Pencarian Isi Blogg Ini

Jumat, 28 Desember 2012

kalau anda membaca artikel atau makalah-makalah yang ada di situs hakekat.com maka saya yakin, jika anda belum pernah membaca Kitab-Kitab Syiah yang asli (bukan terbitan palsu) anda akan berpandangan bahwa betapa bejatnya, sungguh kapirnya kaum Syiah. Bukan hanya artikel dan makalah namun galery photo yang disajikan juga akan membuat anda merasa ngeri terhadap Syiah.


Ulama Wahabi Dilarang Masuk Eropa karena menyulut kebencian kepada pihak lain dengan DATA DATA PALSU

Pemerintah Swiss membenarkan larangan masuknya mubaligh Wahabi ke negara-negara Eropa.
Alalam (22/12) melaporkan, Kementerian Luar Negeri Swiss mengakhiri pembahasan mengenai larangan kepada Muhammad al-Arifi, seorang mubaligh Arab Saudi untuk masuk ke Swiss.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Swiss kepada koran al-Hayat mengkonfirmasikan larangan masuknya al-Arifi ke Swiss dan negara-negara Eropa, karena alasan keamanan.
Keputusan itu diumumkan Swiss Jumat (21/12) dan telah disampaikan kepada seluruh negara Eropa. Keputusan tersebut akan berlaku hingga enam bulan.
Al-Hayat menyebutkan bahwa al-Arifi dilarang karena sikap-sikap keras dan ekstrimnya  terhadap perempuan dan juga upaya menyulut kebencian kepada pihak lain

kasus di Indonesia : hakekat.com Penyebar dusta Terhadap Syi’ah


 hakekat.com melaung laung seperti anjing

Kepada para pembaca yang budiman, kalau anda membaca artikel atau makalah-makalah yang ada di situs hakekat.com maka saya yakin, jika anda belum pernah membaca Kitab-Kitab Syiah yang asli (bukan terbitan palsu) anda akan berpandangan bahwa betapa bejatnya, sungguh kapirnya kaum Syiah. Bukan hanya artikel dan makalah namun galery photo yang disajikan juga akan membuat anda merasa ngeri terhadap Syiah.
Saya tidak mengerti, kenapa ada situs yang isinya hampir seluruhnya penjelekan tentang ajaran Syiah. Syiah dimata hakekat.com sama sekali tidak memilik kebaikan. Syiah adalah keburukan seluruhnya tanpa ada kebaikan sedikitpun di dalamnya.
Namun bagi kami yang mencintai ajaran Ahlul Bait  memahami bahwa apa dituliskan  hakekat.com tentang Syiah dalam puluhan artikel dan makalah tersebut tidak lebih dari ocehan yang menurut kami tidak ada nilainya. Penulisnya yang sangat sok tau, sok paling benar, sok-sok-an malah memperlihatkan dirinya bahwa penulis di hakekat.com tidak paham dan sama sekali tidak mengetahui tentang pokok-pokok ajaran Syiah yang keseluruhannya bersumber dari Muhammad SAWW dan Ahlul Baitnya.
Plus galery yang ditampilkan dan disajikan dengan keterangan-keterangan seadanya. Sangat menggelikan, poto-poto tersebut di pampang dan disertai tulisan-tulisan kebohongan yang tak lebih seperti berita infotainment di tv-tv yang tidak bernilai. Ahlul Bait  dalam salah satu dasar pokok ajarannya mewajibkan untuk selalu menggunakan akal dan meneliti setiap berita yang datang kepadamu. Mari kita gunakan akal kita meneliti dan memahami setiap kata yang di tuliskan di hakekat.com, sungguh ironi.

jawaban kami :

Fakta Lain Mengenai Tanah Fadak
Sekarang kami akan mengemukakan komentar-komentar berkenaan dengan khumus dan fa’i dari kitab Futuh al-Buldan karya Baladzuri:
Akhirnya mereka mencari jalan damai mengenai persoalan itu. Kami akan pergi dari kota kami, menanggalkan senjata, baju besi, dan kami hanya membawa barang-barang yang dapat diangkut oleh unta. Semua benda termasuk senjata, baju besi, kebun dan tanah akan menjadi milik Nabi Muhammad. Dalam hal ini harta benda Bani Nadhir menjadi milik Nabi Muhammad. la menanam pohon kurma dan mengambil hasilnya. Dari hasil ini ia mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh.
Dari pernyataan pertama ini, harta benda Bani Nadhir secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad. la memerintahkan kebun ini ditanami untuk menghidupi keluarganya.
Perawi menyatakan bahwa pada ayat ini Allah SWT telah memberitakan kepada kaum Muslimin bahwa harta benda ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad, dan bukan milik orang lain.
Pernyataan kedua menetapkan bahwa karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda serta unta-unta mereka untuk menyerang Bani Nadhir, harta mereka ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.
Khalifah Umar bin Khattab menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad tanpa melalui peperangan. Dan karena kaum Muslimin tidak mengerahkan kuda serta unta mereka, kuda serta unta tersebut menjadi milik Nabi Muhammad. Dari hasil yang diperoleh, Nabi biasanya mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh, dan semua sisanya dihabiskan di jalan Allah atau untuk kuda dan senjata.
Pernyataan ini menegaskan bahwa khalifah Umar menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir secara khusus milik Nabi Muhammad dan dari harta tersebut Nabi mengeluarkannya untuk membiayai keluarganya setahun penuh.
Diriwayatkan bahwa sekembalinya dari perang Khaibar, Nabi Muhammad mengutus Muhayasan bin Mas’ud Anshuri untuk menemui pemilik Fadak untuk mengajak mereka masuk Islam. Saat itu, pemimpin mereka adalah seorang lelaki Yahudi bernama Yusha bin Nun. la menawarkan perdamaian kepada Nabi Muhammad dengan memberi setengah dari tanah tersebut kepada Nabi. Nabi pun menerimanya. Maka, tanah Fadak secara khusus menjadi harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menunggang kuda dan unta di tanah Fadak itu.
Di sini, dinyatakan bahwa Fadak diberikan Allah kepada Nabi Muhammad tanpa melalui pertempuran. Dengan demikian harta ini secara khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad.
Fathimah berkata kepada khalifah Abu Bakar, “Berikan tanah Fadak itu kepadaku, karena Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Fathimah mengajukan Ali sebagai saksi tetapi Abu Bakar meminta saksi lain. la menghadirkan Ummu Aiman- Abu Bakar berkata, “Wahai, putri Rasullullah! Engkau mengetahui bahwa bukti ini tidak kuat kecuali diberikan oleh satu lelaki cian dua orang perempuan.”
Mendengar hal ini Fathimah pergi. Dari pernyataan ini, Fathimali berkata kepada Abu Bakar, “Berikanlah Fadak itu kepadaku karuna Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Sebagai jawabannya Fathimali diminta menghadirkan saksi yang kemudian ditolak.
Fathimah berkata kepada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikannya padaku!” Abia Bakar meminta bukti. Fathimah menghadirkan Ummu Aiman dan Rubab, gadis budak yang dibebaskan Nabi Muhammad duo kuduanp memberi kesaksian. Abu Bakar berkata, “Bukti ini tidnk nwnrukupi. Saksi harus terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.
Dari kisah ini Fathimah berkata pada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikanya padaku!” Artinya bahwa harta ini milik Fathimah dan berada di bawah kuasanya sejak Nabi Muhammad masih hidup dan tidak ada seorangpun yang menghilangkan hak Fathimah atas harta ini.
Fathimah menemui khalifah Abu Bakar dan bertanya, “Siapa yang akan menjadi pewarismu jika engkau wafat?” Abu Bakar menjawab, “Anak-anakku!” Fathimah berkata, “Lalu mengapa meski aku masih hidup, engkau telah menjadi pewaris ayahku?” Abu Bakar menjawab, “Wahai, putri Rasulullah! Demi Allah, aku tidak mewarisi emas atau perak atau harta benda lain dari ayahmu.” Fathimah berkata, “Khaibar adalah bagian kami dan tanah Fadak adalah hadiah bagi kami!” Abu Bakar berkata, “Wahai putri Rasulullah! Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Sumber penghidupan hanya diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, semuanya akan aku berikan kepada kaum Muslimin.”‘
Dari kisah ini Fathimah bertanya kepada Abu Bakar, “Apa bila engkau wafat siapa yang menjadi pewarismu?” Abu Bakar menjawab, “Anak-anakku!” Fathimah yang berada di sana berkata, “Lalu mengapa engkau menjadi pewaris Rasulullah meski aku masih hidup?” Abu Bakar berkata, ‘ Aku mendengar Rasulullah berkata, `Sumber penghasilan ini diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, harta ini harus diberikan kepada kaum Muslimin.”‘ Beberapa pertanyaan muncul dari dari kisah ini. Apakah setelah Nabi Muhammad wafat kebutuhan ekonomi keluarganya pun terhenti? Apakah Allah memberi kekecualian kepada keluarga Nabi Muhammad dalam ayat tentang warisan? Apakah ada ketentuan dalam Quran bahwa jika Abu Bakar wafat anak-anaknya mendapat warisan darinya sedangkan ketika Nabi wafat, putra-putrinya tidak mendapat warisan darinya?
Ayat ‘Karena engkau tidak mengerahkan kuda-kuda dan unta-unta (bahkan tidak berperang)….’ wilayah Fadak dan daerah-daerah Arab lainnya, secara khusus diberikan kepada Nabi Muhammad.
Menurut ayat ini, tanah Fadak dan beberapa wilayah Arab lainnya secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.
Pada tahun 210 H Khalifah Makmun bin Harun Rasyid memberi perintah untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Nabi Muhammad dan menuliskan hal ini kepada Qasim bin Ja’far yang saat itu menjadi gubenur Madinah. Sebagai ulama agama dan keturunan Nabi Muhammad, Khalifah Makmun mematuhi dan melaksanakan sunnah. la keluarkan harta yang menjadi warisannya kepada orang lain sebagai sedekah. Khalifah Makmun hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah agar setiap perbuatan yang ia lakukan senantiasa mendapatkan ridhaNya. Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada putrinya, Fathimah.
Hadis ini terkenal dan tidak ada perbedaan di antara keturunan Nabi Muhammad. Berdasarkan hadis ini, Amirul Mukminin meminta tanah Fadak. Masalah ini sangat harus diselesaikan karena kecintaannya kepada Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Amirul Mukminin menganggap penyerahan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah, adalah wajib dan mempercayakan tanah ini kepada mereka agar Allah senantiasa ridha dengan menegakkan kebenaran dan keadilan dan menjaga keridhaan Nabi dengan melaksanakan perintahnya. Khalifah Makmun lalu memerintahkan untuk mencatat hal ini dalam catatannya dan memberitahu para pegawainya.
Karena di setiap ibadah haji, sejak Nabi Muhammad wafat, diumumkan bahwa siapapun yang telah diberi sedekah atau dijanjikan sesuatu, ia harus datang dan permintaannya akan di terima, dan janjinya akan dipenuhi, maka Fathimah lebih berhak akan hal itu dan tuntutan atas harta yang telah diberikan kepadanya adalah benar.
Amirul Mukminin telah memerintahkan budaknya yang telah dibebaskan, Mubarak Thabari, agar tanah Fadak dengan seluruh hatas wilayah yang sesungguhnya, hak-hak yang ada di dalamnya, hara budak yang bekerja di sana, serta pajaknya harus diserahkan kohada keturunan Fathimah yaitu Muhammad bin Yahya bin Husain bin Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib karena Amirul Mukminin telah mempercayakan pengurusan permasalah ini kepada mereka.
Ketahuilah, ini adalah keputusan Amirul Mukminin dan Allah SWT telah mengingatkannya karena ketaatan dan ketundukan kepadaNya serta ketentuan yang Allah berikan melalui kedekatan yang ia rasakan dengan Allah dan Rasul-Nya. Anda harus menghargai Mubarak Thabari dan berurusan dengan Muhammad bin Yahya dan Muhammad bin yang telah ditunjuk Amirui Mukminin sebagai orang yang dipercaya dalam masalah yang sama sebagaimana anda berurusan dengan Mubarak Thabari, dan bekerja sama dengan mereka dalam, jika Allah menghendaki, pertumbuhan, kemajuan dan peningkatan hasil-hasil Fadak.
Maklumat ini ditulis pada hari Rabu, 2 Zulqaidah 210 H. Tetapi ketika Mutawakil menjadi khalifah. la mengambil alih tanah Fadak. Dari kisah ini, Khalifah Makmun telah mengeluarkan maklumat. la menulis kepada Gubenur Madinah Qasim bin Jafar untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah. Dalam maklumatnya ia menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada Fathimah. la juga menuliskan bahwa selama bulan Haji, diumumkan bahwa jika Nabi Muhammad telah menjanjikan sesuatu, ia harus memberitahunya dan ucapan orang-orang yang mengatakan hal tersebut akan diterima tanpa perlu menghadirkan saksi. Pada kasus yang sama, Fathimah berargumen bahwa tuntutannya harus diterima dan harus diberikan atas apa yang telah menjadi haknya dari Nabi Muhammad. Tetapi, hal tersebut tidak dilakukan. Setiap orang dipenuhi permintaannya atas dasar tuntutannya tanpa harus menghadirkan saksi, tetapi putri Rasullullah yang keutamaamya telah disebutkan oleh ayat pensucian (QS. al-Ahzab : 33) diminta untuk menghadirkan saksi, dan saksi-saksi yang ia hadirkan tidak diterima
.
Kisah Singkat Tanah Fadak Setelah Wafatnya Fathimah
Motif yang melatarbelakangi kami menjelaskan lebih jauh sejarah tanah Fadak dan menyarikan kelanjutan kisah peristiwa-peristiwa setelahnya selama tiga abad dari teks sejarah adalah untuk menjelaskan tiga perkara berikut :
Pertama, aturan pembatalan warisan dari Nabi yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata lain harta benda Nabi Muhammad merupakan sebagian dari harta masyarakat dan milik seluruh kaum Muslimin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Abu Bakar, tetapi ditolak oleh penerus-penerusnya, baik oleh Umar dan Utsman, apalagi oleh Bani Umayyah serta Bani Abbasiah. Kita harus mempertimbangkan bahwa keabsahan dan kebenaran kekhalifahan mereka bergantung pada kebenaran dan kesahan khalifah pertama dan tindakannya.
Kedua, Ali dan keturunan Fathimah tidak pernah merasa ragu dengan kebenaran tuntutan mereka. Mereka menegaskan dan berkeras bahwa Fathimah senantiasa benar dan tuntutan Abu Bakar salah, dan mereka tidak pernah menuntut sesuatu yang salah.
Ketiga, ketika salah satu khalifah memutuskan sesuatu untuk menjalankan perintah Allah sehubungan dengan persoalan Fadak, ukuran keadilan seorang khalifah dan perlindungannya atas hak orang lain menurut hukum Islam, ditunjukkan dengan dipulangkan dan diserahkannya tanah Fadak kepada keturunan Fathimah.
Berikut ini adalah kejadian-kejadian yang berkenaan dengan tanah Fadak:
1) Umar adalah orang yang paling menentang memberikan warisan tanah Fadak kepada Fathimah, sebagaimana yang ia akui sendiri;
“Ketika Rasulullah wafat aku bersama Abu Bakar menemui Ali bin Abi Thalib dan bertanya padanya, ‘Bagaimana pendapatmu tentang harta yang Rasulullah tinggalkan?’ Ali menjawab, `Kami adalah orang-orang yang paling berhak atas peninggalan Nabi Muhammad.’ Aku menambahkan, ‘Bahkan dengan harta Khaibar?’ Ali menjawab lagi, ‘Ya, bahkan harta Khaibar.’ Aku bertanya kembali, ‘Juga Fadak?’ Ali menjawab, ‘Ya, bahkan tanah Fadak.” Kemudian aku berkata, ‘Demi Allah, kami tidak akan memberikannya walaupun engkau tobas leher-leher kami dengan kampak!”51
Sebagaimana yang telah dibahas sebulumnya, Uniur menganUhil dokumen Fadak dan merobeknya. Tetapi ketika Umar menjadi khalifah (13/643-23/644), ia menyerahkan tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Yaqut Hamawi, sejarah dan ahli geografi kenamaan, menceritakan peristiwa Fadak berikut,
“Kemudian, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah dan mendapatkan kemenangan demi kemenangan, dan kaum Muslimin memiliki harta yang melimpah (harta masyarakat telah memenuhi kebutuhan khalifah), ia membuat keputusan yang bertentangan dengan khalifah sebelumnya dan memberikan kembali tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Lalu Ali bin Abi Thalib berdebat dengan Ibn Abbas mengenai Fadak. ,
Ali berkata bahwa Nabi Muhammad telah memberikan tanah itu kepada Fathimah ketika masih hidup. Abbas menyangkalnya dengan berkata, ‘Fadak adalah milik Nabi Muhammad dan aku merupakan bagian dari pewarisnya.’ Mereka memperdebatkan persoalan itu dan meminta Umar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Umar berkata, ‘Kalian paling mengetahui masalah kalian sedang aku hanya memberikannya kepada kalian.”52
Catatan: Bagian akhir peristiwa sejarah ini telah ditambah-tambahi agar terlihat masalah dipersoalkannya warisan oleh saudara yang wafat atau oleh pamannya ketika orang yang wafat tidak memiliki anak lelaki. Persoalan ini merupakan masalah yang diperdebatkan di antara aliranaliran Islam.
Abbas tidak berhak menuntut harta ini karena tidak ditunjukkan kalau ia memiliki bagian dalam harta ini, demikian pula dengan keturunannya. Mereka tidak menganggapnya sebagai salah satu harta mereka bahkan ketika mereka berkuasa dan menjadi khalifah. Biasanya mereka memberikan harta ini saat menjabat khalifah atau mengembalikannya kepada ketunman Fathimah. Contohnya ketika mereka menjadi gubernur .
2) Ketika Utsman menjadi khalifah setelah Umar wafat, ia memberikan tanah Fadak itu kepada Marwan bin Hakam, sepupunya. Inilah salah satu penyebab timbulnya sikap oposisi di kalangan kaum Muslimin yang berujung pada pemberontakkan dan pembunuhan terhadap dirinya.53
Demikianlah, akhirnya Fadak jatuh ke tangan Marwan. Ia menjual hasil panen dan produk-produknya paling sedikit 10 ribu dinar per tahun, dan apabila ada penurunan dalam beberapa tahun ia tidak mengumumkannya. Itulah laba keuntungan yang biasa dihasilknn hingga masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.54
3) Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah, ia membagi-bagi hasil Fadak kepada Marwan dan lainnya. la membagi 1/3 hasilnp kepada Marwan, 1/31agi kepada keluarga Utsman bin Affan, dan 1/3 kepada anaknya, Yazid. Inilah yang terjadi setelah wafatnya Imam Hasan. Menurut sejarahwan Sunni, Ya’qubi, hal ini dilakukan untuk membuat marah keturunan Nabi Muhammad SAW.”
Harta tersebut dimiliki ketiga orang di atas hingga ketika Marwan menjadi khalifah, ia mengambil alih semua harta tersebut. Kemudian ia memberikannya kepada kedua putranya, Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz bin Marwan memberikan bagiannya kepada putranya, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan.
4) Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, ia menyampaikan khutbah berikut.
sesungguhnya, Fadak adalah salah satu harta yang telah Allah berikan kepada Utusan-Nya, dan tiada kuda ataupun unta yang dikerahkan untuk mengambilnya.
la menyebutkan persoalan Fadak yang dipegang oleh khalifah-khalifah sebelumnya;
Marwan memberikan tanah Fadak kepada ayahku: Tanah itu menjadi milikku, Walid, dan Sulaiman (dua putra Abdul Malik). Ketika Wahid menjadi khalifah, aku meminta bagiannya dan ia berikan kepadaku. Lalu aku gabungkan ketiga harta ini sehingga aku memiliki harta yang tidak lebih aku cintai selainnya. Saksikanlah bahwa aku kembalikan harta ini kepada pemilik sahnya!
Ia menulis surat ini kepada Gubernur di Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amri bin Hazm, dan Memerintahkannya untuk melaksanakan apa yang ia nyatakan dalam khutbahnya. Fadak kembali menjadi milik keturunan Fathimah. Inilah pertama kalinya penindasan dihilangkan dengan mengembalikan tanah Fadak kepada putra-putri Ali bin Abi Thalib.56
5) Tatkala Yazid bin Abdul Malik menjadi khalifah (101/720-105/724), ia merampas Fadak sehingga lepas dari tangan putra-putri Ali bin Abi Thalib. Harta tersebut jatuh ke tangan keluarga Marwan seperti sebelumnya. Mereka mewariskan dari satu keluarga ke keluarga lainnya hingga kekhalifahan mereka berakhir dan pindah kepada Bani Abbasiah.
6) Ketika Abu Abbas Saffah menjadi kalifah pertama dari dinasti Abbasiah (132/749-136/754) ia mengembalikan tanah Fadak pada keturunan Fathimah.
7) etika Abu Ja’far Mansyur Dawaniqi (136/754-158/775) menjadi khalifah, ia merampas Fadak dari keluarga Fathimah.
8) Ketika Muhammad Mahdi bin Mansyur menjadi khalifah (158/775169/785), ia mengembalikan Fadak kepada putra-putri Fathimah.
9) Musa Hadi bin Mahdi (169/785-170/786) dan saudaranya Harun Rasyid (170/786-193/809) merampasnya dari keturunan Fathimah yang saat tanah Fadak berada di tangan Bani Abbasiah hingga Makmun menjadi khalifah (193/831-218/833).
10). Makmun Abbas mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. I-Ial ini diriwayatkan dari Mahdi bin Sabiq,
Suatu hari Makmun duduk mendengarkan keluhan orang-orang dan menyelesaikan persoalan. Keluhan pertama yang ia dengar menyebabkannya menangis ketika melihatnya. la bertanya di mana wakil putri Nabi Muhammad. Seorang lelaki tua berdiri dan maju ke depan. la berdebat dengannya mengenai Fadak dan Makmun juga berdebat dengannya hingga ia mengalahkan Makmun.”57
Makmun mengumpulkan ahli-ahli fikih Islam dan menanyai mereka tentang tuntutan Bani Fathimah. Mereka meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad memberikan Fadak kepada Fathimah dan setelah Nabi wafat, Fathimah minta Abu Bakar mengembalikan Fadaknya padanya. Abu Bakar memintanya untuk menghadirkan saksi atas tuntutannyn berkenaan dengan pemberian itu, dan ia menghadirkan Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sebagai saksi. Mereka bersaksi untuk Fathimah tetapi Abu Bakar menolak saksi-saksi tersebut.
Kemudian Makmun bertanya kepada para ulama, `Bagaimana pendapat kalian mengenai Ummu Aiman?’ Mereka menjawab, ‘Ia adalah perempuan yang mendengar Nabi Muhammad bersaksi bahwa dirinya adalah salah satu penghuni surga.’ Makmun berdebat panjang lebar dengan mereka dan memaksa agar argumen-argumen mereka disertai bukti-bukti sampai akhirnya mereka mengakui bahwa Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sungguh-sungguh memberi kesaksian yang benar. Ketika mereka sepakat menerima bukti ini, Makmun menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah.”58
11) Selama masa kekhalifahan Makmun, tanah Fadak kembali ke tangan keturunan Fathimah, dan terus berlanjut hingga kekhalifahan Mu’tashim (218/833-277/842) dan Watin (227/842-232/847).
12) Ketika menjadi khalifah, Ja’far Mutawakil memberi perintah untuk mengambil kembali tanah Fadak dari keturunan Fathimah.59
13) Saat Mutawakil terbunuh dan Mu’tashim, putranya, menggantikan dirinya (247/861-248/862), ia memerintahkan agar tanah Fadak dikembalikan kepada keturunan Husain dan Hasan, dan memberikan derma Abu Thalib kepada mereka. Peristiwa ini terjadi pada 248/ 862.60
14) Nampaknya Fadak dirampas kembali dari tangan Fathimah setelah wafatnya Mu’tashim, karena Abdul Hasan Ali bin Isa Iribili (w. 692/1293) menyebutkan bahwa Muntadid (279/892-289/ 902) mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. Kemudian ia bercerita bahwa Muqtafi (829/902-295/908) merampas tanah Fadak. Diriwayatkan juga bahwa Muqtadir (295/908-320/932) mengembalikan kembali pada mereka.61
15) Setelah begitu lama diambil alih dan dikembalikan, tanah Fadak kembali menjadi milik perampasnya serta para keturunannya. Hal ini tidak disebutkan lebih jauh dalam sejarah dan tirai kenyataan pun ditutup.
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik daripada (hukurn) Allah bagi orang-orang yang meyakini? (QS. al-Maidah : 50).
Catatan Kaki :
1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17.
2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.
3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.
5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.
6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.
7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.
8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.
9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya’qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.
11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.
12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.
13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.
14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.
15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa’d, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya’qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.
16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.
17. Shahih Bukhari, hadis 4.819.
18. Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam a1-Durr al-Mantsur.
19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis).
20. Lihat Shahih Muslim, edisi 1980, Arab, jilid 4, hal. 1883, hadis 61.
21. Al-Bihar, jilid 48, hal. 144, hadis 20.
22. Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.
23. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.
24. Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.401.
25. Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174.
26. Kanz al-Ummal, jilid 4, hal. 60.
27. Shahih Bukhari, hadis 4.325 (hal. 208).
28. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, hal. 196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa. Inggris); Tabaqaf ibn Sa’d, jilid VIII, hal. 29; Tarikh Ya’qubi, jilid II, ha1.117; Tanbih Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab T’habari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 6, hal. 46.
29. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliya, jilid 2, ha1.43; as-Sunan al-Kurba, jilid 3, ha1.396; Ansab al-Asyraf, jilid 1, ha1.405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1897-98; Usd al-Ghabah, jilid 5, ha1.524; al-Ishabah, jilid 4, ha1. 378-89.
30. Referensi hadis Sunni: Mustadrak al-Hakim, jilid 3, ha1.162-163; Ansab al-Asyraf jilid 1, hal. 402, 405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1898; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 524-25; al-Ishabah, jilid 4, hal. 379-80; Tabaqat ibn Sa’d, jilid 8, ha1.19-20; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, ha1.179-81.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, ha1.120.
32. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, ha1.196 (tahun-tahun terakhir Nabi Muhammad, versi bahasa Inggris); Futuh al-Buldan, hal. 42;Tarekh-e Khamis, jilid 2, hal. 64; Tarikh-e Kamil (Ibnu Atsir), jilid 2, hal. 5; Sirah ibn Hisyam, jilid 3, hal. 48; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, bagian 2.
33. Futuh al-Baldan, jilid l, hal. 33
34. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 46, jilid 7, hal. 82, jilid 9, ha1.121-22; Shahih Muslim, jilid 5, ha1.151; Sunan Abu Daud, jilid 3, ha1.139-41; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hal. 25, 48, 60, 208; Sunan al-Kubra, Baihaqi, jilid 6, hal. 296-99.
35. Tafsir mengenai ayat di atas ini diriwayatkan melalui Bazzar, Abu Yala, Ibnu Hatim, Ibnu Marduwaih, dan lainnya dari Abu Said Khudri dan melalui Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Referensi hadis Sunni: Tafsir Durr al-Mantsur, jilid 4, hal.l77; Kanz al-Ummal, jilid 2, hal. 158; Sawaiq al-Muhriqah, bab 15, hal. 21-22; Razat ash-Shafa, jilid 2, ha1.135; Syarah-e Muwaqif, hal. 735; Tarikh Ahmadi, hal. 45; Ruh al-Ma’ani, jilid 15, hal. 62.
36. Referensi hadis Sunni: Syarah, jilid 16, hal. 219; Wafa al-Wafa, Samshudi, jilid 3, ha1.1000; Sawaiq al-Muhriqah, hal. 32.
37. Tafsir Quran oleh Fakhruddin Razi, jilid 8, ha-1.125 (tafsir Surah Hasyr); Sawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Fajar Haitsami, hal. 21.
38. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, jilid 4, ha1.63; Tarikh ath-Thabari, jilid 3, hal. 3460; al-Isti’ab, jilid 4 ha1.1793; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 567; Tabaqat, jilid 8, ha1.192; al-Ishabah, jilid 4, hal. 432.
39. Referensi hadis Sunni: Futuh al-Buldan, jilid l, hal. 3; al-Tarikh Ya’qubi, jilid 3, ha1.195; Muruj adh-Dhahab, Mas’udi, jilid 3, hal. 273; al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 99-1001; Mujam al-Buldan, Yaqut Hamawai, jilid 4, hal. 239; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, hal. 216, 219-220, 274; a1-Muhalla, Ibnu Hazm, jilid 6, hal. 507; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 3, hal. 261; at-Tafsir, Fakhruddin Razi, jilid 29, hal. 284. -
40. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 3, bab 719, hal. 956, hadis # 4.350
41. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, bagian 1, hal. 39; Sirat an-Nabi oleh Maulana Syilbi Mouman, jilid 1, hal. 122; Fath al-Bari, jilid 3, hal. 360-361 (menyebutkan, sebuah rumah dari Bani Hasyim, sebilah pedang, beberapa kambing dan lima ekor unta); Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 56; Ansab al-Asyraf, jilid 1, hal. 96.
42. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, jilid 4, hal.l21-122.
43. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 7, hal. 75-76; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 129; Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 3, hal. 307-308; Tahnqat ibn Sa’d, jilid 2, bagian 2, hal. 88-89.
44. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 380; Umdat al-Qari, jilid 12, ha1.121 (Hanafi).
45. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 24, jilid 6,, ha1.146; Sunan Abu Daud, jilid 3, hal. 308; Sunan an-Nasa’i, jilid 7, hal. 302; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, ha1.188-89, 216, jilid 2, hal. 448; Usd al-Ghabah, jilid 2, hal. 44; al-Ishabah, jilid 2, hal. 425-26.
46. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim jilid 5, ha1.128; Sunan, Abu Daud, jilid 3, hal. 308-309; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 627-29; Sunan ibn Majah, jilid 2, hal. 793; Musnad, Ahmad Hanbal, jilid 1, hal. 248, 315, 323, jilid 3, hal. 305; al-Muwatha, Malik bin Anas, jilid 2, hal. 721-25; Sunan, Baihaqi, jilid 10, ha1.167-176; Sunan, Daruquthni, jilid 4, hal. 212-215; Majma az-Zawaid, jilid 4, hal. 202; Kanz al-Ummal, jilid 7, ha1.13.
47. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, jilid 10, ha1.151.
48. Referensi hadis Sunni: Sirah an-Nabi oleh Syibli Numani, edisi bahasa Inggris, hal. 55.
49. Catatan kaki Shahih Muslim, jilid 3, hal. 958, (B. Inggris), catatan kaki no 2235.
50. Referensi- hadis Sunni: Sirah al-Halabiyah, jilid 3, ha1. 391-400; Sejarah Tanah Fadak, Murtadha Muthahhari, hal. 85; Fathimah, Perempuan Paling Mulia, Abu Muhammad Ordoni, hal. 217-240.
51. Referensi hadis Sunni: Majma az-Zawaid, jilid 9, hal. 39-40.
52. Referensi hadis Sunni: Mujam al-Buldan, jilid 4, ha1.238-9; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999; Tahdzib at-Tadzib, jilid 10, ha1.124; Lisan al-Arab, jilid 10, hal. 437; Taj al Arus, jilid 7, hal. 166.
53. Referensi hadis Sunni: Sunan Kurba, jilid 6, hal. 301; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 1000; Syarh ibn al-Hadid, jilid 1, ha1.198; al-Ma’arif, Qutaibah, ha1.195; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 283, 455; at-Tarikh, Abul Fida, jilid l, ha1.168; Ibnu Wardi, jilid 1, ha1.204.
54. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, jilid 5, hal. 286-7; Subh al-Ashah, jilid 4, ha1.291.
55. Referensi hadis Sunni: at-Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, ha1.199.
56. Referensi hadis Sunni: al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209.
57. Referensi hadis Sunni: al-Awail, hal. 209.
58. Referensi hadis Sunni; at-Tarikh, Yaqubi, jilid 3, hal. 195-96
59. Referensi hadis Syi’ah: Kasyf a1-Ghummah, jilid 2, ha1.121-2; al-Bihar, jilid 8, ha1.108; Safinah al-Bihar, jilid 2, hal. 351.
60. Referertsi hadis Sunni: Futult al-Buldarz, jilid 1, ha1.33-8; Mu’janz alBuldan, jilid 4, ha1.238-40; at-Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, ha1.199, jilid 3, ha1.48, 195-96; al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 224-225, jilid 3, ha1.457 497, jilid 5, ha1.63, jilid 7, ha1.116; al-Iqd al-Farid, jilid 4, ha1.216, 283, 435; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999-1000; Tarikh al-Khutafa, ha1.231-32, 356; Muruj adz-Dzahab, jilid 4, ha1.82; Sirah Umar ibn Abdul Aziz, Ibnu Zawzi, ha1.110; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 16, hal. 277-78.
61. Referensi hadis Syi’ah: Kasy al-Ghummah, jilid 2, hal. 122; al-Bihar, jilid 8, hal. 108.

Dialog Sayyidah Fatimah as dan Abu Bakar; Menyoal Kebenaran Hadis Politik

Peristiwa Fadak banyak dianalisa oleh ahli sejarah. Beragam buku ditulis untuk menetapkan bahwa tanah Fadak milik Rasulullah saw dan telah diwariskan kepada anaknya Fathimah al-Zahra as. Dimulai dari analisa teks, sejarah, sosial, ekonomi sampai politik dapat ditemukan dalam buku-buku itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah Fadak bagi Syiah.Namun, apakah sesungguhnya demikian?Menilik khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as, ternyata dari keseluruhan khotbahnya tidak banyak menyinggung masalah Fadak. Terutama bila Abu Bakar, khalifah waktu itu, tidak menyela khotbah Sayyidah Fathimah as dan membawakan argumentasi mengapa ia mengambil Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as, maka khotbah tentang tanah FAdak semakin sedikit. Di samping itu, masalah Fadak dibawakan oleh Sayyidah Zahra pada bagian-bagian akhir dari khotbahnya.Untuk lebih jelasnya apa sebenarnya yang terjadi dalam dialog keduanya, perlu untuk mengkaji kembali khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as. Hal ini akan memperjelas apa sebenarnya yang terjadi antara keduanya .
Sanad khotbahKhotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang dikenal oleh ulama Syiah dan Ahli Sunah. Mereka meriwayatkan khotbah Sayyidah Zahra as ini dengan sanad yang dapat dipercaya. Bagi Syiah, khotbah ini diriwayatkan dari berbagai sanad yang sampai kepada para Imam as atau dari Sayyidah Zainab as anak Imam Ali bin AbiThalib as. Sekalipun ini adalah khotbah, namun bagi Syiah menjadi sandaran dan dalil
.
Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari dalam bukunya “Saqifah dan Fadak” menukil sanad-sanad khotbah Sayyidah Fathiman as. Ibnu Abi al-Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghahnya menyebutkan empat jalur sanad yang diriwayatkan oleh al-Jauhari:1. Al-Jauhari dari Muhammad bin Zakaria dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari HAsan bin Saleh bin Hayy dari dua orang Ahlul Bait Bani Hasyim dari Zainab binti ali bin Abi Thalib as dari ibunya Sayyidah Fathimah as.2. Al-Jauhari dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husein as.3. Al-Jauhari dari Utsman bin Imran al-Faji’i dari Nail bin Najih dari Umar bin Syimr dari Kabir Ja’fi dari Abu Ja;far Muhammad bin Ali (Imam Baqir as).4. Al-Jauhari dari Ahmad bin Muhammad bin Yazid dari Abdullah bin Hasan yang dikenal dengan sebutan Abdullah al-Mahdh bin Fathimah binti al-Husein dan ibnu al-Hasan al-Mutsanna.Ali bin Isa al-Irbil salah seorang ulama Syiah menukil khotbah ini dari buku “Saqifah dan Fadak” milik Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Ia menyebutkan, “Saya menukil khotbah ini dari buku Saqifah dan Fadak karangan Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Sebuah buku dari naskah kuno yang telah dibaca dan di tashih oleh penulis pada tahun 322 hijriah dengan sanad yang berbeda-beda”.[1]
Mas’udi dalam bukunya Muruj al-Dzahab[2] mengisyaratkan mengenai khotbah ini.
Abu al-Fadhl Ahmad bin Abi Thahir (lahir 204 H) ulama yang hidup pada zaman Ma’mun khalifah Bani Abbas dalam bukunya Balaghat al-Nisa’ meriwayatkan khotbah ini dari beberapa jalur:
1. Perawi mengatakan, “Aku berada di sisi Abu al-Hasan Zaid bin Ali bin al-Husein as. Pada waktu itu aku sedang berdialog dengan Abu Bakar Mauqi’i tentang masalah Sayyidah Fathimah as dan bagaimana Fadak diambil darinya. Aku berkata, “Kebanyakan masyarakat punya pendapat tentang khotbah ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa khotbah ini milik Abu al-‘Anina dan bukan milik Sayyidah Fathimah as. Zaid menjawab, “Saya sendiri melihat tokoh-tokoh dari keluarga Abu Thalib yang menukil khotbah ini dari ayah-ayah mereka. Khotbah ini juga saya dapatkan dari ayah saya Ali bin al-Husein as. Lebih dari itu, tokoh-tokoh Syiah meriwayatkan khotbahini dan mengejarkannya sebelum kakek Abu al-‘Aina lahir ke dunia.
2. Khotbah ini dinukil oleh Hasan bin Alawan dari Athiyah al-Aufi dari Abdullah bin al-Hasan dari ayahnya.
3. Ja’far bin Muhammad berada di Mesir. Suatu hari aku melihatnya di Rafiqah dan berkata, “Ayah saya meriwayatkan hadis kepada saya dan berkata, “Musa bin Isa mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Yunus dari Ja’far al-Ahmar dari Zaid bin Ali bin al-Husein as dari bibinya Sayyidah Zainab binti Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan khotbah ini.
Abu al-Fadhl Ahmad bin Abi Thahir berkata, “Semua hadis ini saya lihat berada pada Abu Haffan.[3]
Tuntutan dan argumentasi Sayyidah Fathimah as
Untuk mengetahui secara detil apa sebenarnya yang terjadi dalam khotbah dan dialog antara Sayyidah Fathimah as dengan Abu Bakar sangat perlu untuk melihat langsung teks khotbah itu.[4]
Pada salah satu bagian dari khotbahnya Sayyidah Fathimah as menuntut haknya atas tanah Fadak:
Saat ini kalian menganggap bahwa kami tidak punya warisan!?
Apakah mereka menginginkan hukum jahiliah, padahal hukum mana yang lebih dari hukum Allah bagi mereka yang beriman.
Apakah mereka tidak tahu!?
Ya, kalian mengetahui bahwa aku adalah putri Nabi. Pengetahuan kalian bak sinar mentari, jelas.
Wahai kaum muslimin! Apakah pantas aku menjadi pecundang atas warisan ayahku!?
Wahai anak Abu Quhafah! Apakah ada dalam al-Quran ayat yang menyebutkan bahwa engkau mewarisi harta ayahmu, sementara aku tidak mewarisi harta ayahku!? Engkau telah membawa tuduhan yang aneh!
Apakah kalian secara sengaja meninggalkan al-Quran dan meletakkannya di punggung kalian ketika al-Quran mengatakan: “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud”.[5]
Al-Quran menukil cerita Yahya bin Zakaria ketika berkata: “Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub”.[6]
Dan Allah berfirman: “orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)di dalam Kitab Allah”.[7]
Dan allah berfirman: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.[8]
Dan Allah berfirman: “berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.[9]
Dan kalian menganggap aku tidak mewarisi sesuatu dari harta ayahku?
Apakah ada ayat yang turun kepada kalian yang mengecualikan ayahku?
Ataukah kalian akan mengatakan bahwa keduanya (aku dan ayahku) menganut agama yang berbeda sehingga tidak mewarisi?
Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang satu?
Ataukah kalian merasa lebih tahu tentang al-Quran dari ayahku dan anak pamanku (Imam Ali bin Abi Thalib)?
Bila memang kalian mengklaim demikian, maka ambil dan rampaslah warisanku yang terlihat bak kendaraan yang telah siap sedia!? Tapi, ketahuilah! Ia akan menghadapimu di hari kiamat.
Sesunguhnya, sebaik-baik hukum adalah hukum Allah, sebaik-baik pemimpin adalah Muhammad dan sebaik-baik pengingat adalah hari kiamat.
Ketika hari kiamat tiba, orang-orang yang batil akan mengalami kerugian. Pada waktu itu penyesalan tidak lagi bermanfaat.
Setiap berita ada tempatnya dan kalian akan tahu siapa yang diazab sehingga hina dan senantiasa ia mendapat siksaan yang pedih!
Jawaban Abu Bakar
Setelah Sayyidah Fathimah as mengajukan tuntutan dan mengargumentasikan haknya, beliau kemudian menatap orang-orang Anshar dan mengingatkan siapa mereka dan betapa pentingnya peran mereka dalam menjaga Islam. Namun, nilai dan kesempurnaan sesuatu akan dinilai pada akhirnya. Cinta terhadap kedudukan membuat mereka lupa menolong dan membantu putri Rasulullah saw. Dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa kalian punya potensi untuk menghadapi penguasa yang tidak sah dan zalim. Namun, ketika mereka tidak bangkit Sayyidah Zahra as tidak menerima alasan mereka. Upaya Sayyidah Zahra as untuk membangkitkan semangat kaum Anshar membela kebenaran kemudian diputus oleh Abu Bakar yang menjabat sebagai khalifah waktu itu dengan jawabannya.
Abu Bakar menjawab tuntutan dan argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as dengan ucapannya:
Wahai putri Rasulullah saw! Ayahmu seorang yang lembut, pengasih dan dermawan atas orang-orang mukmin, sementara itu bila menghadapi orang-orang kafir ia sangat keras.
Bila dilihat dari sisi hubungan kekeluargaan, ia adalah ayahmu dan saudara ayahmu. Sementara tidak ada orang lain yang sepertimu.
Kami melihat bagaimana Nabi begitu memperhatikan suamimu lebih dari yang lain. Dalam setiap pekerjaan besar, suamimu pasti menjadi penolong Nabi. Hanya orang yang selamat saja yang mencintai kalian dan hanya orang celaka saja yang membenci kalian. Kalian adalah Itrah Rasulullah yang baik.
Kalian adalah penunjuk dan penuntun ke arah kebaikan dan surga.
Dan engkau adalah wanita terbaik dan putri terbaik dari para Nabi.
Engkau benar dalam ucapanmu dan akal dan pemahamanmu lebih cerdas dari yang lain.
Tidak ada yang dapat menghalangi hak Anda dan kebenaranmu tidak bisa ditutup-tutupi.
Demi allah! Aku tidak melanggar pendapat Rasulullah saw dan aku tidak berbuat kecuali dengan seizinnya. Seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.
Dalam masalah ini aku menjadikan Allah sebagai saksi dan cukuplah Allah sebagai saksi.
Aku mendengar sendiri dari Rasulullah saw bersabda: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam. Kami hanya mewariskan al-Quran, al-Hikmah, al-Ilmu dan al-Nubuwah. Apa saja yang tertinggal dari kami, maka itu menjadi hak milik pemimpin setelah kami. Dan apa yang menjadi maslahat itu yang bakal diputuskan olehnya.
Apa yang engkau tuntut dari tanah Fadak, itu akan kami pakai untuk menyiapkan kuda dan senjata bagi para pejuang Islam untuk menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang jahat.
Masalah ini tidak aku putuskan sendiri, tetapi lewat kesepakatan seluruh kaum muslimin aku melakukan itu.
Ini kondisi dan apa yang saya miliki menjadi milik engkau.
Apa yang bisa saya lakukan akan saya lakukan dan saya tidak menyimpan apapun di hadapan engkau.
Engkau adalah panutan umat ayahmu dan pohon yang memiliki akar yang baik bagi keturunanmu.
Keutamaan yang engkau miliki tidak dapat dipungkiri oleh seorang pun.
Hak-hak engkau tidak akan dicampakkan begitu saja; baik masalah penting atau tidak.
Apa yang engkau perintahkan terkait dengan diri saya akan saya lakukan.
Apakah engkau merasa layak bahwa dalam masalah ini saya menentang aturan ayahmu?
Jawaban balik Sayyidah Fathimah as
Setelah mendengar jawaban dari Abu Bakar mengenai tuntutannya atas tanah Fadak, Sayyidah Fathimah as menjawab:
Subhanallah! Rasulullah saw tidak pernah memalingkan wajahnya dari al-Quran dan tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Nabi senantiasa mengikuti al-Quran dan surat-suratnya.
Apakah engkau mulai mengeluarkan tipu dayamu dengan berbohong atas namanya mencoba mencari alasan atas perbuatanmu?
Tipu daya ini sama persis seperti yang dilakukan terhadapnya ketika Nabi masih hidup.
Ini adalah al-Quran, Kitab Allah yang menjadi juru adil, pemutus perkara dan berbicara atas nama kebenaran. Al-Quran mengatakan: “seorang putra yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub” dan “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.
Allah telah membagi bagian para ahli waris sesuai dengan bagiannya secara gamblang sehingga tidak ada orang mencari-cari alasan di kemudian hari. Semestinya engkau mengamalkan yang seperti ini.
Namun engkau melakukan sesuatu yang lain karena hawa nafsu dan bisikan setan.
Dalam kondisi yang demikian, pilihan terbaik adalah bersabar karena kesabaran itu indah dan Allah adalah penolong dari apa yang kalian gambarkan.
Penjelasan terakhir Abu Bakar
Sanggahan terakhir Sayyidah Fathimah as membuat Abu Bakar tidak lagi menyangkal perbuatannya dengan hadis yang dipakai sebelumnya setelah dengan cerdik Sayyidah Fathimah as menjelaskan premis mayor bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. Setelah dihadapkan dengan ayat-ayat yang disebut itu, Abu Bakar menjawab:
Maha benar Allah, benar apa yang disabdakan Rasulullah dan benar juga apa yang diucapkan oleh putri Rasulullah saw.
Engkau adalah tambang kebijakan, pusat hidayah dan rahmat, tiang agama dan sumber kebenaran.
Aku tidak mengatakan apa yang engkau katakan adalah salah dan tidak mengingkari khotbahmu, namun mereka kaum muslimin sebagai juri yang menilai antara saya dengan engkau. Mereka memilih saya sebagai khalifah dan apa yang saya raih ini berkat kesepakatan mereka tanpa ada paksaan dan kesombongan dari diriku. Dalam hal ini mereka semua menjadi saksi.
Analisa argumentasi Abu Bakar
Bila dilihat secara teliti, sebenarnya Abu Bakar telah mengetahui bahwa bagaimana sebelumnya Sayyidah Fathimah as telah membawakan ayat-ayat yang menunjukkan bagaimana para Nabi mewariskan hartanya kepada anaknya. Jadi, hal ini sudah dipahami secara baik oleh Abu Bakar. Namun, untuk menjustifikasi perbuatannya ia perlu sebuah landasan berpijak yang kokoh. Tidak cukup hanya dengan alasan sebagai penguasa waktu itu, sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw, ia akan memanfaatkan tanah milik Rasulullah saw yang diwariskan kepada anaknya untuk mendanai angkatan perang. Artinya, menyita tanah Fadak milik putri Rasulullah saw tidak cukup dengan menyampaikan alasan kebijakan politik, tapi harus dengan bersandar pada ayat al-Quran atau sabda Nabi.
Sebagaimana telah disebutkan dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa yang paling mengetahui al-Quran adalah Nabi Muhammad saw dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Selain itu, Sayyidah Fatahimah as membacakan beberapa ayat al-Quran untuk memenangkan tuntutannya. Di sini Abu Bakar terpaksa memakai hadis yang disebutnya berasal dari Rasulullah saw. Hadis ini dipakainya untuk mematahkan klaim Sayyidah Fathimah as dan setelah itu baru ia menyebutkan alasan sebenarnya mengapa ia menyita tanah itu. Abu Bakar melihat bahwa tanah sebesar itu dapat mendanai angkatan perang untuk menghadapi musuh-musuh Islam
Sebenarnya, alasan itu juga yang dipakai untuk menyita paksa tanah Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as. Bila tanah itu tidak disita, maka kemungkinan besar pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as dapat melakukan perlawanan fisik bahkan bersenjata melawannya. Bila tanah itu dapat dipakai untuk mendanai angkatan bersenjatanya, maka hal yang sama dapat dipergunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as. Itulah mengapa ketika Sayyidah Zahra as tengah berbicara mengenai masalah Fadak, Abu Bakar tidak melakukan protes dengan menjawab argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as. Tapi, ketika pembicaraan telah berpindah mengenai kaum Anshar, di mana Sayyidah Zahra as menjelaskan dengan terperinci posisi dan peran mereka dalam Islam dan setelah itu mengingatkan mereka dengan pesan-pesan Rasulullah saw mengenai Ahlul Baitnya serta apa akibatnya orang yang tahu kebenaran tapi tidak membela kebenaran, Abu Bakar lantas menjawab mengenai masalah Fadak yang telah disebutkan sebelumnya. Jelas, bila hal ini dibiarkan berlangsung, maka kemungkinan besar kaum Anshar akan terpengaruh dengan ucapan anak semata wayang Rasulullah saw ini.
Dari sini jelas, jawaban Abu Bakar menjadi terlihat terburu-buru. Karena yang harus dilakukannya adalah membawa argumentasi yang lebih kuat lagi setelah mendengar Sayyidah Zahra as menyebutkan bagaimana para Nabi saling mewarisi. Ketika mendapat jawaban dari Sayyidah Zahra as yang terlebih dahulu menyebutkan bagaimana Rasulullah saw tidak pernah menentang hukum-hukum al-Quran, beliau kemudian mengulangi lagi dua ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Sayyidah Fathimah as tidak saja mengulangi ayat-ayat tersebut, tapi juga menjelaskan bagaimana caranya menggabungkan ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang menjelaskan bagian-bagian yang didapatkan oleh ahli waris. Pada akhirnya, Sayyidah Fathimah as menjelaskan filsafat hukumnya mengapa bagian-bagian ahli waris disebutkan secara terperinci, karena dikemudikan hari tidak ada lagi kerancuan dan kebingungan dalam masalah ini.
Pesan dialog
Melihat porsi pembahasan tanah Fadak dalam khotbah Sayyidah Fathimah as bila dibandingkan dengan keseluruhan khotbah yang cukup panjang itu, dapat diamati bahwa tujuan Sayyidah Fathimah as lebih mulia dari sekedar yang dibayangkan oleh sebagian orang. Mereka menganggap Sayyidah Fathimah as menuntut tanah Fadak karena tidak beliau berbeda dengan orang lain yang juga begitu menitikberatkan masalah materi. Bila tujuan Sayyidah Zahra as adalah sekadar memenuhi kebutuhan materi sekalipun dari jalan halal karena itu adalah miliknya, maka masalah Fadak akan menyita sebagian besar dari khotbah itu.
Bila dalam peristiwa Saqifah, Sayyidah Fathimah as datang ke sana dan menegaskan kepada mereka bahwa Rasulullah saw telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah sepeninggalnya. Mereka akan menjawab bahwa ini hanya masalah keluarga. Ia menginginkan agar suaminya menjadi pemimpin dan yang berkuasa.
Bila sejak awal, Sayyidah Zahra as menekankan masalah Fadak dan itu adalah miliknya, ia akan dituduh sebagai mata duitan dan kekuasaan. Karena ia ingin segalanya berada di tangannya dan tangan keluarga Nabi as. Pada akhirnya, mereka akan dituduh sebagai rasialis, karena tidak senang melihat pos-pos yang basah menjadi milik orang lain.
Masalah warisan dalam krisis tanah Fadak waktu itu dipergunakan dengan baik oleh Sayyidah Zahra as untuk menunjukkan bahwa mereka yang memerintah tidak memiliki kelayakan. Contoh yang akan ditampilkan adalah masalah tanah Fadak. Isu tanah Fadak dijadikan sarana oleh Sayyidah Fathimah as. Beliau ingin menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa pengganti Rasulullah saw yang disebut sebagai khalifah Rasulullah saw tidak mengerti masalah peradilan. Khalifah yang tidak mengetahui bagaimana cara mengadili orang lain berdasarkan ajaran Islam tidak layak menjadi khalifah.
Sayyidah Zahra as ingin mengatakan bahwa khalifah yang dipilih ini tidak punya kelayakan karena dalam masalah warisan yang mudah saja ia tidak mampu menyelesaikannya. Permasalahan sebenarnya bisa terhenti di sini, tapi karena Abu Bakar bangkit dan menjawab khotbah Sayyidah Zahra as, masalah menjadi lebih menguntungkan Sayyidah Zahra as dan merugikan Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjawab tuntutan Sayyidah Zahra as dengan hadis yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam”, Sayyidah Zahra as kemudian mengadu hadis itu dengan al-Quran. Namun, sebelum itu beliau memberikan tolok ukur bahwa ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad saw tidak pernah bertentangan dengan hukum-hukum al-Quran.
Pada kondisi yang seperti ini, Abu Bakar tidak dapat berbuat apa-apa, karena hadis yang dibawakannya bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran. Semua tentu masih ingat bagaimana Rasulullah saw bersabda bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan al-Quran harus dilemparkan ke tembok. Artinya, tidak dipakai. Hadis itu bukan hadis Nabi. Lebih berat lagi, hadis itu adalah hadis palsu. Di sini, kasus tanah Fadak bukan saja menyingkap masalah ketidaklayakan seorang khalifah menyelesaikan sebuah masalah ringan tentang warisan, tapi telah dihadapkan pada penggunaan hadis palsu; sengaja atau tidak. Untuk menjatuhkan argumentasi Sayyidah Zahra as, Abu Bakar terpaksa mempergunakan hadis palsu. Namun, dengan membawakan dua ayat terbongkar juga masalah ini.
Tidak ada jalan lain, Abu Bakar terpaksa mengakui kelihaian Sayyidah Zahra as dan keluasan pengetahuannya. Abu Bakar akhirnya hanya dapat berargumentasi bahwa ia dipilih secara aklamasi oleh seluruh para sahabat tanpa paksaan dan kebijakan yang diambilnya adalah demikian. Lagi-lagi Abu Bakar terjerumus dengan menjadikan orang-orang sebagai tolok ukur dan bukan al-Quran.
Penutup
Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang masyhur. Khotbah yang menunjukkan kefasihan, keberanian dan keluasan pengetahuan putri Rasulullah saw. Salah satu data sejarah paling autentik mengenai kondisi umat Islam generasi awal. Selain kajian sosial, hukum dan politik tidak lupa juga membahas masalah isu-isu keislaman seperti tauhid, keadilan ilahi, kenabian, imamah, hari akhir, filsafat hukum dan lain-lain.
Salah satu kajian yang menarik dari khotbah Sayyidah Zahra as adalah dialognya dengan Abu Bakar yang menjadi khalifah setelah terpilih di Saqifah. Dialog-dialog ini dapat memberikan nuansa baru untuk memahami polemik yang terjadi antara keduanya dalam masalah tanah Fadak.[]
Catatan Kaki:
[1] Kasyf al-Ghummah, jilid 2, hal 304. Menukil dari buku Syarhe Khutbeye Hazrate Zahra as, Ayatullah Sayyid Izzuddin Huseini Zanjani, Qom, 1375, cet 5, hal 17.
[2] Cetakan Najaf, hal 12. Ibid.
[3] Dinukil dari Syrahe Khutbeye Hazrate Zahra as, ibid.
[4] Lihat http://islamalternatif.net/iph/index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=1
[5] Al-Naml: 16.
[6] Maryam: 5-6.
[7] Al-Anfal:75.
[8] Al-Nisa’: 11.
[9] Al-Baqarah: 180

Hakekat.com situs yang dibangga-banggakan oleh para Nashibi tidak lebih dari seorang pendusta lagi dungu. Betapa tidak, orang ini berbicara dengan gaya sok seolah-olah ia paling tahu paling mengerti soal mahzab syiah padahal hakekatnya ia tidak lebih seorang pendusta. Mungkin para pembaca yang awam mudah sekali terkesima dengan bualan-bualannya tetapi perhatikanlah baik-baik wahai pembaca jika anda semua menyediakan waktu sedikit saja untuk membaca kitab-kitab asli mahzab Syiah Ahlul Bait maka anda akan mengetahui hakekat dusta dari situs hakekat.com tetapi sungguh sayang seribu kali sayang masih saja ada orang bodoh yang mau mengenal Syiah dari situs nashibi hakekat.com.
Ternyata dan ternyata tong kosong nyaring bunyinya, hakekat.com mengaku sok pintar dengan rumah orang lain tapi ia buta akan rumahnya sendiri. Cih sungguh tak tahu malu dan hakekat.com tak pernah menyadari akan kebodohannya. Para pembaca yang terhormat maka perhatikanlah bukti jelas yang akan satria sampaikan, bukti kalau hakekat.com berdusta atas nama sejarah bukti kalau hakekat.com tidak memiliki keilmuan yang mapan bahkan tentang sumber mahzabnya sendiri dan orang seperti itu sungguh tidak layak berbicara mahzab orang lain. Lihatlah apa yang ia tulis dalam salah satu tulisannya
dusta hakekat.com
hakekat.com berdusta
Baca dan baca maka ternyata ia seorang pendusta, hakekat.com dengan gaya angkuh berkata “sejarah tidak pernah mencatat adanya upaya dari Abbas paman Nabi utnuk menuntut harta warisan seperti yang dilakukan Fatimah”.
Pemilik situs hakekat.com ternyata tidak pernah membaca kitab sejarah, ia juga tidak pernah membaca kitab-kitab hadis. Huh apa hakekat.com tidak pernah membaca kitab yang katanya paling shahih setelah Al Quran yaitu Shahih Bukhari?. Ternyata tidak, buktinya Upaya Abbas menuntut harta warisan Fadak tercantum dengan jelas dalam Shahih Bukhari, sungguh tak disangka kitab tershahih malah didustakan oleh hakekat.com. Kalau para pembaca yang awam tidak percaya maka silakan lihat Shahih Bukhari yang satria kutip dari situs ummulhadits.org
KIsah Fadak Shahih Bukhari
KIsah Fadak Shahih Bukhari
Shahih Bukhari [kitab kebanggaan hakekat.com] adalah sebaik-baik bukti yang menunjukkan kedustaan hakekat.com. Cih kalau kitab panutannya sendiri berani ia dustakan apalagi kitab mahzab Syiah yang sangat ia benci. Maka sungguh patut kita bertanya-tanya Dimana letak kejujuran ilmiah tulisan-tulisan hakekat.com. Beginilah akibatnya jika menurutkan hawa nafsu semata, hatinya yang penuh kebencian terhadap Syiah dan Ahlul Bait telah membutakan akalnya. Apakah kitab Shahih Bukhari itu sukar didapat? sungguh mustahil diterima akal kalau hakekat.com mengaku membaca kitab-kitab Syiah [yang menurut hakekat.com susah dijangkau atau diakses oleh orang awam] padahal untuk kitab Shahih Bukhari yang beredar luas dan sangat mudah dijangkau ternyata hakekat.com tidak mampu untuk sekedar membacanya. Mahzab apa yang dianut oleh pemilik situs hakekat.com?
.
Kitab apa yang sebenarnya menjadi pegangan hakekat.com, Kalau Shahih Bukhari kitab pegangan kaum Sunni tidak menjadi pegangan hakekat.com lantas mahzab apakah hakekat.com?. Beginilah pembaca akhlak situs pendusta dan nashibi Hakekat.com. Apa faedah dari bukti nyata yang satria paparkan?. Pikirkanlah wahai pembaca yang budiman, jika hakekat.com dengan mudah  dan tidak segan-segan mendustakan Kitab Shahih Bukhari yang menjadi pegangan mahzabnya maka akan sangat mudah sekali bagi hakekat.com untuk berdusta atas nama kitab-kitab Mahzab Syiah [yang tentu sangat dibenci hakekat.com]. Camkanlah dan mari kita sama-sama berdoa semoga penyakit hakekat.com ini tidak menjangkiti kita semua.

Penyimpangan Kisah Fadak Oleh Situs Hakekat.Com
Kali ini tulisan saya adalah tanggapan terhadap tulisan dari situs http://www.hakekat.com tentang Fadak yang berjudul Apakah Abu Bakar membuat Fatimah Murka?Dan Apakah Fatimah Berhak Mendapat Warisan?. Dalam tulisan tersebut terdapat banyak hal yang patut disayangkan. Situs hakekat.com membuat tulisan tersebut sebagai bantahan terhadap Syiah Rafidhah(begitu situs tersebut menyebutnya). Tentu saja hal ini adalah hak mereka sepenuhnya, tapi yang patut disayangkan itu adalah keinginan Situs tersebut untuk membantah telah membuat begitu banyak kekeliruan yang saya nilai masuk dalam kategori Syiahphobia.
:(
Tulisan saya kali ini berusaha untuk menilai kebenaran tulisan situs hakekat.com tersebut. Tulisan saya ini adalah suatu analisis terhadap tulisan hakekat.com yang saya nilai penuh dengan distorsi dari sudut pandang keilmuan Ahlussunnah. Mempertahankan keyakinan suatu mahzab dengan membantah pandangan mahzab lain tentu adalah hal yang biasa dalam dunia permahzaban. Tetapi alangkah baiknya kalau bantahan tersebut bersandar pada dalil-dalil yang kuat dan penarikan kesimpulan yang benar. Sekali lagi patut disayangkan ternyata tulisan hakekat.com itu tidak memiliki kedua hal tersebut. Situs hakekat.com dipengaruhi oleh kebenciannya yang mendalam terhadap Syiah sehingga membuat tulisan yang penuh distorsi dari sudut pandang keilmuan Ahlus Sunnah sendiri. Oleh karena itu saya nilai tulisan tersebut tidak patut dijadikan perwakilan Ahlus Sunnah dalam membantah Syiah. :mrgreen:
Situs hakekat.com awalnya menulis
Syi’ah Rofidhah banyak membuat alasan bahwa Abu Bakar membenci Fatimah dan barang siapa membencinya berarti membenci Rasul SAW.
Dalam hal ini saya tidak akan membela apa pandangan Syiah yang menurut situs hakekat.com menyatakan bahwa Abu Bakar RA membenci Fatimah. Dalam pandangan saya Abu Bakar RA tidak membenci Sayyidah Fatimah AS walaupun begitu sikap Abu Bakar RA terhadap Sayyidah Fatimah AS dalam masalah Fadak adalah keliru. Kemarahan Sayyidah Fatimah dalam hal ini sangat memberatkan pembelaan apapun terhadap Abu Bakar RA karena kemarahan Sayyidah Fatimah AS adalah hujjah akan kebenaran sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW.
“Fathimah adalah bagian dariku, barangsiapa yang membuatnya marah, membuatku marah!”(Hadis riwayat Bukhari dalam Shahih Bukhari jilid 5 Bab Fadhail Fathimah no 61).
Situs Hakekat.com kemudian menuliskan hadis yang dalam pandangannya menjadi pembelaan terhadap Abu Bakar RA
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari hadist Al Miswar bin Makhromah berkata: Sesungguhnya Ali telah melamar putri Abu Jahal, Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul Saw berkatalah Fatimah: “Kaummu menyangka bahwa engkau tidak pernah marah membela anak putrimu dan sekarang Ali akan menikahi putri Abu Jahal,” maka berdirilah Rasulullah Saw mendengar kesaksian dan berkata: “Setelah selesai menikahkan beritahu saya, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang menyakitinya. Demi Allah, putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam pangkuan seorang laki-laki.” Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal (khitbah itu) (diriwayatkan Bukhori dalam kitab Fadhailu Shahabat)
Dengan hadis ini situs hekekat.com menyatakan
Maka tampak jelas bahwa yang pantas dipahami dari hadis tersebut adalah Ali melamar putri Abu Jahal dan membuat Fatimah marah. Dengan ini bila hadis diterapkan pada setiap orang yang membenci Fatimah maka Ali adalah orang pertama yang termasuk. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata saat membantah keyakinan Rafidhah dalam permasalahan ini. Hadist ini disebabkan lamaran Ali terhadap putri Abu Jahal, penyebab yang masuk dalam sebuah lafadh itu menjadi pasti, dimana setiap lafadh yang berlaku pada suatu sebab tidak boleh dikeluarkan penyebabnya bahkan penyebab yang harus masuk. Disebutkan dalam sebuah hadist (apa yang meragukannya menjadikanku ragu dan yang menyakitkannya menyakitkanku) Dan yang telah dapat dipahami dengan pasti adalah bahwa lamaran terhadap putri Abu Jahal adalah meragukan dan menyakitkan. Nabi Saw dalam hal ini merasa ragu dan menyakitkan. Apabila ini merupakan sebuah ancaman yang harus ditimpakan pada Ali bin Abi Thalib dan bila bukan ancaman yang harus ditimpakan pada pelakunya maka Abu Bakar lebih jauh dari ancaman daripada Ali.
Tanggapan saya : Dalam hal ini situs tersebut keliru dalam mengambil kesimpulan.
  • Sudah jelas dalam hadis di atas disebutkan bahwa Imam Ali AS mengurungkan niatnya oleh karena itu ancaman yang dimaksud jelas tidak bisa ditujukan kepada Beliau AS Sedangkan dalam kasus Fadak Sayyidah Fatimah AS marah kepada Abu Bakar RA selama 6 bulan sampai Beliau AS wafat.
  • Hadis Shahih Bukhari tentang lamaran terhadap putri Abu Jahal jelas menunjukkan bahwa kemarahan Sayyidah Fatimah AS adalah kemarahan Rasulullah SAW dan menjadi hujjah sehingga menyebabkan Imam Ali RA mengurungkan niatnya. Oleh karena itu dengan dalil ini maka seyogianya Abu Bakar RA memberikan Fadak kepada Sayyidah Fatimah AS karena telah membuat Rasulullah SAW marah. Sayangnya Abu Bakar RA tidak mempedulikan kemarahan Sayyidah Fatimah AS dan beliau bersikeras menolak permintaan Sayyidah Fatimah AS. Hal ini jelas bertolak belakang dengan Imam Ali AS yang justru membatalkan niat lamarannya terhadap putri Abu Jahal.
Kemudian situs hakekat.com membawakan riwayat lain yang menunjukkan pembelaan terhadap Abu Bakar RA
Diriwayatkan dari Fatimah Ra. sesungguhnya ia setelah peristiwa itu rela terhadap Abu Bakar. Berdasarkan riwayat Baihaqi dengan sanad dari Sya’bi ia berkata: Tatkala Fatimah sakit, Abu Bakar menengok dan meminta izin kepadanya, Ali berkata: “Wahai Fatimah ini Abu Bakar minta izin.” Fatimah berkata: “Apakah kau setuju aku mengijinkan ?”, Ali berkata: “Ya.” Maka Fatimah mengijinkan, maka Abu Bakar masuk dan Fatimah memaafkan Abu Bakar. Abu Bakar berkata: “Demi Allah saya tidak pernah meninggalkan harta, rumah, keluarga, kerabat kecuali semata-mata karena mencari ridha Allah, Rasulnya dan kalian keluargaku semuanya.” (Assunah Al Kubro Lilbaihaqi 6/301)
Satu lagi kekeliruan hakekat.com adalah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa riwayat ini berstatus mursal yang berarti sanadnya terputus. Hadis dengan sanad terputus adalah dhaif menurut jumhur Ulama hadis. Hal ini sudah saya bahas dalam tulisan Menolak Keraguan Seputar Riwayat Fadak
Situs hakekat.com berhujjah dengan pendapat Ibnu Katsir yang jelas-jelas keliru
Ibnu Katsir berkata: Ini suatu isnad yang kuat dan baik yang jelas Amir mendengarnya dari Ali atau seseorang yang mendengarnya dari Ali. (Al Bidayah Wannihaayah 5/252).
Kekeliruan dalam hal ini cukup jelas karena
  • Pernyataan Amir Asy Sya’bi mendengar dari Ali dan
  • Pernyataan Amir Asy Sya’bi mendengar dari seseorang yang mendengarnya dari Ali
Adalah dua pernyataan yang berbeda. Lantas yang manakah yang benar? Jawaban sebenarnya adalah kedua pernyataan tersebut keliru. Riwayat tersebut hanya berhenti pada Asy Sya’bi sebagaimana yang disebutkan dalam Sunan Baihaqi. Usaha Ibnu Katsir menyambung riwayat tersebut adalah usaha yang mandul dan hanyalah berdasarkan asumsi belaka. Pernyataan Ibnu Katsir sendiri mengandung keraguan apakah Asy Sya’bi mendengar dari Ali atau dari orang lain yang mendengar dari Ali. Kalau memang Asy Sya’bi mendengar dari Ali maka mengapa pula disebutkan atau Asy Sya’bi mendengarnya dari seseorang yang mendengar dari Ali. Hal ini hanya menunjukkan kebingungan Ibnu katsir. IbnuKatsir jelas berandai-andai dalam hal ini.
.
Seandainya kita ikuti perandaian Ibnu Katsir tersebut maka tetap saja sanad riwayat tersebut tidak menjadi kuat atau shahih. Perandaian pertama Asy Sya’bi mendengar dari Ali adalah bermasalah. Riwayat Asy Sya’bi dari Ali menjadi perselisihan Ulama ahli hadis. Hadis Asy Sya’bi dari Ali tergolong hadis yang Mursal Khafi. Mursal Khafi berarti putus yang tersembunyi atau putus yang tidak terang. Hadis mursal khafi adalah hadis yang diriwayatkan seorang perawi dari seorang perawi lain yang semasa dan bertemu dengannya tetapi ia tidak menerima hadis itu daripadanya. Asy Sya’bi hanya mendengar satu hadis yang lain dari Ali (Subulus Salam jilid 2 hal 80). Hadis Mursal Khafi adalah hadis yang dhaif menurut metode keilmuan hadis. Hal ini dapat anda lihat dalam Ilmu Mushthalah Hadis A Qadir Hassan Bab Ad Dhaif Mursal Al Khafi hal 112.
Perandaian kedua Asy Sya’bi mendengarnya dari seseorang yang mendengar dari Ali menunjukkan bahwa siapa seseorang yang dimaksud adalah tidak jelas. Ketidakjelasan siapa orang yang Asy Sya’bi dengar menimbulkan keraguan karena bisa saja seseorang yang dimaksud ini adalah perawi yang dhaif atau malah pemalsu hadis. Oleh karena itu perandaian ini malah menunjukkan bahwa riwayat tersebut adalah dhaif dan tidak layak dijadikan hujjah.
Sungguh aneh sekali apa yang ditulis situs hekekat.com setelah membawakan riwayat ini
Dengan demikian terbantah sudah cacian Rafidhah terhadap Abu Bakar yang dikaitkan dengan marahnya Fatimah terhadapnya dan bila memang Fatimah marah pada awalnya namun kemudian sadar dan meninggal dalam keadaan memaafkan Abu Bakar.
Situs hakekat.com hanya mau membantah tetapi tidak kritis dalam berhujjah. Saya tidak akan memusingkan siapa yang mencaci dalam masalah ini tetapi yang patut diperhatikan adalah menarik kesimpulan dari riwayat yang tidak shahih jelas-jelas merupakan kekeliruan. :)
Mari kita teruskan kekeliruan situs tersebut
Hal ini tidak berlawanan dengan apa yang tersebut dalam hadist Aisyah yang lalu. “Sesungguhnya ia marah pada Abu Bakar lalu didiamkan sampai akhir hayatnya” hal ini sebatas pengetahuan Aisyah ra saja.
Mari lihat kembali hadis Aisyah dalam Shahih Bukhari yang pernah saya tulis dalam Analisis Riwayat Fadak.
Dari Aisyah, Ummul Mukminah RA, ia berkata “Sesungguhnya Fatimah AS binti Rasulullah SAW meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah SAW supaya membagikan kepadanya harta warisan bagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah SAW dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain :kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain :Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah SAW, saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW. Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali RA yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian Ia menshalatinya. (Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345 terbitan Pustaka Azzam Cetakan pertama 2007 dengan penerjemah :Muhammad Faisal dan Thahirin Suparta.)
Hadis Aisyah jelas-jelas menunjukkan Sayyidah Fatimah AS marah dan mendiamkan Abu Bakar RA hingga wafat yaitu selama 6 bulan. Dengan dasar ini maka riwayat Baihaqi bahwa Sayyidah Fatimah AS berdamai dengan Abu Bakar adalah bertolak belakang dengan hadis Aisyah dalam Shahih Bukhari.
Situs hakekat.com beralasan bahwa hal itu hanya sebatas pengetahuan Aisyah saja ,situs tersebut kemudian menuliskan
Sedang hadist riwayat Sya’bi menambah pengertian kita. Abu Bakar menjenguk Fatimah dan berbicara dengan Abu Bakar serta memaafkan Abu Bakar: Aisyah dalam hal ini menafikan dan Asya’bi menetapkan. Para ulama memahami bahwa ucapan yang menetapkan lebih didahulukan dari pada yang menafikan, karena kemungkinan suatu ketetapan sudah bisa didapatkan tanpa memahami penafian terutama dalam masalah ini, yaitu kunjungan Abu Bakar terhadap Fatimah bukan suatu peristiwa yang besar dan didengar di masyarakat.
Cara penarikan kesimpulan seperti ini keliru karena kedua hadis atau riwayat yang dimaksud berbeda kedudukannya. Hadis Aisyah dalam Shahih Bukhari jelas shahih sedangkan riwayat Baihaqi adalah mursal yang berarti dhaif jadi bagaimana mungkin keduanya mau dibandingkan. Menetapkan lebih dahulu dibanding menafikan bisa saja berlaku kalau memang kedua riwayat itu sama kuat atau shahih. Kalau seandainya yang satu shahih dan yang lain dhaif maka yang shahih jelas harus diutamakan. Yang justru lebih aneh adalah kata-kata terutama dalam masalah ini, yaitu kunjungan Abu Bakar terhadap Fatimah bukan suatu peristiwa yang besar dan didengar di masyarakat. Bagaimana mungkin hal ini luput dari pengetahuan Aisyah padahal beliau benar-benar semasa dengan Sayyidah Fatimah AS dan Abu Bakar RA tetapi justru tampak jelas oleh Asy Sya’bi yang bahkan belum lahir ketika peristiwa tersebut terjadi. Sungguh cara penarikan kesimpulan yang keliru. ;)
Situs hakekat.com kemudian melanjutkan tulisannya
Apa yang telah para ulama ungkapkan tentang Fatimah adalah bahwa ia sama sekali tidak memboikot Abu Bakar. Rasul pun telah melarang kita memboikot seseorang lebih dari tiga hari. Sedang Fatimah tidak berbicara dengannya karena memang sedang tidak ada yang harus dibicarakan.
Sudah jelas untuk mengetahui hal ini tidak perlu jauh-jauh memakai kata Ulama segala. Dengan melihat zahir hadis maka akan tampak sekali bahwa Sayyidah Fatimah AS memang marah dan mendiamkan Abu Bakar selama 6 bulan atau sampai Beliau AS wafat. Dalam hal ini berpegang pada zahir hadis adalah lebih utama sampai ada dasar kuat yang memalingkannya ke makna lain.
Mari kita lihat apa yang dikatakan Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir menuliskan
Adapun kemarahan Fatimah terhadap Abu Bakar, aku tidak tahu kenapa? Jika dikatakan ia marah karena Abu Bakar telah menahan harta warisan yang ditinggalkan ayahnya, maka bukankah Abu Bakar memiliki alasan yang tepat atas tindakannya itu yang langsung diriwayatkan dari ayahnya “Kami tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah”.
Kemudian Ibnu Katsir menulis
Jika kemarahan Fatimah disebabkan tuntutannya agar Abu Bakar Ash Shiddiq RA menyerahkan pengelolaan tanah yang dianggap sedekah dan bukan warisannya itu kepada Ali, maka Abu Bakar juga memiliki alasan tersendiri bahwa sebagai pengganti Rasulullah SAW maka wajib baginya untuk mengurus apa-apa yang diurus oleh Rasulullah SAW sebelumnya dan menangani seluruh yang ditangani Rasulullah SAW. Oleh karena itulah ia berkata “Demi Allah aku tidak akan meninggalkan suatu perkara yang dilakukan oleh Rasulullah SAW semasa hidup Beliau kecuali akan aku lakukan pula”. Oleh karena itulah Fatimah memboikotnya dan tidak berbicara dengannya hingga ia wafat.
Ibnu Katsir menunjukkan kebingungannya dengan sikap Sayyidah Fatimah AS dan jelas-jelas Ibnu Katsir sendiri menuliskan bahwa Sayyidah Fatimah memang memboikot dan tidak berbicara dengan Abu Bakar hingga Beliau AS wafat. Walaupun sudah jelas Ibnu Katsir dalam hal ini membela apa yang dilakukan Abu Bakar RA. Silakan saja, yang penting zahir hadis bahwa Sayyidah Fatimah AS marah dan mendiamkan Abu Bakar hingga ia wafat adalah benar dan itulah yang ditangkap oleh seorang Ibnu Katsir. Kutipan tulisan Ibnu Katsir diatas diambil dari terjemahan Tartib Wa Tahdzib Kitab Al Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin,Cetakan Keempat, penerjemah : Abu Ihsan Al Atsari ,penerbit Darul Haq Jakarta hal 67
Situs hakekat.com berhujjah dengan pendapat Al Qurtubi
Qurtubi berkata seputar penjelasan hadist Aisyah: Sesungguhnya tidak bertemunya Fatimah dengan Abu Bakar karena kesibukannya dalam menerima cobaan yang menimpanya dan kala keberadaannya selalu di rumah, rawi menggambarkan sebagai memutuskan hubungan. Padahal Rasul sudah bersabda bahwa tidak diperbolehkan bagi orang Islam untuk memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari. Padahal Fatimah orang yang paling tahu apa yang dihalalkan dan diharamkan. Juga orang yang paling jauh dari perselisihan dengan Rasul (Hadist AlBukhari. Riwayat Abu Ayyub Al Anshari Ra, lihat Fathul Bari 10-492)
Lihat baik-baik, pernyataan Qurtubi hanyalah suatu perandaian untuk menutupi hal yang sebenarnya. Tanpa merendahkan kedudukan beliau, saya hanya mau menyatakan bahwa apa yang dikatakan Qurtubi hanyalah asumsi belaka. Cobaan apakah yang dialami Sayyidah Fatimah AS yang membuat Beliau begitu sibuknya hingga tidak mau berbicara kepada orang lain? Bukankah sang perawi hadis jelas lebih mengetahui peristiwa sebenarnya dibanding Al Qurtubi karena sang perawi jelas-jelas mendengar langsung apa yang disampaikan kepada mereka.
Masalah Rasulullah SAW tidak membolehkan memutuskan hubungan silaturahmi lebih dari 3 hari maka saya katakan Sayyidah Fatimah AS jauh lebih tahu dalam masalah ini dibanding siapapun. Sikap Beliau Sayyidah Fatimah AS seperti yang saya jelaskan terkait dengan mempertahankan kebenaran. Sikap marah Beliau menunjukkan bahwa Beliau tidak setuju dengan apa yang dinyatakan Abu Bakar. Oleh karena itu perdamaian atau perjalinan hubungan silaturahmi akan kembali jika Abu Bakar RA menyadari kekeliruannya dan menyatakan kebenaran Sayyidah Fatimah AS. Mengapa Sayyidah Fatimah AS mesti dituntut untuk berdamai dengan apa yang Beliau anggap keliru.
Keanehan yang saya tangkap dalam hal ini adalah situs hakekat.com begitu mudahnya membenturkan secara keliru suatu hadis kepada sikap Sayyidah Fatimah AS padahal di lain waktu mereka malah bersikap apatis terhadap hadis yang menunjukkan bahwa kemarahan Sayyidah Fatimah AS adalah kemarahan Rasulullah SAW.
Mengenai pernyataan situs hakekat.com tentang Warisan dalam ajaran Syiah maka hal itu tidak akan saya tanggapi lebih lanjut karena menurut saya, saudara kita yang Syiah lebih layak dan kompeten untuk menanggapi masalah ini. Saya tidak yakin dengan apa yang situs itu nisbatkan kepada Syiah. Kalau situs tersebut saja tidak benar dalam memahami hadis dan dalil berdasarkan metode keilmuan Ahlus Sunnah maka bagaimana mungkin layak berbicara soal mahzab lain. :mrgreen:
Tulisan ini hanya sekedar koreksi terhadap kekeliruan yang penulis lihat. Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan bahwa penulis sendiri keliru. Oleh karena itu penulis selalu terbuka untuk setiap kritik dan diskusi lebih lanjut mengenai tulisan ini. ;)

Abu Hurairah VS Jabir Al Ju’fi

Cih baru-baru ini situs tidak tahu malu hakekat.com mengeluarkan tulisan yang berjudul ABU HURAIRAH VS JABIR AL JU’FI. Makalah kali ini adalah bantahan yang menunjukkan kedunguan pemilik situs hakekat.com. Baca dengan baik
Abu Hurairah VS Jabir Al Ju’fi
.
Abu hurairah digugat, jadi kenapa?. Tentu saja para Salafy jadi pusing, bagaimana mungkin sahabat pujaan mereka boleh diganggu gugat. Bukankah hampir sebagian besar hadis Nabi diriwayatkan Abu hurairah. Menjatuhkan kredibilitas abu hirr berarti kehancuran bagi mahzab salafy nashibi. Para pengikut salafy jadi gusar dan berusaha mencari-cari pembelaan -walaupun sangat tidak berdasar- demi menyelamatkan mahzabnya dari kehancuran. Cari selamat dulu dan jangan biarkan orang awam mengetahui kebenaran yang pahit, jadi harus dipersiapkan rancangan untuk menutupi bahaya besar bagi kejayaan mahzab salafy nashibi.
.
Cih tingkah hakekat.com merupakan contoh nyata betapa kegusaran membuat pikiran jadi tidak beraturan. Hakekat.com membuat tulisan yang ia pikir dapat menjadi pembelaan bagi abu hurairah. Seperti biasa tulisan rendah itu bergaya provokatif ala persuatif dengan tetap dunguistik. Rupanya banyak teman syiah dan sunni yang belum mengetahui kebenaran yang berusaha ditutup-tutupi oleh hakekat.com al nashibi. Simak baik-baik
Kita sering mendengar gugatan terhadap abu hurairah, seorang sahabat Nabi yang konon baru masuk Islam pada perang Khaibar – yaitu tahun 7 H-.
Mengapa abu hurairah digugat? Karena abu hurairah yang hidup di Madinah selama tiga tahun sebelum wafatnya Nabi – bahkan dikabarkan kalau ia bersama Nabi hanya selama 1 tahun 9 bulan- telah meriwayatkan hadits jauh lebih banyak dari semua sahabat lain.
.
Perhatikan fakta tidak populer yang sangat mencengangkan.
1. hadis abu hurairah jauh lebih banyak dari Abubakar, yang masuk
islam pertama kali – yang menurut salafy nashibi- adalah sahabat
terbaik Nabi.
2. hadis abu hurairah ini jauh lebih banyak dari Imam Ali
alaihissalam yang merupakan pintu kota ilmu Nabi saw.
3. hadis abu hurairah bisa jauh lebih banyak dari Sayyidah Fatimah
alaihissalam putri kesayangan Nabi saw.
4. hadis abu hurairah bahkan lebih banyak dari hadis para istri
Nabi saw.
.
Huh tidakkah kita curiga, kok bisa-bisanya Abu hurairah -dalam waktu bersama Nabi yang sangat singkat- bisa meriwayatkan hadis lebih banyak dari orang-orang terdekat Nabi saw. Akal yang sehat akan terusik dengan fenomena lucu abu hurairah.
.
Ulama yang mulia Syaikh Abdul Husein Syarafuddin Al Musawi telah membongkar kenyataan yang disembunyikan salafy nashibi tentang abu hurairah. Beliau rahimahullah menulis buku berjudul Abu hurairah. Buku ini benar-benar serangan telak yang menyakitkan hati kaum nashibis seperti hakekat.com. Oleh karena itu hakekat.com bangkit demi membela mahzabnya dengan gaya bersilat lidah bermanis kata dia membuat dalih berikut
Namun di sini kita harus bersikap kritis dan tidak begitu saja percaya dengan logika sederhana ini. Apakah ada data-data yang belum disertakan, atau ada sebab-sebab lain hingga riwayat hadits dari Abubakar As Shiddiq bisa sangat sedikit dibanding sahabat lain, apalagi dibanding Abu hurairah
Cih jangan tertipu, kata-kata seperti ini hanya omong kosong yang keluar dari orang yang bahkan tidak tahu apa itu yang namanya data dan tidak bisa membedakan data yang benar dan yang tidak.
Sebelum kita melanjutkan tentang abu hurairah ada baiknya anda simak kisah di bawah ini
Di suatu tempat ada seorang guru yang terkenal memiliki banyak ilmu, dia memiliki banyak murid yang pandai bahkan anaknya sendiri adalah murid yang paling pandai diantara yang lain. selain mengajar anaknya bersama murid-murid yang lain dia juga mengajar anak kesayangannya secara khusus di rumah. Berpuluh-puluh tahun ia terus melakukan hal seperti ini, sampai suatu ketika setahun sebelum kematiannya ia menerima murid baru.
Murid baru ini ternyata orang yang sangat miskin, selain belajar ia juga dituntut oleh perutnya untuk kesana kemari mencari makanan, sehingga ia terkadang tidak mengikuti pengajaran sang guru demi mencari makanan. Waktu berlalu hingga tepat sebelum kematiannya, sang guru berwasiat kepada semua murid-muridnya “wahai muridmuridku sesungguhnya aku telah tinggalkan bagi kalian, anak kesayanganku ini sebagai penggantiku, bertanyalah kepadanya karena ia telah mewarisi semua ilmuku dan ikutilah dia karena dia akan menjaga kalian dari kesesatan”.
Waktu berlalu dan entah bagaimana ceritanya sehingga murid baru yang cuma setahun bersama sang guru mengumumkan pada orang-orang bahwa ia lebih mengetahui ilmu sang guru dibanding murid-murid yang lain bahkan anak sang guru sendiri.
Sampai disini setelah menyimak cerita di atas, tentu saja kita akan beranggapan bahwa murid baru itu hanyalah seorang pembual, bukankah sudah jelas guru tersebut telah menyatakan siapa sebenarnya yang layak sebagai pewaris ilmu sang guru. Tetapi para pengikut fanatik murid baru itu mengatakan “kelihatannya seperti itu tetapi sebenarnya ada data-data yang tidak diketahui yang akan merubah persepsi siapapun tentang murid baru tersebut”. Ketika ditanya, apa data-data yang dimaksud? mereka mengatakan “murid baru itu mengatakan kalau ia telah diberikan kejeniusan yang luar biasa sehingga dalam waktu hanya satu tahun ia lebih mengetahui banyak ilmu sang guru dibanding murid yang lain”.
.
Cih, ternyata itulah yang mereka sebut sebagai data rahasia yang akan merubah persepsi orang-orang. Ya, ya benar sekali memang cuma orang-orang dungu yang akan merubah persepsinya sehingga berhasil dikelabui oleh klaim kosong murid baru tersebut. Bagi mereka kata-kata murid baru adalah bukti kuat yang menyangkal perkataan sang guru sendiri. Sungguh betapa kebodohan telah begitu sangat memprihatinkan.
.
Barangkali pembaca telah memahami cerita di atas. Barangkali juga belum. Cerita di atas adalah “versi sederhana” sebagai analogi dari kisah abu hurairah yang lebih dijadikan pegangan bagi salafy nashibi dibanding ahlul bait Nabi. Ternyata pikiran kita sangat mempengaruhi persepsi kita terhadap sesuatu. Yang sering tertipu ternyata bukan hanya mata, pikiran pun juga. Pikiran bisa menipu kita ketika kita terlalu kolot mempercayai dogma-dogma yang selama ini dijejalkan tanpa henti. Kita selama ini telah mengalami kekurangan data, atau sisi-sisi dari peristiwa yang belum kita ketahui. Segala sesuatu memiliki peluang untuk kita pahami secara berbeda jika kita mengetahui data yang mana yang bisa kita pegang dan data yang mana yang tidak bisa dipegang. Kisah di atas mencerminkan bahwa adanya data saja tidak cukup, data tersebut haruslah akurat dan benar. Artinya bisa jadi penilaian kita terhadap sesuatu yang selama ini kita yakini bukanlah hasil final, yang mencerminkan keadaan sesuatu itu yang sebenarnya.
Hakekat.com mengatakan kalau “abu hurairah meriwayatkan banyak hadis karena ia memiliki banyak murid dibanding sahabat yang lain”. Cih, inilah contoh data yang tidak bisa kita pegang dan disertai penarikan kesimpulan yang salah besar. Coba pikirkan dengan seksama, apa alasannya sehingga abu hurairah bisa memiliki banyak murid dibanding sahabat lain. Apakah sahabat lain semuanya sibuk dan tidak lebih utama dibanding dirinya, bagaimana dengan ahlulbait Nabi?. Bukankah Imam Ali yang dikatakan Nabi saw sebagai pintu kota ilmu. Bukankah Nabi telah mengatakan siapa pegangan bagi umat islam yaitu ahlul baitnya, jadi mengapa justru abu hurairah yang dikerumuni para murid –seperti yang dikatakan hakekat.com-. Cih, salafi nashibi ini seperti tidak mengetahui hadis yang masyhur dikalangan mereka sendiri.
.
1. bukankah Muadz adalah sahabat Nabi yang dikatakan
paling tahu halal dan haram
2. bukankah Ibnu Abbas adalah sahabat yang didoakan oleh
Nabi sebagai orang yang diberi kepahaman dalam agama
3. bukankah Aisyah adalah orang yang dikatakan “ambillah
separuh agamamu dari humairah”
4. bukankah Ibnu Mas’ud dikatakan sebagai sahabat
penyimpan rahasia Rasulullah
5. dan yang paling lucu, bukankah para pemuja salafy nashibi
itu memuja muawiyah yang dikatakan sebagai orang yang
memberi petunjuk.
.
Mengapa harus abu hurairah yang memiliki banyak murid dibanding yang lain, apa keutamaan sahabat-sahabat di atas tidak cukup. Mungkinkah keutamaan itu hanyalah kepalsuan semata sehingga orang-orang zaman dulu tidak mengetahuinya jadi pada akhirnya mereka lebih memilih untuk menjadi murid abu hurairah atau justru hakekat.com yang berdusta karena mungkin sebenarnya murid abu hurairah tidak sebanyak murid sahabat lain.
Hakekat.com mengeluarkan dalih lain yang menurutnya adalah data yang akan merubah persepsi kita tentang abu hurairah yaitu
Juga Abu hurairah selama tiga tahun kehidupannya di Madinah tinggal di masjid, termasuk mereka yang disebut sebagai ahlussuffah, yang tidak memiliki pekerjaan.
Huh jadi ini data yang dimaksud. Sungguh para pembaca, hakekat.com ini pintar sekali membual. Abu hurairah dalam tiga tahun itu tidak selalu tinggal di masjid karena pada tahun ke 8 H ia diutus bersama Ala’ bin Hadhrami ke Bahrain. Selain itu wahai pembaca, sepertinya hakekat.com lupa kalau ahlusuffah itu bukan abu hurairah sendiri, ada banyak sekali ahlussuffah tetapi kita tidak mendengar kalau hadis-hadis mereka luar biasa banyaknya. Ya ya inilah data yang akan merubah persepsi orang awam bodoh yang berasa pintar.
Untuk menyelamatkan pamor abu kucing, hakekat.com mencari-cari perawi syiah yang ia katakan lebih dahsyat dari abu hurairah.
.
Dialah Jabir Al Ju’fi .
Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il Syi’ah jilid 20 hal 151 mengatakan:
dia(Jabir) meriwayatkan 70,000 hadits dari Al Baqir, dan meriwayatkan 140,000 hadits, nampaknya tidak ada perawi yang meriwayatkan hadits dari para imam secara langsung, yang lebih banyak dari Jabir .
Memang hakekat.com ini patut untuk ditertawakan, jika ia mengira kalau Jabir lebih dahsyat dari abu hurairah maka ia sudah salah besar. Hadis Jabir dalam literatur syiah jauh lebih kecil dari jumlah itu . Mengenai pernyataan Syaikh Hurr Al Amili maka itu tidak memiliki pengaruh sama sekali karena pada dasarnya beliau hanya menyebutkan ada riwayat yang menyatakan jumlah hadis Jabir puluhan ribu. Syaikh Hurr Al Amili tidak menghitung hadis-hadis Jabir dalam kitab-kitab syiah. Jadi hadis Jabir yang dikatakan Syaikh Hurr Al Amili berjumlah puluhan ribu tidak memiliki wujud nyata di sisi Syiah karena hadis Jabir di sisi Syiah jauh lebih sedikit dari jumlah tersebut. Kontras sekali dengan abu hurairah dimana jumlah hadis yang ia riwayatkan adalah berdasarkan perhitungan hadis-hadis abu hurairah yang memang sudah ada di sisi Sunni.
.
Fakta menarik yang ditutupi hakekat.com atau mungkin tidak dketahui olehnya adalah bahwa Jabir juga perawi hadis Sunni. Beliau perawi sunan tirmidzi, sunan abu dawud, sunan nasa’i, musnad ahmad, musnad abu awanah dan lain-lain.
Dzahabi dalam Mizan ‘Itidal jilid 1 hal 375 menyebutkan; Al Jarrah berkata kalau ia mendengar Jabir mengatakan bahwa ia memiliki 70.000 hadis dari Abi Ja’far dari Rasulullah saw.
Sedangkan jumlah hadis dalam kutub assittah tidak sebanyak itu, berarti bisa dibilang sebagian besar riwayat dalam literatur sunni adalah melalui perawi satu ini –berdasarkan logika hakekat.com
Dalam kitab Mizan yang sama disebutkan Sufyan Ats Tsawri berkata “Jabir adalah orang yang wara’ dalam menyampaikan hadis, saya tidak pernah melihat orang yang lebih wara’ dalam menyampaikan hadis dibanding dirinya”.
.
Wara’ adalah sikap kehati-hatian karena takut kepada Allah SWT sehingga bisa dikatakan kalau hadis-hadis Jabir adalah hadis-hadis pilihan menurut Ulama sunni terkenal Sufyan Ats Tsawri. Siapakah yang mendengarkan hadis Jabir? lihat kesaksian Syu’bah ulama besar sunni yang dikutip oleh Dzahabi dalam Mizan ‘Itidal Syu’bah mengatakan “Jabir adalah orang yang shaduq atau jujur” dan Syu’bah juga berkata “setiap Jabir menceritakan hadis maka kami mendengarnya karena ia dinyatakan terpercaya oleh orang-orang”.
.
Pernyataan Syu’bah bahwa kami mendengar hadisnya jelas menunjukkan kalau orang-orang yang dimaksud syu’bah sebagai mempercayai Jabir adalah orang sunni termasuk dirinya sendiri.
Kemudian hakekat.com mengatakan hal aneh.
Lalu pertanyaannya, berapa lama Jabir Al Ju’fi menimba ilmu dari Abu Ja’far? Kita simak jawabannya dalam Rijalul Kisyi hal 191, Ja’far As Shadiq mengatakan aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.
Cih lagi-lagi hakekat.com berbicara seenaknya, apakah dia mengutip sendiri hadis tersebut? Kemudian apa kata ulama syiah tentang riwayat tersebut. Satria merujuk pada Rijal Kisyi pada halaman yang disebutkan hakekat.com tetapi satria tidak menemukan riwayat yang dimaksud. Tetapi satria menemukan berbagai riwayat yang menentang riwayat yang dikemukakan oleh hakekat.com
Dalam Raudah Al Kafi bagian keenam hadis no 149, satria menemukan hadis berikut;
Jabir bin Yazid berkata Muhammad bin Ali a.s telah memberitahuku 70 hadis yang mana aku tidak pernah memberitahu seorangpun mengenainya. Ketika Muhammad bin Ali a.s wafat, maka tengkukku menjadi berat dan dadaku menjadi cemas, lalu aku mendatangi Abu Abdullah a.s, maka aku berkata kepadanya Aku jadikan diriku tebusan anda, sesungguhnya Ayah anda telah memberitahuku 70 hadis. Tiada hadis yang terkeluar daripadaku dan tiada satupun daripadanya terkeluar kepada seorangpun.
Lalu beliau a.s memerintahku supaya merahasiakannya. Lantaran itu, tengkukku menjadi berat dan dadaku menjadi cemas, kenapa anda tidak memerintahkan aku, maka beliau a.s berkata “Wahai Jabir, apabila ada sesuatu yang menyusahkan anda, maka keluarlah anda ke al Jabanah dan galilah lubang. Kemudian masukkan kepala anda di dalamnya dan katakanlah Muhammad bin Ali telah memberitahuku mengenai hadis tertentu, kemudian timbunlah kembali, kerana bumi akan merahasiakannya”.Jabir berkata: Akupun melakukannya, maka aku terasa ringan pada diriku.
Riwayat di atas menunjukkan kalau Jabir memang pernah menemui Imam Ja’far alaihissalam bahkan ia mengatakan mengenai hadisnya dari Imam Baqir alaihissalam dan Imam Ja’far sedikitpun tidak meragukannya. Bahkan diriwayatkan pula bahwa Imam Ja’far alaihisalam telah memuji Jabir bin Yazid sebagaimana yang disebutkan dalam Al Ikhtisas Syaikh Mufid hal 227;
Ja‘far bin al-Husain telah memberitahu kami daripada Muhammad bin al-Hasan daripada Muhammad bin al-Hasan al-Saffar daripada Muhammad bin Ismail daripada Ali bin al- Hakam daripada Ziad bin Abu al-Halal berkata: Para sahabat kami telah berselisih faham tentang hadis-hadis Jabir al-Ju‘fi, maka aku berkata”Aku akan bertanya kepada Abu Abdullah a.s”. Manakala aku memasuki rumahnya[Abu Abdullah a.s], beliau telah mula berkata kepadaku “`Semoga Allah merahmati Jabir al-Ju‘fi, kerana ia telah membenarkan kami. Allah melaknati al-Mughirah bin Sa‘id, kerana ia telah membohongi kami`”
Berapa lama Jabir menimba ilmu dari Abu Ja’far?
Jabir telah menimba ilmu dari Imam Baqir dan Imam Ja’far selama puluhan tahun. Imam Baqir menjadi imam selama 19 tahun. Jabir meninggal pada tahun 128 H sedangkan Imam Ja’far menjadi Imam dimulai ketika wafatnya Imam Baqir tahun 114 H, itu artinya Jabir menimba ilmu dari Imam Ja’far selama 14 tahun. Semua ini membuktikan kalau Jabir memiliki waktu banyak untuk menimba ilmu dari Imam Baqir dan Imam Ja’far sehingga hadis-hadisnya dijadikan hujjah di sisi syiah.
Sebelum mengakhiri tulisan ini mari para pembaca melihat salah satu hadis Abu hurairah dalam Mustadrak Al Hakim jilid 4 hal 38,berikut yang menentukan kualitas kepribadiannya
Abu hurairah menceritakan “saya menemui Ruqayyah putri Nabi saw istri utsman ketika dia sedang memegang sisir di tangannya. Dia berkata “Nabi saw baru saja pergi setelah saya menyisir rambutnya, ia berkata kepadaku “bagaimana kamu mendapati Abu abdillah (utsman)?”. Aku berkata “baik”. Dia pun melanjutkan “muliakanlah ia, karena ia adalah sahabat yang akhlaknya paling mirip denganku”.
Al Hakim mengatakan kalau hadis ini sanadnya shahih tetapi matannya diragukan karena Ruqayyah meninggal pada tahun ke-3 H saat perang Badar sedangkan Abu hurairah memeluk islam setelah kemenangan Khaibar pada tahun ke-7 H. Hadis di atas mengatakan kalau Abu hurairah mengaku bertemu dan berbicara dengan Ruqayyah padahal jauh sebelum dia datang kepada Nabi, Ruqayyah telah meninggal dunia. Cih bagaimana bisa Abu hurairah mengatakan hal yang dusta seperti ini. Inilah kualitas kepribadian Abu hurairah, masihkah perlu bertanya, mengapa Abu hurairah digugat?.

SILAHKAN LIHAT SENDIRI...

Tidak ada komentar: