jawa Timur dan KAPOLRES Madura untuk memberikan perlindungan dan pemulihan kepada semua Jamaah Syiah korban intoleransi khususnya perempuan dan anak-anak yang memiliki kerentanan khusus atas kekerasan dan diskriminasi berbasis agama.
3. Meminta kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya secara cepat menangkap dan mengadili aktor dan pelaku penyerangan Jamaah Syiah di Dusun Nangkernang Sampang Madura Jawa Timur dengan menerapkan hukuman maksimal sebagai bentuk efek jera terhadap kelompok intoleran dan mencegah kejadian serupa tidak berulang dan merambat ke daerah-daerah lain.
4. Mendesak Presiden Republik Indonesia agar melakukan evaluasi atas kinerja aparat kepolisian mulai dari tingkat nasional hingga ressort yang sering absen terhadap jaminan rasa aman masyarakat dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
5. Meminta para tokoh-tokoh agama, masyarakat dan pemerintah untuk tidak membuat hate speech khususnya berbasis agama yang rentan menimbulkan tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap kelompok minoritas agama atau kepercayaan.
6. Mendesak pemerintah melakukan upaya-upaya penyelesaian konflik atas nama agama dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk aktivis / organisasi masyarakat sipil dan mendengarkan suara korban khususnya perempuan dan anak-anak atas dasar perspektif empat pilar kebangsaan (Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila dan Bhinneka Tungggal Ika)
7. Meminta Presiden Republik Indonesia untuk menghadirkan Pelapor Khusus PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk issu kemerdekaan beragama di Indonesia sebagai bagian dari komitmen pemerintah Indonesia mewujudkan perdamaian di Indonesia dan dunia.
Demikian pernyataan ini kami buat, sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi kehidupan beragama di Indonesia dan terus berkomitmen untuk mempertahankan Kebhinnekaan.
Medan, 27 Agustus 2012
Salam Hormat
Veryanto Sitohang
Direktur Aliansi Sumut Bersatu
Hp: 08126593680.
(Kompasiana)
Ikatan Pesantren Indonesia kutuk penyerangan di Sampang
Ikatan Pesantren Indonesia mengutuk keras tindakan penyerangan terhadap kelompok syiah yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal di Sampang, Madura, Jawa Timur. Akibat penyerangan brutal itu dua orang meregang nyawa.
“Kami mengutuk keras segala tindakan kekerasan dengan dalih agama,” kata Ketua Umum Ikatan Pesantren Indonesia Jam’iyah Fida’ Kubro, Ahmad Zaini di Pasuruan, Jawa Timur, Senin (27/8). Demikian ditulis oleh Antara.
Ahmad Zaini atau yang akrab disapa Gus Zaini berharap agar aparat keamanan menindak tegas para pelaku agar hal seperti ini tak terulang lagi.
“Tindak para pelaku, serta ungkap latar belakangnya hingga tuntas,” katanya.
Bentrokan masa Sunni dan Syiah di Desa Karang Gayam, Kec Omben, dan Desa Bluran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura, mengakibatkan dua orang tewas dan lima orang luka-luka. Bentrokan juga mengakibatkan keluarga Syiah yang rumahnya dirusak mengungsi ke area Gor Sampang. Pihak pemprov Jawa Timur pun sudah berjanji akan menanggung semua logistik yang dibutuhkan oleh para pengungsi Syiah tersebut.(Merdeka)
Mahfud MD Kecam Penyerangan Syiah di Sampang
Penyerangan kepada komunitas Syiah di Sampang, Madura mengundang keprihatinan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Dia menyampaikan rasa berduka atas meninggalnya dua warga Syiah Sampang dalam penyerangan itu.
Menurut pria kelahiran Madura ini, seharusnya aksi pengadilan langsung rakyat terhadap rakyat yang lain seperti di Sampang ini tidak boleh terjadi karena sangat berbahaya bagi suatu negara yang merdeka. Aparat penegak hukum harus mengambil tindakan yang tegas secepatnya. Mahfud meminta tindakan tersebut harus segera diproses agar tidak meluas dan saling membalas. “Jangan sampai itu menjalar kemana-mana,” ingatnya.(Dennyjaword)
PBNU dan GP Ansor Kutuk Kekerasan Syiah Sampang
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP GP Ansor mengutuk kekerasan yang terjadi pada kelompok yang disebut Syiah di Desa Nangkerenang Kecamatan Omben Sampang, Madura, Jawa Timur, yang dilakukan oleh kelompok intoleran di daerah tersebut. Karena itu PBNU dan GP Ansor mendesak aparat keamanan menindak tegas para pelaku dengan menggandeng tokoh masyarakat setempat, agar anarkisme itu tidak terulang lagi.
Wakil Ketua PBNU H. Slamet Effendy Yusuf menegaskan jika sesungguhnya kekerasan itu tidak boleh terjadi. Apalagi di hari raya Idul Fitri, di mana antarsatu dengan umat Islam yang lain harus saling memberi maaf dan memaaf-maafkan. “Bagi kami, aparat bersama tokoh masyarakat setempat baik NU, GP Ansor dan lain-lain harus bersama-sama menyelesaikan ini agar anarkisme ini tidak terulang,” imbau Slamet di Jakarta, Senin (27/8/12).
Sementara itu kecaman yang sama diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR RI Hajrijanto Y. Thohari yang mengecam kekerasan massa terhadap kaum syiah tersebut. Aksi semacam ini tidak boleh ditolerir dan harus diproses hukum.
“Penyerangan terhadap kelompok minoritas yang terus menerus, berulang berkepanjangan dengan sasaran yang terus silih berganti ini sungguh berbahaya. Bayangkan setelah yang menjadi sasaran adalah kelompok minoritas Ahmadiyah, kemudian melebar ke jamaah MTA (Majelis Tafsir Al-Quran) di Jawa Tengah, kemudian berlanjut ke kelompok Syiah. Jangan-jangan nanti akan berlanjut kepada kelompok berikutnya lagi yang minoritas di suatu daerah. Terus berlanjutnya serangan ini sungguh tidak lagi bisa ditoleransi,” kecam Hadjriyanto Y Tohari.
Menurutnya, ini bukan persoalan kecemburuan sosial ekonomi lagi, melainkan sudah mengarah pada berkembangannya budaya intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas di suatu kawasan. Hadjri menilai hal ini berbahaya oleh karena di Indonesia kemajemukan itu tersegmentasi (segmented pluralism).
“Suatu kelompok atau jamaah bisa saja mayoritas di suatu daerah, tetapi minoritas di daerah lain. Bayangkan saja kalau suatu saat salah satu kelompok yang minoritas di suatu daerah menjadi korban penyerangan kelompok lain, padahal di daerah lain mereka mayoritas!? Saya rasa negara sudah sampai pada tahap perkembangan harus bertindak tegas. Sungguh perkembangan ini sudah terlalu ekstensif dan eksesif! Siapapun terlibat harus diproses hukum,” katanya.
Sejauh itu Hadjri menilai hal ini urusan kewibawaan negara dan bersifat struktural. Hal ini jelas menjadi urusan hukum, urusan pidana kekerasan, di mana pelaku kekerasan harus diproses secara hukum.
“Bukan urusan agama, karena sejak lama agama dianggap urusan pribadi. Sejak lama agama-agama dan tokoh-tokoh agama dipinggirkan. Ada proses periferalisasi dan marginalisasi agama dengan desakan-desakan agar agama tidak dibawa-bawa ke ruang publik. Bahkan ada tendensi berkembangnya pandangan dan sikap di kalangan msyartakat untuk merendahkan institusi-institusi keagamaan. Maka merosot lah kewibawaan agama di tengah- masyarakat. Akibatnya, masyarakat cenderung bertindak sendiri-sendiri dalam menghukum kelompok yang minoritas yang dianggap menyimpang dari mainstream,” tutur politisi Golkar ini.
KontraS Kutuk Keras Aksi Kekerasan Terhadap Pengikut Syiah
KontraS Surabaya mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah warga terhadap pengikut Syiah di Kecamatan Omben Sampang Madura Jawa Timur pada hari minggu 26 Agustus 2012.
KontraS Surabaya juga menyesalkan dan prihatin atas tidak adanya langkah antisipatif dari pemerintah dan Polri untuk mencegah terjadinya peristiwa ini. KontraS Surabaya meyakini, bahwa peristiwa ini dapat dicegah apabila Pemerintah memiliki komitmen serius dalam mengupayakan resolusi konflik dalam kasus ini. Akan tetapi, berdasarkan rangkaian peristiwa yang terjadi sangat nampak bahwa pemerintah belum memiliki komitmen mengenai hal itu.
Pada awal 2012, KontraS Surabaya telah menyerukan kepada Pemerintah dan Kepolisian Republik Indonesia agar segera melakukan langkah evaluatif dan antisipatif dalam menjaga kemananan dan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang pada pasca penyerangan dan pembakaran Bulan Desember tahun 2011 lalu. Akan tetapi, tampaknya baik pemerintah maupun Polri mengabaikan hal ini.
Seperti telah diberitakan di sejumlah media, pada hari Minggu 26 Agustus 2012 telah terjadi aksi kekerasan yang dilakukan hampir ribuan warga Kecamatan Omben Kabupaten Sampang terhadap ratusan warga syi’ah yang bertinggal di dusun Nangkernang Desa Karang Gayam Kec. Omben, dan dusun Geding laok desa Bluuren Kac. Karang penang.
Komunitas Syiah adalah kelompok minoritas di wilayah ini. Akibat dari peristiwa ini, satu orang meninggal dunia, satu orang luka berat, dan 3 orang yang lain luka sedang dan harus dirawat di Rumah Sakit. Selain itu setidakanya ada 60 (35) unit bangunan dari 35 (60) rumah milik warga syi’ah telah dibakar. (kronologis disampaikan dalam lembar terpisah).
“Peristiwa ini adalah bukti kelalaian dari pemerintah dan polisi ,” demikian tegas Andy Irfan Koordinator Badan Pekerja KontraS. Tindakan penyerangan, pembakaran dan pengrusakan, pengusiran, penganiayaan serta pembunuhan terhadap jemaah Syiah Sampang seperti yang terjadi atas warga syi’ah adalah nyata-nyata tindak pelanggaran hukum dan HAM. Karena itu, Kepolisian Republik Indonesia, harus melakukan tindak tegas dengan memproses semua pelakunya. KontraS Surabaya meyakini, bahwa Polisi Sampang telah memiliki data infoprmasi dan keterangan yang cukup tentang para pelaku kekerasan dalam peristiwa ini.
Karena itu, KontraS Surabaya menuntut :
Polisi menidak tegas semua pelaku kekerasan dalam peristiwa tanggal 26 agustus 2012 dengan menangkap dan memproses secara hokum para pelakunya; Termasuk dalam hal ini adalah tokoh penggerak aksi kekerasan.
Pemerintah segera melibatkan perwakilan korban untuk merumuskan penanganan dan perlindungan kepada korban yang sekarang sebagian diantarnya telah diungsikan ke Gor Sampang; Keterlibatan perwakilan korban sangat penting untuk menjamin akuntabilitas dalam penanganan kasus ini.
Tokoh-tokoh agama islam terutamna dari Nahdhatul Ulama agar terlibat aktif untuk menyerukan perdamaian dan mendorong resolusi konflik dalam peristiwa ini.(tribunnews)
Komnas Perempuan Kecam Pelaku Kekerasan di Sampang
Aksi kekerasan terhadap aliran agama tertentu kembali terjadi. Peristiwa tersebut dikecam keras oleh Komnas Perempuan lantaran dalam aksi kekerasan tersebut, wanita juga menjadi korban secara tidak langsung.
“Mengecam keras para pelaku kekerasan atas nama apapun, karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, Pancasila dan UUD 45,” ujar Wakil Pimpinan Komnas Perempuan sesuai siaran pers yang diterma Tribunnews.com, Senin (27/8/2012).
Komnas Perempuan juga menyampaikan rasa prihatin dan duka yang mendalam terhadap korban kekerasan yang terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur kemarin.
“Duka dan empati terhadap korban meninggal dunia, luka-luka, pembakaran, dan lain-lain. Banyak perempuan dan anak harus berjuang sendiri menyelamatkan nyawa keluarganya,” kata Masruchah.
Diberitakan sebelumnya, insiden penyerangan itu terjadi sekitar pukul 10.00 WIB dan menurut versi polisi pukul 11.00 WIB, bermula saat keluarga pimpinan Islam Syiah, Ustadz Tajul Muluk, hendak mengunjungi Tajul Muluk yang dipenjara di Lapas Sampang karena kasus penistaan agama.
Dalam perjalanan, mobil yang dikendarai keluarga Ustadz Tajul Muluk dicegat sekelompok pengendara motor yang mengolok-olok keluarga itu sebagai penganut ajaran sesat.
Akibat gangguan dari kelompok bersepeda motor itu, keluarga Tajul mengurungkan rencana berkunjung ke Lapas Sampang. Akan tetapi aksi kelompok orang bersepeda motor tersebut tidak sampai disitu saja.
Para pengendara motor itu terus membuntuti keluarga Ustadz Tajul hingga ke rumah mereka di Dusun Nanggernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang.
Kemudian, massa dengan membawa bersenjata tajam mendatangi perkampungan warga Syiah di Dusun Nanggernang dan membakar sebagian rumah pengikut aliran itu.
Sekitar seribu warga bersenjata tajam mengepung pengikut kelompok Islam Syiah. Petugas dari kepolisian Polres Sampang berupaya menghentikan aksi itu dengan menurunkan petugas gabungan dan meminta bantuan TNI.(tribunnews)
ICMI: negara harus tegas soal kasus Sampang
Ketua Presidiun Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof. Nanat Fatah Natsir mengatakan, negara harus tegas dan netral dalam mengusut kasus kekerasan terhadap kelompok Syiah yang terjadi di Sampang, Madura.
“Negara harus melindungi agama apa pun untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945,” kata Nanat Fatah Natsir saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan aparat penegak hukum harus bertindak tegas agar kejadian serupa tidak terulang dan meluas ke wilayah lain. Karena itu, intelijen aparat penegak hukum harus mampu mendeteksi bibit-bibit kekerasan sedini mungkin.
Apalagi, konflik yang muncul antara Sunni dan Syiah di Madura, kata dia, sudah terjadi cukup lama. Dia mencatat, setidaknya sudah terjadi sembilan peristiwa konflik yang terjadi sejak 2006 yang melibatkan kedua kelompok aliran Islam itu.
Menurut dia, seharusnya kejadian kekerasan yang mengatasnamakan agama tidak terjadi di Indonesia yang merupakan negara demokrasi. Apalagi, kebebasan beragama diatur dalam konstitusi.
“Kami merasa prihatin dengan kekerasan di Sampang yang mengatasnamakan agama sehingga sampai jatuh korban jiwa, pembakaran rumah dan pengusiran,” kata mantan rektor UIN Bandung itu.
Nanat mengatakan pemerintah harus segera mengambil jalan keluar terutama untuk menyelesaikan konflik dan melindungi korban. Korban kekerasan itu, kata dia, harus segera dikembalikan ke tempat tinggalnya semula dan mendapat perlindungan untuk menjalankan kepercayaannya.
Penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah terjadi Minggu (26/8) di Dusun Nanggernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang. Polres Sampang menyatakan satu orang tewas dalam kejadian tersebut, yaitu Muhammad Husin (50).
Selain menyerang dan melukai warga, kelompok penyerang juga membakar rumah-rumah pengikut Syiah yang ada di dua desa, yaitu Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran, Kecamatan Omben, Sampang. (Antaranews)
Penyerangan Komunitas Syiah Sampang Dikecam
Pemerintah dinilai tidak serius melindungi kelompok minoritas.
Komunitas Syiah di dusun Nangkernang, desa Karang Gayam, kecamatan Omben, kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur kembali diserang. Serangan serupa sempat terjadi pada akhir tahun lalu. Sayangnya, dalam serangan yang terjadi pada hari minggu (26/8) kemarin menewaskaan satu orang warga dari komunitas Syiah bernama Hamamah alias Muhammad Khosim. Sedangkan puluhan warga Syiah lainnya terluka dan rumah mereka ikut dirusak serta dibakar.
Menurut Koordinator KontraS Surabaya, Andi Irfan, penyerangan bermula ketika sejumlah anak-anak komunitas Syiah Sampang berangkat sekolah ke pesantren yang berlokasi di luar wilayah Sampang. Ada juga warga yang hendak bersilaturahmi ke tempat kerabatnya di luar desa. Namun ketika mereka berjalan keluar desa dengan menggunakan mobil, puluhan orang anti-Syiah menghadang dan mengancam membakar mobil.
Setelah berkumpul dalam jumlah yang banyak, ratusan massa anti-Syiah menyerang komunitas Syiah. Andi menggambarkan, lokasi yang diserang masih tampak jelas bekas serangan yang dilakukan kelompok anti-Syiah pada Desember tahun lalu.
“Rumah tinggal mereka adalah bangunan sederhana sisa dari puing-puing komplek rumah dan pesantren milik Ustad Tajul Muluk yang dibakar pada akhir Desember 2011 lalu,” kata Andi menjelaskan kondisi pemukiman komunitas Syiah di Sampang yang diserang kepada hukumonline lewat pesan singkat, Senin (27/8).
Pria yang memantau lokasi kejadian sejak serangan meletus itu menuturkan masih banyak komunitas Syiah di Sampang yang terpencar karena menyelamatkan diri. Sebagian dari mereka ada yang berlindung di hutan dan lokasi lainnya yang dianggap aman.
Terpisah, sejumlah organisasi masyarakat sipil (LSM) yang beraliansi dalam Aliansi Solidaritas Kasus Sampang mengutuk penyerangan tersebut. Menurut aliansi yang sedikitnya terdiri dari sepuluh organisasi itu menilai penyerangan dilakukan secara sistematis. Di mulai sejak penyerangan bulan Desember 2011 dan pengkriminalisasian terhdap Ustad Tajul Muluk. Ironisnya, aparatur negara dirasa tidak berdaya menjamin keamanan, perlindungan dan penegakan hukum bagi kelompok minoritas, termasuk penganut Syiah. Akibatnya, serangan kembali terjadi.
Menurut Direktur YLBH Universalia, Hertasning Ichlas, sistematisnya serangan terhadap komunitas Syiah di Sampang dapat terlihat dari upaya pengusiran yang dilakukan kelompok anti-Syiah. Puncak keberhasilan kelompok penyerang menurut Ichlas terjadi ketika proses pengkriminalisasian terhadap Ustad Tajul Muluk berhasil. Sehingga Tajul diputus bersalah karena dianggap melakukan penodaan terhadap agama. Ichlas menegaskan Ustad Tajul Muluk mengajukan banding atas putusan itu.
Mulanya, Ichlas mengira hanya Ustad Tajul Muluk yang menjadi target kelompok anti-Syiah. Namun penyerangan yang terjadi kemarin menunjukkan bahwa perkiraannya itu salah. Para kelompok anti-Syiah menurut Ichlas menyerang semua kelompok Syiah yang ada di Sampang. Ichlas khawatir peristiwa serupa akan berulang kembali, pasalnya aparat berwenang dinilai tidak mampu melakukan langkah tegas untuk menegakkan hukum dan melindungi korban.
Apalagi Ichlas melihat ada indikasi keterlibatan banyak pihak untuk menjadikan komunitas Syiah di Sampang sebagai musuh bersama. Mulai dari adanya tokoh agama yang cemburu dengan Ustad Tajul Muluk karena mampu meraih simpati warga hingga adanya kepentingan politik tertentu untuk meraih suara dalam pemilihan Bupati. “Mereka berkomplot,” ujarnya.
Direktur LBH Jakarta, Nurkholis Hidayat, meminta agar aparat penegak hukum menjalankan fungsi penegakan hukum secara maksimal. Para penyerang, Nurkholis melanjutkan, harus ditangkap, begitu pula dengan provokator dan aktor intelektual di balik peristiwa penyerangan. Nurkholis menekankan agar aparat kepolisian tidak lagi melakukan kriminalisasi terhadap para korban.
Bagi Nurkholis penyerangan yang terjadi tidak dapat dibenarkan oleh alasan apapun oleh karenanya para pelaku harus ditindak tegas. “Tindakan penyerangan ini tidak terjadi begitu saja secara insidental. Tapi ini terkait peristiwa sebelumnya, upaya kriminalisasi terhadap komunitas Syiah di Sampang,” tuturnya.
Pada kesempatan sama, Country Representative Aman Indonesia, Ruby Kholifah, mengatakan pola penyerangan yang terjadi pada hari minggu kemarin sama seperti penyerangan pada akhir tahun lalu. Dimana setelah terjadi penyerangan, para korban diamankan di Gedung Olahraga (GOR) Sampang, ketika di tempat penampungan itulah intimidasi dan teror terhadap korban akan berlanjut. Oleh karenanya Ruby mengimbau kepada seluruh elemen yang bersimpati terhadap para korban untuk bersinergi dan aktif melindungi para korban.
Ironisnya, lembaga negara yang harusnya aktif melindungi para korban di lapangan, berdasarkan pantauan Ruby tidak cepat tanggap. Mengingat kaum perempuan kondisinya sangat rentan, maka Ruby menekankan kepada aparat kepolisian agar memberi perlindungan yang baik bagi kaum perempuan yang menjadi korban.
Deputi Direktur Elsam, Zainal Abidin, mengingatkan belum genap satu bulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut pentingnya penegakkan hukum. Hal itu menurut Zainal disampaikan SBY dalam pidato kenegaraan di gedung MPR/DPR. Namun, dengan terjadinya penyerangan terhadap komunitas Syiah di Sampang, menurut Zainal membuktikan bahwa pemerintah telah gagal melindungi kaum minoritas.
Mengingat peristiwa penyerangan ini tak hanya dialami oleh komunitas Syiah, tapi juga kelompok minoritas lainnya, maka Zainal menekankan agar investigasi mendalam di lembaga kepolisian harus dilakukan. Pasalnya, Zainal melihat hal ini terkait dengan kinerja lembaga kepolisian dalam menangani kasus pengamanan terhadap warga negara dalam konteks kebebasan beragama.
Dalam kasus di Sampang, Zainal menyebut aparat kepolisian sudah mengetahui bahwa kondisi sudah memanas, dan potensi terjadinya penyerangan sangat besar. Namun, aparat kepolisian dirasa tidak melakukan upaya untuk mencegah terjadinya penyerangan. “Ini bukan hanya pembiaran, tapi kegagalan bertindak (failure to act) dari aparat kepolisian,” tegasnya.
Menurut Koordinator HRWG, Khairul Anam, lembaga internasional dapat bertindak untuk memberi tekanan kepada pemerintah Indonesia terkait kasus penyerangan komunitas Syiah di Sampang. Diantaranya PBB dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Khairul mengingatkan dalam sidang UPR di PBB pada Mei lalu, pemerintah Indonesia dicecar soal kebebasan beragama. Ratusan rekomendasi dari berbagai negara juga telah ditawarkan kepada pemerintah Indonesia untuk membenahi masalah penegakkan hukum dan HAM.
Sidang serupa menurut Anam akan berlangsung pada bulan September nanti dan peristiwa penyerangan terhadap komunitas Syiah di Sampang akan menjadi salah satu sorotan utama dalam sidang tersebut. Sidang tersebut menurut Anam akan mengevaluasi sejauh mana pemerintah Indonesia dalam menindaklanjuti rekomendasi dalam sidang UPR yang lalu.
Sayangnya, Anam melihat pemerintah Indonesia tidak serius menjalankannya. “Sebenarnya tidak ada tindakan konkrit yang diambil pemerintah Indonesia untuk mencegah terjadinya intoleransi,” kata dia.
Kepala Sekretariat Satgas Perlindungan Anak (PA), Ilma Sovri Yanti, mengatakan Satgas PA akan turun langsung ke lokasi kejadian untuk memberikan perlindungan, khususnya kepada anak-anak korban. Satgas PA akan membuka posko di lokasi-lokasi pengungsian, salah satunya di GOR Sampang. Sovri menyadari bahwa anak-anak korban mengalami tekanan dan traumatik, oleh karenanya Satgas PA dan elemen lainnya akan melakukan sesuatu untuk meringankan beban yang dialami anak-anak. “Kita akan menurunkan tim reaksi cepat,” ungkapnya.
Sovri menegaskan, beberapa perundang-undangan yang ada di Indonesia mengatur secara ketat bahwa anak-anak harus mendapat perlindungan, salah satunya UU Perlindungan Anak. Dalam ketentuan itu anak-anak yang berada dalam kondisi darurat seperti konflik wajib mendapat perlindungan dari negara.(hukumonline)

Tidak ada komentar: